tirto.id - Presiden Joko Widodo mengaku pandemi telah memberikan ujian berat bagi Indonesia. Indonesia pun mulai berbenah diri meski belum optimal seperti berusaha membangun kemandirian obat dan vaksin.
Dalam pidato Sidang Tahunan MPR RI 2021, Jokowi mengatakan pandemi COVID-19, krisis dan resesi seperti api bagi Indonesia. Ia bahkan menyebut pandemi sebagai sebuah wilayah penggemblengan diri dalam menghadapi masalah.
"Pandemi itu seperti kawah candradimuka yang menguji, yang mengajarkan, dan sekaligus mengasah. Pandemi memberikan beban yang berat kepada kita, beban yang penuh dengan risiko dan memaksa kita untuk menghadapi dan mengelolanya," kata Jokowi di kompleks parlemen, Jakarta, Senin (16/8/2021).
Jokowi mengklaim masyarakat sudah bisa mulai menyesuaikan diri di masa pandemi. Ia mengatakan, masyarakat mulai menerapkan gaya hidup sehat dan hidup tenggang rasa. Kemudian, kapasitas kementerian dan lembaga negara dalam merespon pandemi semakin responsif. Ia menyebut penanganan berbasis data, ilmu pengetahuan dan teknologi.
Di sisi lain, lembaga legislatif, lembaga pemeriksaan dan konsolidasi kekuatan fiskal bersama TNI-Polri serta birokrasi hingga level desa dalam mendorong pendisiplinan protokol kesehatan, 3T, vaksinasi dan penyiapan fasilitas isolasi.
Jokowi juga mengklaim pemerintah terus memperkuat penyediaan layanan kesehatan seperti penambahan tempat tidur dan fasilitas pendukung. Pemerintah juga berusaha memperbaiki masalah kemandirian obat Indonesia dalam menghadapi pandemi.
"Kemandirian industri obat, vaksin dan alat-alat kesehatan masih menjadi kelemahan serius yang harus kita pecahkan, tetapi pandemi telah mempercepat pengembangan industri farmasi dalam negeri, termasuk pengembangan Vaksin Merah Putih dan oksigen untuk kesehatan," kata Jokowi.
Jokowi menuturkan, pemerintah berusaha menjamin ketersediaan obat dan oksigen.
"Ketersediaan dan keterjangkauan harga obat akan terus kita jamin dan tidak ada toleransi sedikit pun terhadap siapa pun yang mempermainkan misi kemanusiaan dan kebangsaan ini," kata mantan Wali Kota Solo itu.
Jokowi menambahkan, pemerintah juga berusaha mengamankan pasokan vaksin nasional. Namun pemerintah juga berjuang untuk hak kesetaraan akses vaksin untuk semua bangsa. Indonesia, kata Jokowi, meyakini bahwa penanganan pandemi berhasil jika akses vaksin merata dan diterima oleh seluruh lapisan masyarakat.
"Perang melawan COVID-19 tidak akan berhasil jika ketidakadilan akses terhadap vaksin masih terjadi," tutur Jokowi.
"Melalui diplomasi vaksin ini, kita telah menunjukkan kepada dunia bahwa Indonesia berperan aktif untuk ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial," kata Jokowi.
Sebelumnya, Jokowi ingin adanya roadmap atau peta jalan hidup bersama Corona, meski dengan adanya berbagai pelanggaran protokol kesehatan. Sejumlah epidemiologi menilai keinginan Jokowi itu terlalu dini bila dijalankan dalam waktu dekat, lantaran pandemi COVID-19 di Indonesia masih jauh dari kata terkendali.
Penerapan roadmap yang didahului dengan melakukan pilot project itu diungkapkan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin saat konferensi pers daring, Senin (9/8/2021) malam. Pilot project yang mengatur secara digital penerapan-penerapan prokes enam aktivitas utama.
Enam aktivitas itu ialah perdagangan modern seperti mal, departemen store, perdagangan tradisional seperti pasar atau kelontong; kantor dan kawasan industri; transportasi baik darat laut udara; pariwisata, hotel, resto, event; keagamaan; dan pendidikan.
Menurut Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI), Hermawan Saputra dengan situasi saat ini Indonesia belum saatnya memberlakukan yang disebut sebagai "roadmap hidup bersama Corona".
Baru tahun depan menurutnya paling cepat untuk bisa dimulai. "Bukan tahun ini. Kalau tahun ini kita masih harus mampu mengendalikan [pandemi COVID-19] secara serentak di Indonesia," ujarnya.
Hermawan bilang roadmap untuk dapat hidup berdampingan dengan virus Corona, memang harus dibikin. Ini dikarenakan kemungkinan Corona akan jadi penyakit endemi yang tidak hilang 100 persen dari Indonesia, tetapi bisa terkontrol dan terkendali.
Namun yang terjadi saat ini di Indonesia, menurut Hermawan, masih jauh dari terkendali. Hal itu bisa dilihat dari indikator pengendalian yang selama ini telah ditetapkan World Health Organization (WHO).
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Bayu Septianto