tirto.id - Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa dua pejabat Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) menggalang pengumpulan duit patungan dari rekan-rekannya untuk menyuap auditor Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) RI senilai Rp240 juta.
Kedua pejabat Kemendes PDTT itu ialah mantan Inspektur Jenderal Kemendes PDTT Sugito dan mantan Kepala Bagian Tata Usaha dan Keuangan Itjen Kemendes PDTT Jarot Budi Prabowo.
Jaksa KPK Ali Fikri menyatakan suap itu diberikan terkait dengan pemberian opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) terhadap Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Kemendes PDTT Tahun Anggaran 2016.
Objek pemeriksaan BPK terkait laporan itu ialah di Jakarta, Banten, Aceh, Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah, dan Nusa Tenggara Barat.
Sementara penerima suap itu adalah Rochmadi Saptogiri selaku Auditor Utama Keuangan Negara III BPK RI. Suap diberikan melalui Ali Sadli selaku Kepala Sub Auditorat III B pada Auditorat Utama Keuangan Negara III BPK RI.
"Terdakwa Sugito bersama-sama dengan Jarot Budi Prabowo memberi sesuatu berupa uang tunai secara bertahap yang seluruhnya berjumlah Rp240 juta,” kata Jaksa Ali Fikri dalam sidang kasus suap dengan terdakwa Sugito dan Jarot Budi Prabowo di Pengadilan Tipikor di Jakarta, Rabu (16/8/2017).
Sebagaimana dikutip Antara, Jaksa Ali menjelaskan, pada Rapat Badan BPK 27 April 2017, Rochmadi Saptogiri dan Ali Sadli beserta tim pemeriksa memaparkan temuan pemeriksaan atas laporan keuangan Kemendes PDTT Tahun Anggaran 2016. Mereka mengusulkan laporan itu menerima opini WTP.
Kemudian, pada akhir April 2017, dua terdakwa dan Sekretaris Jenderal Kemendes PDTT Anwar Sanusi bertemu dengan Choirul Anam, Ketua Sub Tim 1 Pemeriksa BPK. Pertemuan berlangsung di ruangan Sekjen kantor Kemendes PDTT di Kalibata, Jakarta Selatan.
"Dalam pertemuan itu, Choirul Anam menginformasikan bahwa pemeriksaan Laporan Keuangan Kemendes PDTT Tahun Anggaran 2016 akan memperoleh opini WTP,” kata Jaksa Ali.
Berdasar isi surat dakwaan, Choirul Anam menyarankan agar Rochmadi Saptogiri dan Ali Sadli diberi sejumlah uang dengan mengatakan "Itu Pak Ali dan Pak Rochmadi tolong atensinya." Anwar Sanusi lalu menanyakan nominal uang yang harus diberikan. Choirul Anam menjawab, "Sekitar Rp250 juta."
Atas saran Choirul Anam, Anwar Sanusi meminta terdakwa Sugito memenuhinya dengan mengatakan, "Tolong diupayakan."
"Selanjutnya, terdakwa menyanggupinya dengan cara akan berkoordinasi dengan para Sekretaris Direktorat Jenderal (Sesditjen), Sekretaris Badan (Sesbadan), Sekretaris Inspektorat Jenderal (Sesitjen), dan Karo Keuangan dan BMN di lingkungan Kemendes PDTT," kata Jaksa Ali.
Jaksa Ali mengungkapkan bahwa untuk pemberian suap agar mendapatkan opini WTP, pada awal Mei 2017, bertempat di ruang rapat Irjen Kemendes PDTT, terdakwa Sugito, atas sepengetahuan Anwar Sanusi, mengumpulkan pejabat Sesditjen, Sesbadan, Sesitjen serta Karo Keuangan dan BMN Kemendes PDTT.
"Pada kesempatan itu, terdakwa (Sugito) meminta adanya 'atensi atau perhatian' dari seluruh Unit Kerja Eselon I (UKE I) bagi tim pemeriksa BPK berupa uang dengan jumlah Rp200 juta sampai dengan Rp300 juta," Jaksa Ali menjelaskan.
Tapi, karena terdakwa ada acara lain, dia memerintahkan Uled Nefo selaku Sesitjen dan Ekatmawati selaku Kepala Biro Keuangan dan Barang Milik Negara (Kabiro Keuangan dan BMN) Kemendes PDTT melanjutkan rapat tersebut. Rapat itu dihadiri Jarot Budi Prabowo selaku Kepala Bagian TU dan Keuangan Itjen Kemendes PDTT yang mewakili Sugito.
"Dalam forum rapat itu disepakati bahwa uang untuk Rochmadi Saptogiri dan Ali Sadli akan ditanggung oleh sembilan UKE I dengan besaran nilai sesuai kemampuan dari masing-masing UKE I.”
“Sedangkan untuk pengumpulan uang tersebut disepakati akan disetorkan kepada Jarot Budi Prabowo," ucap Jaksa Ali.
Lalu, Jaksa Ali melanjutkan, pada 10 Mei 2017 Sugito, menerima laporan dari Jarot Budi Prabowo terkait jumlah uang yang telah terkumpul sebesar Rp200 juta. Kemudian, Sugito mengarahkan Jarot Budi Prabowo untuk menyerahkan uang itu ke Rochmadi Saptogiri melalui Ali Sadli di kantor BPK RI.
Pada 26 Mei 2017, terdakwa kembali meminta Jarot Budi Prabowo menyerahkan sisa uang kepada Ali Sadli sebesar Rp40 juta.
“Uang itu ialah setoran dari UKE I Ditjen Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT) Kemendes PDTT sebesar Rp35 juta dan Rp5 juta lagi dari dana pribadi Jarot Budi Prabowo," kata Jaksa Ali.
Penulis: Addi M Idhom
Editor: Addi M Idhom