tirto.id - Wakil Menteri Keuangan, Thomas Djiwandono, melaporkan realisasi penarikan utang baru pemerintah hingga 31 Mei 2025 telah mencapai Rp349,3 triliun, setara 45,0 persen dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 yang ditetapkan sebesar Rp775,9 triliun.
Selain itu, realisasi penarikan utang ini juga mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan periode yang sama di tahun 2024 yang senilai Rp132,16 triliun.
Meski begitu, pemerintah juga mencatatkan pembiayaan non utang senilai Rp24,5 triliun atau sekitar 15,3 persen dari target APBN 2025 yakni Rp159,7 triliun hingga akhir Mei.
“Artinya, kita berinvestasi ke hal-hal khusus. Ini pembiayaan non-utang perlu digarisbawahi, tidak menambah utang,” tegas Thomas, dalam Konferensi Pers APBN Kita Juni 2025, di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Selasa (17/6/2025).
Namun demikian, pembiayaan anggaran negara dengan utang dilakukan secara fleksibel dan terukur yang mencakup aspek waktu, instrumen dan komposisi mata uang. Tidak hanya itu, penarikan utang didukung pula oleh pelaksanaan pre-funding, penguatan dana cadangan (cash buffer), serta manajeman kas dan utang yang berkelanjutan.
Di sisi lain, hingga akhir Mei 2025, pemerintah juga telah mencairkan alokasi pembiayaan senilai Rp28,1 triliun untuk program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) dan program ketahanan pangan serta kesejahteraan petani yang disalurkan melalui Perum Bulog.
“Dan ini meningkat signifikan dibanding bulan April di kisaran Rp22,6 triliun,” papar Thomas.
Jika diperinci, realisasi Program FLPP hingga akhir Mei 2025 mencapai Rp12,59 triliun, naik dari Rp10,96 triliun dibanding bulan sebelumnya. Pendanaan ini telah mendukung pembangunan 101.707 unit rumah di 379 kabupaten/kota, naik dari 88.482 unit rumah di 362 kabupaten/kota pada April 2025.
Sementara itu, untuk meningkatkan ketahanan pangan, pemerintah telah menambah investasi kepada Perum Bulog hingga Rp16,6 triliun, dengan dana yang telah dicairkan hingga Mei 2025 ialah senilai Rp16,57 triliun yang di antaranya untuk pembelian beras dan gabah petani.
“(Realisasi) meningkat dari Rp15,15 triliun di bulan April dan digunakan untuk menyerap 488 ribu ton beras serta 1,65 juta ton gabah dari petani, lebih tinggi dari bulan sebelumnya yang masing-masing sebesar 471 ribu ton dan 1,46 juta ton gabah. Dukungan ini diharapkan menjaga stabilitas harga pangan, meningkatkan nilai tukar petani dan menahan laju inflasi pangan dalam kisaran 3-5 persen,” jelas Thomas.
Penulis: Qonita Azzahra
Editor: Hendra Friana