Menuju konten utama

Pemanasan Global Mengurangi Waktu Tidur Manusia

Sebuah penelitian terbaru menyebut waktu tidur manusia akan semakin berkurang karena bumi yang semakin panas.

Pemanasan Global Mengurangi Waktu Tidur Manusia
Seorang pria menderita insomnia dan sleep disorder. FOTO/iStock

tirto.id - Tidur adalah kebutuhan vital bagi manusia. Banyak penelitian yang telah membuktikan bahwa kualitas tidur yang tak baik dapat memengaruhi tubuh. Mulai dari menyebabkan penyakit-penyakit kronis, seperti: gagal jantung, serangan jantung, tekanan darah tinggi, stroke, diabetes; membuat kulit cepat tua, yang mana memengaruhi kecantikan; mengurangi gairah seksual; bikin manusia cepat jadi pelupa dan mudah menggemuk. Penelitian lain bahkan menunjukkan bahwa kurangnya tidur berkualitas langsung mendekatkan kita dengan kematian.

Masalahnya, tidur kini sudah jadi barang mewah bagi para pekerja industri. Jam kerja dan ponsel pintar Anda adalah penyebab utamanya.

Singapura pada tahun 2014 lalu, jadi negara dengan jam kerja paling tinggi sedunia. Selama setahun, rata-rata seorang warga negaranya bekerja sampai 2389.4 jam. Di Taiwan, cuma kurang sedikit, seorang pekerja akan menghabiskan 2.163 jam selama setahun untuk membanting tulang cari nafkah. Di Korea Selatan, rata-rata pekerja menghabiskan 2.193 jam per tahun. Waktu bekerja yang lumayan lama ini belum ditambah kegiatan lain yang akhirnya membuat sejumlah orang dewasa mengalami insomnia, yang berdampak pada kualitas waktunya beristirahat.

Masalahnya, seperti sebuah lingkaran yang tak putus, kurangnya tidur juga memengaruhi kinerja di tempat kerja. Pada akhirnya, masalah itu juga akan memegaruhi roda ekonomi, sosial, dan politik sebuah negara. Beberapa negara yang sadar masalah ini akhirnya turut mengatur cara tidur warganya dengan membuat aturan tentang jam kerja.

Di Belanda, yang sedikit peduli dengan jam kerja penduduknya, punya aturan yang membuat mereka tak boleh bekerja lebih dari 2.080 jam setahun. Jepang, lebih baik lagi, warganya yang terkenal pekerja keras dan juga sering bunuh diri, telah dilindungi aturan baru yang membuat mereka cuma boleh bekerja 1.735 jam dalam setahun. Mereka juga punya aturan yang membuat para pekerja punya libur lebih lama dari sebelumnya.

Tapi masalah kurang tidur ini tampaknya tidak akan selesai dalam waktu dekat. Nick Obradovich, Politikus sekaligus Peneliti Perubahan Iklim mengeluarkan studi terbarunya yang mengklaim bahwa pemanasan global akan berpengaruh pada semakin berkurangnya waktu tidur manusia.

Dalam penelitian yang terbit 26 Mei lalu itu, Obradovich menyebut mereka yang akan paling terkena dampak fatal adalah: orang-orang miskin dan tak mampu membeli AC, tinggal di daerah tropis dan empat musim (musim panas mempersempit waktu malam), serta orang tua.

Global Warming dan Tidur

Studi itu juga memprediksi jumlah kekurangan tidur yang akan dihadapi manusia di masa depan. Pada 2050, setiap 100 orang Amerika akan mengharapkan ekstra enam malam setiap bulannya. Sementara pada 2099, setiap 100 orang Amerika akan mengharapkan ekstra 14 malam tambahan setiap malamnya.

Untuk menghitung efek suhu yang lebih hangat di masa depan, ia menggunakan data yang dikumpulkan oleh Centers for Disease Control and Prevention, yang meminta orang-orang dalam survei untuk mengingat pola tidur mereka di bulan sebelumnya.

Benar saja, Obradovich menemukan korelasi antara suhu yang lebih tinggi di kota-kota tertentu dan gangguan tidur yang dirasakan warganya. Untuk membuat prakiraan, ia juga mengukur seberapa panas tempat-tempat yang akan terkena dampak lebih parah jika efek rumah kaca terus meninggi. Namun, Obradovich mengakui penelitian punya kekurangan. Data yang dijadikannya bahan penelitian adalah data yang bermodalkan ingatan, sehingga keakuratannya masih perlu diuji. “Data ideal itu tidak ada, dan sangat mahal untuk dikumpulkan,” katanya pada The New York Times.

Namun, menurut studi 2015 lalu, Bumi memang telah menjadi lebih panas dalam beberapa tahun terakhir. Suhunya naik 1,5 sampai 2 derajat Celsius dari sebelumnya. Kenaikan suhu ini tentu saja memengaruhi alam, misalnya luas es di Artik yang makin sempit, mengakibatkan air laut makin tinggi dan luas daratan menyempit. Dengan kata lain, manusia dan makhluk darat lain mungkin suatu saat nanti akan berebut rumahnya di daratan, sembari menjaga keseimbangan ekosistem alam.

Studi baru Obradovich membuktikan, bahwa tak hanya alam yang secara langsung mendapat dampak pemanasan global. Manusia, salah satu faktor utama terjadinya percepatan pemanasan global, juga terkena dampak langsungnya.

Sudah siap untuk terjaga lebih lama?

Baca juga artikel terkait GLOBAL WARMING atau tulisan lainnya dari Aulia Adam

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Aulia Adam
Penulis: Aulia Adam
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti