tirto.id - Pengusaha Basuki Hariman divonis tujuh tahun penjara oleh Majelis Hakim karena terbukti menyuap hakim konstitusi Patrialis Akbar sebesar 50 ribu dolar AS. Sementara anak buah Basuki, Ng Fenny divonis lima tahun penjara.
Kasus suap ini terkait dengan putusan uji materi Undang-Undang No.41/2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang No.18/2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.
Selain hukuman penjara selama tujuh tahun, Basuki Hariman juga dijatuhi hukuman denda sebesar Rp400 juta.
"Dengan ketentuan bila tidak dibayar diganti pidana kurungan selama tiga bulan kurungan," kata ketua majelis hakim Nawawi Pamolango di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jumat (28/8/2017), dikutip dari Antara.
Vonis hukuman Basuki lebih ringan dibanding dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK), yang meminta hakim menjatuhkan hukuman 11 tahun penjara ditambah denda Rp1 miliar subsider enam bulan kurungan kepada Basuki.
Sementara anak buahnya, Ng Fenny juga dikenai denda Rp200 juta subsider dua bulan penjara karena terbukti melakukan korupsi secara bersama-sama dan berlanjut.
Dalam vonis majelis yang meliputi hakim Nawawi Pamolango, Hariono, Hastono, Ugo dan Titi Sansiwi tersebut juga lebih ringan dibanding tuntutan JPU KPK, yang meminta Ng Fenny divonis 10 tahun dan enam bulan penjara serta denda Rp250 juta subsider tiga bulan kurungan.
Menurut Hakim, sebagai pemilik PT Impexindo Pratama, Basuki Hariman bersama General Manager PT Impexindo Pratama Ng Fenny memberikan uang 20 ribu dolar AS, 10 ribu dolar AS, uang sejumlah 20 ribu dolar AS kepada Patrialis Akbar melalui perantara Kamaludin untuk mempengaruhi putusan perkara tentang uji materi Undang-Undang No.41/2014 tentang Perubahan atas UU No 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.
Uang 10 Ribu Dolar AS Diberikan ke Patrialis untuk Umrah
Penyerahan uang pertama dilakukan Basuki kepada Kamaludin di restoran Paul Pacific Place sejumlah 20 ribu dolar AS pada 22 September 2016. Pemberian kedua dilakukan di restoran di Hotel Mandarin Oriental Jakarta sebesar 10 ribu dolar AS pada 13 Oktober 2016 dan yang terakhir pada 23 Desember 2016 sebanyak 20 ribu dolar AS di area parkir Plaza Buaran.
"Selanjutnya uang 10 ribu dolar AS oleh Kamaludin diberikan kepada Patrialis Akbar untuk umrah," kata hakim anggota Ugo.
Menurut hakim, Patrialis mengaku bahwa uang 10 ribu dolar AS itu adalah pengembalian utang Kamaludin. Namun Kamaludin menjelaskan utangnya sudah dibayar kepada Patrialis.
"Dan faktanya uang itu merupakan bagian uang yang berasal dari terdakwa Basuki Hariman dan Ng Fenny," kata hakim Ugo.
Hakim melanjutkan, apabila keterangan satu sama lainnya dihubungkan, maka pemberian uang tersebut dilakukan agar Kamaludin mengenalkan Patrialis Akbar kepada Basuki Hariman guna membantu penyelesaian uji materi.
"Dan Patrialis sebagai majelis hakim perkara itu diharapkan membantu dalam putusan judicial review meski terdakwa bukan pihak yang berhubungan dengan perkara tersebut tapi berhubungan karena usahanya di bidang perdagangan sapi," kata hakim Ugo.
"Sehingga dapat disimpulkan terdakwa Basuki dan Ng Fenny memberikan uang 50 ribu AS kepada Kamaludin untuk Patrialis memenuhi unsur memberi," katanya.
Meski dalam setiap pertemuan Patrialis melarang Basuki dan Ng Fenny maupun Kamaludin membawa tas atau membicarakan uang, namun Basuki secara aktif menanyakan perkembangan judicial review tersebut kepada Patrialis.
"Terdakwa pun memberikan uang secara bertahap totalnya 50 ribu dolar untuk umrah dan selebihnya untuk kepentingan pribadi dan bermain golf Patrialis Akbar," jelas hakim anggota Titi Sansiwi.
Kendati demikian, majelis hakim tidak setuju dengan JPU KPK mengenai janji Rp2 miliar yang sudah ditukar menjadi 200 ribu dolar Singapura sebagaimana tertuang dalam tuntutan jaksa KPK untuk Patrialis.
"Uang Rp2 miliar yang telah ditukar dalam bentuk 200 ribu dolar Singapura yang masih di tangan terdakwa yang digunakan untuk berobat Ng Fenny ke Singapura dan diakui tidak berniat untuk diberikan ke Kamaludin karena faktanya putusan judicial review itu tidak dikabulkan maka menurut majelis hakim Rp2 miliar yang sudah ditukarkan dalam bentuk 200 ribu dolar Singapura itu belum terjadi penyerahan kepada Kamaludin maupun Patrialis Akbar," jelas anggota majelis hakim Hastono.
Terhadap putusan itu baik Basuki, Fenny maupun jaksa KPK menyatakan pikir-pikir.
"Saya pikir-pikir untuk dipertimbangkan dulu," kata Basuki.
"Kami pun sama majelis pikir-pikir," kata jaksa KPK Lie Putra Setiawan.
Penulis: Alexander Haryanto
Editor: Alexander Haryanto