Menuju konten utama

Pembaca Berita Sonder Bra

Zjarrr TV, stasiun televisi di Albania, bereksperimen memadukan berita dengan pemandangan yang mengundang mata lelaki. Mereka menampilkan presenter berita yang pamer belahan dada. Metode ini telah dicoba di banyak negara Amerika Latin dan terbukti sukses mendongkrak rating. Bagaimana di Indonesia?

Pembaca Berita Sonder Bra
Presenter TV Albania tampil seksi dengan belahan dada terbuka tanpa bra. [Foto/www.prosportsrecreation.com]

tirto.id - Masih ingat suporter perempuan Albania di Euro 2016? Mereka, pendukung berkaos merah ketat itu, berhasil merebut sorot kamera para wartawan dan hati para penggila bola seluruh dunia.

Seperti tak mau kehabisan stok wanita cantik untuk dipamerkan setelah Piala Eropa, Albania kembali mengekspor keindahan dengan video viral pembaca berita tak berbeha dan nyaris telanjang dada. Sungguh istimewa, sungguh jatmika. Meski kita sama sekali tidak mengerti apa yang sedang mereka sampaikan, kita bisa merasakan kesejukan atau sekaligus kehangatan sesuai porsi yang kita butuhkan.

Adalah stasiun Zjarrr TV yang menempuh langkah berani itu. Di tengah masyarakat Albania yang condong konservatif, 60 persen pemeluk Islam dan 20 persen beragama Kristen, mereka berani tampil beda demi merebut perhatian pemirsa menaikkan rating acara berita.

Mengingat persaingan menjaring pemirsa yang semakin sengit di era internet ini, pelaku industri televisi memang dituntut kreatif jika tidak ingin ditelan zaman. Pendekatan yang diambil Zjarrr TV karenanya bisa dipahami. Dan benar saja, menurut Ismet Drishti, bos Zjarrr TV, sejak menerapkan strategi nir-bra, angka penonton acara berita mereka terus menanjak.

"Di Albania, di mana berita dimanipulasi oleh berbagai kekuatan politik, penonton membutuhkan media yang menyajikan informasi apa adanya—yang telanjang," kata Ismet Drishti. "Kami tidak menjual seks, kami mereproduksi berita sebagai berita. Ini bagus, baik secara publisitas maupun simbolik."

Idris bahkan berencana meluncurkan acara berita berbahasa Inggris dan Perancis mengikuti model yang sama, dengan pembaca berita sonder beha.

Salah satu anchor di siaran berita malam Zjarrr TV adalah Greta Hoxha—nama yang mengingatkan kita akan Enver Hoxha, pemimpin komunis yang pernah berkuasa selama 40 tahun di Albania. Greta, saat ini berusia 24 tahun, sehari-hari tampil membacakan berita hanya mengenakan blazer atau rompi untuk menutupi bagian atas tubuhnya, tanpa kutang sehingga belahan dadanya jelas terlihat.

"Kami melakukan sesuatu yang orisinal di sini,” kata Greta. “Saya ingin mengirim pesan: Orang yang menonton acara kami akan mendapatkan 'kebenaran yang telanjang.'”

Bekerja dalam keadaan nyaris telanjang terbukti melambungkan popularitasnya. Ini semacam jalan pintas yang menyenangkan. "Saya telah bekerja keras selama lima tahun di televisi lokal dan tidak ada mempedulikan," katanya. Tapi semuanya berubah setelah ia bergabung dengan Zjarrr. "Saya tidak menyesal—dalam waktu tiga bulan saya langsung jadi bintang."

Zjarrr tentu bukan kantor berita pertama yang bereksperimen memadukan berita dengan pemandangan yang mengundang mata lelaki. Metode ini telah dicoba di banyak negara Amerika Latin dan terbukti cukup berhasil. Di Venezuela, misalnya, saluran berita Desnudando La Noticias menampilkan pelajaran Bahasa Inggris yang guru perempuannya telanjang bulat.

Namun, kontroversi tidak bisa dihindari, terlebih di Albania yang dihuni sekitar tiga juta muslim. Model penyampaian berita yang agak mesum ini mengundang kegemparan di kalangan pengguna media sosial Albania. "Menyedihkan sekali hal cabul seperti itu ada di layar kaca," tulis salah satu kritikus di Facebook, sementara yang lain menyebut Zjarrr "keterlaluan" dan "seksis" dan "menjijikkan".

Selain mengundang reaksi online, Zjarr TV juga dihujat kelompok feminis dan asosiasi jurnalis di Albania. Aleksander Cupa, ketua asosiasi juralis profesional di sana, menyatakan, taktik Zjarr TV tidak akan banyak membantu kantor berita tradisional yang berjuang melawan penurunan pemirsa. "Ketelanjangan tidak bisa menyelesaikan krisis di media—yang seharusnya mengabdi kepada publik untuk bertahan hidup," ujar Aleksander.

Mungkin Aleksander Cupa benar. Tapi Ismet Drishti telah membuktikan langkahnya jitu untuk mendongkrak rating. Mungkin puls penyampaian berita dengan cara seperti ini cukup ampuh membuat penonton lebih peduli terhadap apa-apa yang terjadi di atas muka bumi ini. Atau, lebih mungkin tidak—lantaran orang lebih sibuk memelototi presenternya daripada kontennya.

Satu hal yang pasti, cara ini hampir mustahil diterapkan di Indonesia. Jangan sekali-sekali Anda bayangkan Najwa Shihab atau Marisa Anita atau Tina Talisa akan seperti Greta Hoxha. Oh, bukan, bukan karena resistensi masyarakat akan tinggi. Tapi susu sapi saja diblur oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), apalagi susu host TV?

Ampun, KPI. Ampun.

Baca juga artikel terkait SOSIAL BUDAYA atau tulisan lainnya dari Arlian Buana

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Arlian Buana
Penulis: Arlian Buana
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti