Menuju konten utama

Patrialis: Demi Allah Saya Tidak Terima Uang Satu Rupiah pun

Patrialis Akbar dicokok oleh KPK dalam sebuah operasi tangkap tangan. Usai diperiksa, Patrialis membantah dirinya menerima uang dari pengusaha bernama Basuki. Katanya, ia merasa dizalimi.

Patrialis: Demi Allah Saya Tidak Terima Uang Satu Rupiah pun
Hakim Konstitusi Patrialis Akbar (tengah) bergegas ke meja penandatanganan naskah berita acara pelantikan disaksikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (kanan), Hakim Konstitusi Akil Mochtar (kiri) dan Hakim Konstitusi Maria Farida (kedua kiri) saat upacara pengambilan sumpah di hadapan presiden di Istana Negara, Selasa, 13 Agustus 2013. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap hakim Mahkamah Konstitusi, Patrialis Akbar, pada Rabu (25/1/2017) malam. ANTARA FOTO/Andika Wahyu/spt/13.

tirto.id - Hakim Mahkamah Konstitusi Patrialis Akbar diduga menerima suap dari pengusaha daging sapi Basuki Hariman. Patrialis ditangkap dalam sebuah Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait pengesahan judicial review Udang-Undang Nomor 41 tentang Peternakan Dan Kesehatan Hewan.

Usai pemeriksaan 1x24 jam Patrialis resmi menyandang status tersangka oleh KPK. Usai diperiksa, Patrialis menyatakan dirinya tidak terlibat kasus tersebut.

"Saya akan mengatakan saya hari ini dizalimi. Saya tidak pernah menerima uang satu rupiah pun dari pak Basuki. Demi Allah, saya betul-betul dizalimi. Kalian bisa tanya ke pak Basuki, bicara uang saja saya tidak pernah. Sekarang saya dijadikan tersangka, bagi saya ini adalah ujian, ujian yang sangat berat," kata Patrialis di Gedung KPK Jakarta dini hari, Jumat, (27/01/2017).

"Saya minta kepada MK tidak usah terlalu khawatir, nama baik MK agak tercoreng gara-gara saya dijadikan tersangka, tapi saya katakan sekali lagi, saya tidak pernah menerima uang satu rupiah pun dari orang bernama Basuki," lanjut Patrialis yang terlihat mengenakan rompi orange tersebut.

Selain membantah tidak mengenal Basuki, penyangkalan lain yang diutarakan oleh Patrialis Akbar adalah Basuki bukanlah terdakwa dalam kasus tersebut. Mantan Menteri Hukum Dan HAM itu menerangkan bahwa Basuki bukanlah pihak pemohon Judicial review mengenai Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 yang tengah menunggu putusan MK.

"Saya terangkan sekali lagi bahwa Basuki bukanlah pihak termohon dalam perkara yang saya tangani," jelas Patrialis. Berkali-kali Patrialis menegaskan tidak menerima uang dari pengusaha bernama Basuki.

Patrialis selanjutnya akan ditahan di Rumah Tahanan Guntur cabang Gedung KPK. Begitu pun dengan tersangka lainnya.

Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitain dalam jumpa pers di Gedung KPK sebelumnya mengungkapkan kronologis hasil penangkapan yang dilakukan KPK terkait dugaan suap terhadap hakim Mahkamah Konstitusi Patrialis Akbar (PAK).

"Dugaan suap itu terkait dengan "Judicial Review" Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan," kata Basaria, seperti dilansir dari Antara.

Menurut Basaria setelah adanya laporan dari masyarakat akan terjadinya suatu tindak pidana korupsi oleh penyelenggara negara kemudian tim KPK ditugaskan melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT).

Penangkapan itu kata dia, dilakukan oleh tim KPK kemudian 11 orang diamankan dalam penangkapan itu pada Rabu (25/1) sekitar pukul 10.00 sampai 21.30 WIB di tiga lokasi yang berbeda-beda di Jakarta.

"11 orang itu Patrialis Akbar (PAK) hakim MK, Basuki Hariman (BHR) pihak swasta yang memberikan suap bersama-sama dengan NG Fenny (NGF) yang merupakan karyawan BHR, Kamaludin (KM) dari swasta yang menjadi perantara BHR dari swasta kepada PAK, dan tujuh orang lainnya," ucap Basaria.

Lebih lanjut Basaria mengatakan pada Rabu (25/1) KPK mengamankan KM di Lapangan Golf Rawamangun Jakarta Timur kemudian tim bergerak ke kantor BHR di Sunter Jakarta Utara dan mengamankan BHR beserta sekretarisnya dan 6 karwayan lainnya.

"BHR ini punya sekitar 20 perusahaan yang bergerak di bidang impor daging tetapi tidak disebutkan satu per satu di sini lalu sekitar pukul 21.30 WIB tim bergerak mengamankan PAK. Yang bersangkutan pada saat jam itu berada di pusat perbelanjaan Grand Indonesia Jakarta Pusat bersama dengan seorang wanita," tuturnya.

BHR diduga memberikan janji kepada PAK terkait permohonan uji materil UU Nomor 41 Tahun 2014 dalam rangka pengurusan perkara dimaksud.

"BHR dan NGF melakukan pendekatan kepada PAK melalui KM hal ini dilakukan BHR dan NGR agar bisnis impor daging dapat lebih lancar. Setelah melakukan pembicaraan, PAK menyanggupi membantu agar permohonan uji materil Nomor 129/PUU-XII/2015 itu dapat dikabulkan MK," kata Basaria.

Basaria menjelaskan PAK diduga menerima hadiah 20 ribu dolar AS dan 200 ribu dolar Singapura dan dalam kegiatan ini tim KPK telah mengamankan dokumen pembukuan perusahaan, voucher pembelian mata uang asing, dan draft perkara nomor 129 tersebut.

"Setelah mengamankan 11 orang, KPK melakukan pemeriksaan 1x24 jam dan KPK meningkatkan status ke penyidikan dengan penetapan empat orang tersangka," ucap Basaria.

Tersangka PAK dan KM diduga penerima disangkakan Pasal 12 huruf c atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Pasal itu menyebut mengenai hakim yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili dengan ancaman pidana penjara paling lama 20 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.

Kemudian BHR dan NGF diduga sebagai pemberi disangkakan melanggar Pasal 6 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Pasal itu menyebut orang yang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili dengan ancaman penjara maksimal 15 tahun penjara dan denda Rp750 juta.

"Sementara untuk tujuh orang lainnya yang turut diamankan saat Operasi Tangkap Tangan saat ini masih berstatus sebagai saksi," kata Basaria.

Baca juga artikel terkait OTT HAKIM MK atau tulisan lainnya dari Dimeitry Marilyn

tirto.id - Hukum
Reporter: Dimeitry Marilyn
Penulis: Dimeitry Marilyn
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti