tirto.id - Kuasa Hukum mantan Menteri Perdagangan 2015-2016, Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong, Zaid Muzhafi, mengeklaim Kejaksaan Agung (Kejagung) tak pernah menunjukkan bukti keterlibatan Tom Lembong dalam kasus dugaan impor gula sebelum ditetapkan sebagai tersangka.
Hal itu disampaikan Zaid ketika menanggapi pertanyaan Komnas HAM saat melakukan audiensi di ruang Asmara Nababan, Kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, Jumat (6/12/2024).
"Jadi ada pertanyaan menarik dari Komisioner Komnas HAM kepada kami baik tim hukum maupun keluarga. Apakah sebelum ditetapkan sebagai tersangka Pak Tom itu ditunjukkan dua alat buktinya itu apa saja? Ini kami jawab secara tegas, tidak," kata Zaid kepada wartawan, di Kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, Jumat (6/12/2024).
Zaid pun mengadukan bahwa Tom Lembong tidak diperbolehkan menunjuk kuasa hukum dalam kasus yang ditangani Kejagung ke Komnas HAM. Tom disebut dipaksa menggunakan kuasa hukum yang ditunjuk Kejagung sebagaimana materi praperadilan yang ditolak hakim praperadilan beberapa waktu lalu. Zaid mengeklaim Kejagung melakukan tindakan melanggar HAM.
"Kami sangat meyakini ada tindakan-tindakan dari Kejaksaan Agung yang tidak melindungi hak asasi manusia dari Pak Tom sendiri, diantaranya adalah menunjuk atau memilih sendiri penasihat hukum sesuai dengan aturan dalam KUHAP," tuturnya.
Zaid pun mengungkit soal kerugian negara yang tak diumumkan Kejagung sebagai materi pengaduan ke Komnas HAM. Ia juga mengadukan keluarga Tom Lembong belum menerima surat perintah penahanan (Sprinhan) dari Kejagung.
Selain itu, Zaid juga menilai ada upaya diskriminasi karena Menteri Perdagangan periode 2015-2023 tidak dimintai keterangan sementara kliennya ditetapkan sebagai tersangka. Padahal, perkara korupsi terjadi periode 2015-2023. Ia pun menuding upaya penahanan Tom Lembong politis.
"Sampai sekarang kita belum dengar ada lagi menteri yang dipanggil. Kita gak meminta itu kepada Kejaksaan Agung untuk segera memanggil, itu hak dan wewenang Kejaksaan, iya. Tapi ketika kami berpikir ini adalah diskriminasi saya sara berhak menyatakan hal tersebut," ucapnya.
Oleh karena itu, Zaid mengatakan, pihaknya meminta pada Komnas HAM untuk melakukan investigasi mendalam dan melakukan pengawasan secara aktif terhadap proses hukum terhadap Tom Lembong. "Kiranya nanti setelah ada Komnas HAM bisa melakukan penyelidikan dan penyidikan dan ditemui hasil, nah itu hasilnya yang sangat kita tunggu," pungkasnya.
Istri Tom Lembong, Franciska Wihardja, kecewa dengan proses hukum yang dialami suaminya. Ia menilai suaminya mengalami diskriminasi meski awam dalam proses hukum.
"Saya kurang paham tentang hukum, tapi ya sebagai keluarga ya kecewa dan merasa bahwa ya mungkin ada diskriminasi soalnya sebagai banyak sekali ahli-ahli yang ditolak," katanya.
Dia pun mengatakan saat melihat Tom Lembong mengenakan rompi pink dengan tangan diborgol, sangatlah menyakiti hatinya. Sebab, katanya, suaminya adalah orang yang selalu berbuat baik kepada masyarakat.
Sementara itu, Komisioner Pengaduan Komnas HAM, Hari Kurniawan, menerima aduan Tim Kuasa Hukum Tom Lembong yang hadir bersama Istri Tom Lembong, Franciska Wihardja. Mereka butuh waktu untuk mempelajari dugaan laporan tersebut.
"Kami tentu harus mempelajari kasus ini ya, kareena kami baru dapat permohonan audiensi dua hari lalu, jadi belum sempat mempelajari. Termasuk misalnya ada regulasi terkait impor gula dan sebagainya," kata Hari kepada wartawan di Kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, Jumat (6/12/2024).
Dia mengatakan, pengaduan ini, akan ditangani atau ditindaklanjuti setelah tujuh hari kerja usai analisis kelengkapan alat bukti yang diserahkan pihak Tom Lembong. Ia menjamin semua akan dianalisis termasuk pemberian Amicus Curiae dalam perkara Tom Lembong.
"Tentu ini akan kita pikirkan bareng-bareng di Sub Komisi Penegakan seperti apa kasus ini. Karena kalau di kami itu kan ada kebiasaan bedah kasus. Jadi akan dihadiri oleh tiga komisioner dan pimpinan Komnas HAM yang nantinya akan memutuskan kasus ini akan seperti apa, termasuk pemberian Amicus Curiae," ujarnya.
Penulis: Auliya Umayna Andani
Editor: Andrian Pratama Taher