Menuju konten utama

Pentingkah Dukungan Rizieq Shihab untuk Pilpres 2019?

Ijtima Ulama II dilakukan pada 26 Agustus 2018 untuk memutuskan sikap dan dukungan kelompok PA 212 dan GNPF Ulama di Pilpres 2019.

Pentingkah Dukungan Rizieq Shihab untuk Pilpres 2019?
Pemimpin Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab memasuki ruang sidang di Gedung Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan, Selasa (28/2). Sidang ke-12 perkara penodaan agama dengan terdakwa Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menghadirkan dua orang saksi ahli dari Jaksa Penuntut Umum, Pemimpin Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab dan ahli hukum pidana dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) Abdul Choir Ramadhan. ANTARA FOTO/Pool/Ramdani/pd/17.

tirto.id - Imam Besar FPI Muhammad Rizieq Shihab masih belum menyatakan dukungannya kepada salah satu pasangan yang akan berkompetisi di Pilpres 2019. Ini terlihat dari pesannya kepada Ketua Umum Persaudaraan Alumni 212 Slamet Maarif pada 10 Agustus lalu.

Seperti yang diungkapkan Slamet kepada media, Rizieq berpesan kepada anggota GNPF Ulama dan alumni 212 untuk tetap tenang dan tak mengambil keputusan di luar komando ulama untuk Pilpres 2019.

Rizieq, kata Slamet, juga mengimbau umat Islam memberi kesempatan kepada para ulama dan sejumlah tokoh seperjuangan yang sedang mengupayakan ijtihad politik melalui Ijtima Ulama II.

Imbauan Rizieq itu, menurut Slamet, diberikan menyusul tidak terpilihnya Abdul Somad dan Salim Segaf Al-Jufri yang merupakan rekomendasi Ijtima Ulama GNPF sebagai cawapres pendamping Prabowo Subianto. Rencananya, Ijtima Ulama II dilakukan pada 26 Agustus 2018 untuk memutuskan sikap dan dukungan kelompok PA 212 dan GNPF Ulama di Pilpres 2019.

Kondisi ini rupanya dimanfaatkan kubu Jokowi-Ma’ruf untuk mendapatkan dukungan dari Rizieq. Kiai Ma’ruf Amin yang saat ini sedang menunaikan ibadah haji, sudah menyatakan kemungkinan menemui Rizieq yang masih berada di Arab Saudi.

Harapan pertemuan Ma’ruf dan Rizieq juga disampaikan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar pada 14 Agustus lalu. Hanya saja, Muhaimin tak bisa memastikan apakah akan ada perbincangan politik atau tidak dalam pertemuan tersebut.

Upaya menggaet dukungan Rizieq juga diakui Ketua DPP PDIP Andreas Hugo Pareira. Menurutnya, dukungan dari semua pihak sangat diperlukan untuk memenangi Pilpres 2019. “Kalau bisa [dapat dukungan Rizieq], kenapa tidak?” kata Andreas di Kantor CSIS, Tanah Abang, Jakarta Barat, Senin (20/8/2018).

Lagi pula, menurut Andreas, harapan Jokowi memilih Ma’ruf untuk menjembatani semua kelompok dan kepentingan, termasuk Rizieq yang selama ini tidak mendukung petahana. “Ini memang mediasi atau diplomasi yang dilakukan Pak Ma’ruf,” kata Andreas.

Kubu Prabowo-Sandiaga ternyata juga tidak tinggal diam dengan manuver kubu Jokowi-Ma’ruf dalam menggaet dukungan Rizieq. Pada Kamis (16/8/2018) lalu, Wakil Ketua DPP Gerindra Fadli Zon dan Fahri Hamzah menemui Rizieq di Mekah.

Fadli, melalui akun Twitter-nya, mengaku berbincang dengan Rizieq sampai subuh. Namun, ia tak menjelaskan apa isi perbincangan tersebut.

Terkait pertemuan Fadli, Wakil Ketua Umum Gerindra Ferry Juliantono menyatakan pertemuan tersebut sebagai wujud ketetapan dukungan Rizieq kepada Prabowo-Sandiaga. “Habib Rizieq kan memang tidak pernah berubah. Beliau terus bersama kami,” kata Ferry seusai diskusi di Kantor CSIS.

Menakar Dukungan Rizieq

Soal dukungan ini, peneliti politik dari CSIS J. Kristiadi menilai kedua kubu tak semestinya terlalu menghabiskan tenaga untuk menggaet dukungan Rizieq. Menurut Kristiadi, preferensi pemilih di Pilpres 2019 lebih ditentukan artikulasi penyampaian program kedua kubu saat kampanye nanti.

“Yang perlu diperhatikan itu bagaimana mereka dapat menerjemahkan program-program ekonomi yang rumit kepada masyarakat awam,” kata Kristiadi dalam kesempatan terpisah di Kantor CSIS.

Kristiadi memang tidak memungkiri segala dukungan menjadi penting dalam kontestasi pilpres yang hanya menampilkan dua pasang kandidat. Namun, menurutnya, pemilih di Indonesia saat ini masih cenderung menentukan pilihannya berdasarkan kiprah dan program kandidat yang bertarung.

“Pada pemilu-pemilu sebelumnya, terbukti bahwa kandidat yang didukung banyak tokoh juga belum tentu menang,” kata Kristiadi.

Sebagai contoh, Kristiadi menyebut kemenangan Jokowi di Pilpres 2014 karena harapan masyarakat kepada sosok baru yang bisa membawa perubahan ekonomi, terutama kondisi ekonomi masyarakat kecil. Meskipun begitu, menurut Kristiadi, kelompok yang sebenarnya yang lebih membutuhkan dukungan Rizieq adalah kubu Prabowo-Sandiaga.

“Untuk mengimbangi sosok Ma’ruf yang ulama, memang dibutuhkan sosok yang bisa menjelaskan kepada publik kalau kubu Prabowo-Sandiaga juga berpihak kepada umat Islam,” kata Kristiadi.

Sama seperti Kristiadi, Direktur Populi Centre, Usep S. Ahyar juga menilai dukungan Rizieq dan kelompok yang terafiliasi dengannya tidak bisa dijadikan tolok ukur suara riil di Pilpres 2019. Menurutnya, pilpres mendatang memiliki perbedaan konteks dengan Pilgub DKI 2017.

“Kalau dulu suara dan gerakan Rizieq efektif karena lawannya Ahok yang mempunyai latar belakang diametral dengan kelompok Islam. Kalau sekarang kan tidak. Semua calonnya muslim,” kata Usep saat dihubungi Tirto.

Sehingga, kata Usep, meskipun Rizieq dan kelompoknya menyatakan dukungan ke salah satu pihak, pengikutnya tetap sangat mungkin terbelah.

“Kalau dia [Rizieq] dukung Prabowo, toh ada Ma’ruf Amin yang juga dihormati pengikut 212 dan GNPF di kubu Jokowi. Begitu juga sebaliknya kalau dukung Jokowi, ada PKS yang dekat dengan 212,” kata Usep.

Oleh karena itu, kata Usep, lebih baik kedua kubu fokus kepada program-program yang mereka tawarkan untuk menggaet simpati masyarakat.

“Kedua kubu, baik petahana maupun oposisi, tentu saja diharapkan masyarakat untuk dapat membawa kondisi ekonomi dan sosial yang lebih baik. Harapan itu di programnya,” kata Usep.

Baca juga artikel terkait PILPRES 2019 atau tulisan lainnya dari M. Ahsan Ridhoi

tirto.id - Politik
Reporter: M. Ahsan Ridhoi
Penulis: M. Ahsan Ridhoi
Editor: Mufti Sholih