Menuju konten utama

Pelibatan Menteri di Timses Jokowi-Ma'ruf Dinilai Tak Adil

Meskipun diperbolehkan menjadi timses, menteri dilarang menggunakan fasilitas negara dan membuat kebijakan yang dapat menguntungkan atau merugikan salah satu pihak.

Pelibatan Menteri di Timses Jokowi-Ma'ruf Dinilai Tak Adil
Calon presiden petahana Joko Widodo bergandengan tangan dengan calon wakil presiden Ma'ruf Amin (ketiga kanan) usai menyampaikan pidato politik di Gedung Joang 45, Jakarta, Jumat (10/8/2018). ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari.

tirto.id - Kubu Jokowi-Ma'ruf Amin telah menyerahkan daftar lengkap struktur tim kampanye, minus nama ketua tim pemenangan kepada KPU RI, Senin kemarin (20/8/2018). Sejumlah nama menteri kabinet kerja pun masuk di dalamnya, yakni Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto, Menko PMK Puan Maharani, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, dan Kepala KSP Moeldoko.

Sementara Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani yang didapuk sebagai anggota Dewan Pengarah Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma'ruf menyatakan mundur karena ingin fokus pada mengelola keuangan negara seperti arahan Presiden Jokowi.

Pelibatan sejumlah menteri tersebut mendapat sorotan dari oposisi. Ketua DPP Partai Gerindra, Habiburokhman menilai, keputusan itu sebagai bentuk terbukanya peluang penyalahgunaan wewenang di pemilu oleh petahana. Sebab, menurutnya, sangat mungkin para menteri itu menggunakan program-programnya dan fasilitas negara untuk memenangkan Jokowi-Ma'ruf.

“Kami akan melakukan pengawasan terhadap itu. Sebab, secara peraturan memang tidak boleh menggunakan fasilitas negara,” kata Habiburokhman kepada Tirto, Selasa (21/8/2018).

Habiburokhman menyatakan pihaknya tidak segan untuk melaporkan ke Bawaslu RI dan mengambil langkah hukum lainnya jika di kemudian hari akhirnya ditemukan penyalahgunaan wewenang. Lagi pula, kata dia, hal itu tidak adil sebab pihaknya sebagai oposisi tidak memiliki menteri.

“Kalau mau pemilu ini adil, ya memang harus disepakati tidak perlu menggunakan pejabat publik,” kata Habiburokhman.

Sorotan Habiburokhman perihal keadilan ini senada dengan Dosen Etika Politik dari Sekolah Tinggi Filsafat (STF) Driyakara, Franky Budi Hardiman. Menurutnya, pelibatan menteri oleh petahana secara etika bertentangan dengan azas keadilan dalam pemilu yang demokratis.

“Asas fairness ini dikehendaki oleh kedua belah pihak yang berkontestasi dalam pemilu. Sementara posisi menteri hanya dimiliki petahana. Jadi tidak fair,” kata Franky kepada Tirto.

Selain itu, menurut Franky, pejabat publik menjadi tim pemenangan sangat mungkin untuk menciptakan konflik kepentingan. Sebab, kebijakan yang akan mereka keluarkan sangat mungkin disalahgunakan demi kepentingan kandidat jagoannya.

“Ketika orang yang menduduki jabatan lalu mengambil posisi mengepalai sebuah timses atau mengepalai sebuah tim pemenangan dalam pemilu, maka akan terjadi ambivalensi dalam sikap mereka yang berkaitan dengan konflik kepentingan,” kata Franky.

Menurut Franky, agar pemilu tetap berjalan adil adalah pejabat publik tidak perlu menjadi tim pemenangan. Kecuali, menurut dia, pejabat tersebut bersedia mundur dari jabatannya.

"Memang ada konsekuensi berat kalau meninggalkan jabatan. Tapi kalau tidak meninggalkan jabatan lalu masuk ke tim pemenangan, itu akan ada konsekuensi juga yang sangat berat. Kepentingan publik bisa jadi korban. Karena mereka tidak lagi sepenuhnya bekerja demi kepentingan publik,” kata Franky.

Menteri Bisa Dipidana dan Diberhentikan

Perihal masalah ini, Komisioner KPU RI Hasyim Asyhari menyatakan, menteri tidak dilarang untuk menjadi tim pemenangan dalam pemilu. Akan tetapi, kata dia, sesuai dengan PKPU Nomor 23 tahun 2018 Pasal 62 harus melakukan cuti di luar tanggungan negara atas seizin presiden.

“Jadi misalnya ada menteri yang mau kampanye, akan ditanya surat cutinya mana? Cutinya itu maksimal sekali dalam seminggu,” kata Hasyim saat ditemui di kantornya, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (21/8/2018).

Selain cuti, kata Hasyim, menteri juga dilarang menggunakan fasilitas negara dan membuat kebijakan yang dapat menguntungkan atau merugikan salah satu pihak tertentu. “Itu sudah diatur di dalam Undang-Undang Pemilu,” kata Hasyim.

Dalam UU Pemilu, hal itu diatur di Pasal 42 ayat (1) huruf a yang menyatakan dilarang menggunakan fasilitas negara yang terkait dengan jabatannya dan wewenangnya selama bertugas menjadi tim pemenangan. Fasilitas yang boleh digunakan pun sebatas pengamanan pejabat negara sebagaimana diatur perundang-undangan.

"Kalau melanggar akan dikenakan sanksi. Bisa dikenakan pidana kemudian yang bersangkutan bisa diberhentikan dari jabatannya," kata Hasyim.

Sementara itu, Wakil Bendahara Tim Pemenangan Jokowi-Maruf Amin, Amir Uskara memastikan bahwa para menteri yang menjadi tim pemenangan akan mengambil cuti saat bertugas di lapangan. Ia menegaskan, pihaknya akan tetap berpedoman pada aturan yang berlaku.

“Saya yakin kalau mereka mau jalan menjadi tim kampanye, mereka akan cuti. Mereka akan mematuhi aturan. Yang penting mereka tidak menggunakan fasilitas negara untuk kegiatan kampanyenya,” kata Amir kepada Tirto.

Politikus PPP ini pun meyakinkan bahwa tidak perlu khawatir para menteri tersebut akan mengesampingkan tugas negara. Sebab, menurut dia, mereka hanya berkampanye di hari-hari tertentu saja.

"Ini kan siapapun dalam kontestasi ini kita sama-sama mencari tokoh. Pihak sebelah pun pasti akan mencari tokoh. Hanya karena mereka tidak punya menteri, ya mereka tidak bisa memasukkan menterinya,” kata Amir.

Baca juga artikel terkait PILPRES 2019 atau tulisan lainnya dari M. Ahsan Ridhoi

tirto.id - Politik
Reporter: M. Ahsan Ridhoi
Penulis: M. Ahsan Ridhoi
Editor: Abdul Aziz