Menuju konten utama

Pemerintah Tegaskan Amnesti Pajak Tak Legalkan Kejahatan

Dalam forum pertemuan tahunan Bank Dunia-IMF di Jakarta, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan bahwa program amnesti pajak yang diinisiasi oleh Pemerintah RI sama sekali tidak melegalkan dana pencucian uang hasil tindak kejahatan.

Pemerintah Tegaskan Amnesti Pajak Tak Legalkan Kejahatan
Menteri Keuangan Sri Mulyani (kanan) dan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly (kiri) bersiap mengikuti sidang pleno uji materi Undang-Undang Pengampunan Pajak di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (20/9). ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf.

tirto.id - Pemerintah Indonesia menegaskan jika program amnesti pajak bukanlah sebuah peluang untuk melegalkan dana pencucian uang hasil tindak kejahatan, seperti aksi terorisme dan perdagangan manusia, melainkan sebuah upaya yang diinisiasi untuk memperbaiki data perpajakan.

Hal itu disampaikan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat memaparkan hasil pertemuan tahunan Bank Dunia-IMF di Jakarta, Rabu (12/10/2016).

"Kami menjelaskan bahwa UU pengampunan pajak tidak digunakan untuk memfasilitasi uang dari tindak kejahatan. Ini sangat penting agar Indonesia tidak masuk dalam 'black list'," kata Sri Mulyani.

Ia menjelaskan kepada masyarakat internasional bahwa kebijakan amnesti pajak merupakan upaya pemerintah RI untuk memperbaiki data perpajakan, dan memperluas basis pajak agar ada perbaikan rasio pajak yang masih rendah.

Implementasi program tersebut, lanjutnya, tidak mengakomodasi segala upaya pihak lain untuk melegalkan hasil kejahatan keuangan dalam bentuk apapun, termasuk dari pembiayaan terorisme dan perdagangan manusia.

"Pertemuan ini sangat strategis dan berguna untuk menjelaskan bahwa pelaksanaan UU pengampunan pajak ini dilakukan secara konsisten untuk membangun basis perpajakan yang baik," ujar Sri Mulyani.

Dalam pertemuan yang berlangsung secara bersamaan dengan forum Menteri Keuangan dan Bank Sentral negara anggota G20 tersebut, isu penguatan kerja sama perpajakan internasional juga turut dibahas, pun demikian dengan implementasi "Base Erosion and Profit Shifting" (BEPS).

Selain itu, juga dibahas mengenai peran "Financial Action Task Force" (FATF) dalam menangani isu pemanfaatan kepemilikan (beneficial ownership) untuk mengejar keuntungan dengan menghindari kewajiban membayar pajak dan memerangi upaya pencucian uang.

"Upaya ini dilakukan sebagai transparansi dan akuntabilitas untuk melacak para wajib pajak yang menggunakan bentuk kepemilikan yang berbeda-beda untuk menghindari kewajiban membayar pajak," tutur Sri Mulyani.

Untuk itu, ia memastikan pemerintah Indonesia akan berkoordinasi dengan FATF dalam rangka membangun transparansi kegiatan transaksi keuangan dan menyatakan keinginan Indonesia untuk menjadi anggota penuh FATF dalam waktu dekat.

Sebelumnya, Sri Mulyani memimpin delegasi Kementerian Keuangan yang berpartisipasi dalam rangkaian Pertemuan Tahunan Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (IMF) di Washington DC, Amerika Serikat, pada 4-9 Oktober 2016.

Sri Mulyani hadir dalam rangkaian pertemuan tahunan tersebut dalam kapasitasnya sebagai Gubernur Bank Dunia untuk Indonesia, Gubernur Alternatif IMF, Menteri Keuangan negara anggota G20 dan sebagai Ketua Komite Pembangunan.

Baca juga artikel terkait SRI MULYANI INDRAWATI

tirto.id - Ekonomi
Sumber: Antara
Penulis: Ign. L. Adhi Bhaskara
Editor: Ign. L. Adhi Bhaskara