tirto.id - Roadmap atau peta jalan hidup bersama Corona dengan berbagai pelonggaran protokol kesehatan (prokes) dinilai terlalu dini bila dijalankan dalam waktu dekat. Sebab menurut para epidemiolog, situasi pandemi di Indonesia jauh dari terkendali.
Penerapan roadmap yang didahului dengan melakukan pilot project itu diungkapkan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin saat konferensi pers daring, Senin (9/8/2021) malam. Pilot project yang mengatur secara digital penerapan-penerapan prokes enam aktivitas utama.
Enam aktivitas itu ialah perdagangan modern seperti mal, departemen store, perdagangan tradisional seperti pasar atau kelontong; kantor dan kawasan industri; transportasi baik darat laut udara; pariwisata, hotel, resto, event; keagamaan; dan pendidikan.
Budi mengatakan untuk keenam aktivitas itu diawali dengan proses pengecekan soal status vaksinasi. Nantinya bagi orang yang sudah divaksinasi akan berlaku prokes yang lebih longgar dibandingkan yang belum divaksinasi. Salah satu yang mulai diberlakukan ada prasyarat masuk mal.
“Kalau mau masuk aktivitas tersebut harus ada screening untuk tentukan apakah yang bersangkutan sudah divaksin atau tidak. Kalau yang bersangkutan sudah divaksin mereka akan masuk dan peroleh protokol lebih longgar dari yang enggak vaksin. Sama seperti masuk resto ada daerah rokok dan enggak rokok,” kata Budi.
Namun pilot project bagian dari roadmap hidup bersama Corona yang disampaikan Menkes Budi itu menurut Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI), Hermawan Saputra masih terlalu dini.
"[Kalau mulai pemberlakuan roadmap terlalu dini] ini terlalu jauh, saya rasa itu tidak pada tempatnya saat ini. Yang paling penting sekarang ini upaya untuk 3T (tracing, testing, treatment) kemudian kendali perilaku dan mengoptimalkan peran masyarakat," kata Hermawan melalui sambungan telepon, Kamis (12/8/2021).
Menurutnya, dengan situasi saat ini Indonesia belum saatnya memberlakukan yang disebut sebagai "roadmap hidup bersama Corona". Baru tahun depan menurutnya paling cepat untuk bisa dimulai.
"Bukan tahun ini. Kalau tahun ini kita masih harus mampu mengendalikan [pandemi COVID-19] secara serentak di Indonesia," ujarnya.
Hermawan bilang roadmap untuk dapat hidup berdampingan dengan virus Corona, memang harus dibikin. Ini dikarenakan kemungkinan Corona akan jadi penyakit endemi yang tidak hilang 100 persen dari Indonesia, tetapi bisa terkontrol dan terkendali.
Namun yang terjadi saat ini di Indonesia, menurut Hermawan, masih jauh dari terkendali. Hal itu bisa dilihat dari indikator pengendalian yang selama ini telah ditetapkan World Health Organization (WHO).
Menurut WHO pandemi dapat dikatakan terkendali kalau positivity rate-nya tidak lebih dari 5 persen; mortality rate tidak lebih dari 3 persen: terjadi penurunan kasus secara signifikan dalam periode 14 hari berturut-turut; dan angka bed occupancy rate (BOR) rumah sakit tidak lebih dari 60 persen.
"Dan semua itu belum terjadi di Indonesia," katanya.
Epidemiolog asal Indonesia di Griffith University Australia Dicky Budiman juga sepakat bahwa roadmap memang harus dibikin. Namun implementasinya harus memenuhi sejumlah indikator, salah satunya ketika vaksinasi sudah merata minimal 50 persen di seluruh daerah.
Roadmap hidup bersama COVID-19, menurut Dicky memang sudah menjadi keharusan. Pada saatnya vaksinasi COVID-19 menjadi suatu insentif bagi penerimanya untuk mendapatkan pelonggaran-pelonggaran.
“Namun harus dipahami, bahwa ini belum saatnya kalau saat ini. Harus ada indikator. Kapan tahapan itu akan diberlakukan pada tahap awal dan tahap 50 persen dan full implementasi,” kata Dicky.
Saat ini, capaian vaksin secara nasional masih di bawah 20 persen. Sedangkan capaian masing-masing daerah masih timpang, dan banyak yang belum mencapai 50 vaksinasi. Artinya, kata Dicky, jika diberlakukan insentif pelonggaran protokol kesehatan bagi penerima vaksin, maka akan terjadi ketidakadilan.
“Setidaknya 50 persen capaian vaksinasi di semua wilayah bukan nasional. Tidak boleh ada yang 30 persen dan yang 90 persen. Setidaknya semuanya 50 persen pada level kabupaten kota minimal sudah tercapai,” ujar Dicky.
Jangan Sampai Blunder
Koordinator Tim Pakar dan Juru Bicara Satgas Covid-19, Wiku Adisasmito mengatakan, bukan hanya Indonesia yang tengah menyiapkan roadmap hidup berdampingan dengan Corona. Akan tetapi negara-negara lain juga menyiapkan hal yang sama.
Wiku mengatakan, sebagaimana arahan presiden bahwa masyarakat harus bersiap beradaptasi dengan situasi. Ia bilang, Covid-19 berpeluang akan hidup bersamaan dalam waktu yang tidak sebentar.
“Saat ini bukan hanya Indonesia yang tengah menyiapkan strategi jangka panjang menghadapi Covid-19, negara-negara lain dan organisasi internasional seperti World Bank dan WHO juga tengah menyiapkan panduan. Baik dari sisi kesehatan maupun ekonomi,” ujar Wiku dalam konferensi pers, Selasa (10/8/2021).
Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani mengingatkan agar pemberlakuan roadmap tak hanya sekadar mencontoh negara lain seperti Inggris, Australia, dan Singapura yang sempat menyatakan akan hidup berdampingan dengan COVID-19.
Negara-negara itu, menurutnya, memang memiliki kapasitas dan kualitas pelayan kesehatan dan cakupan vaksinasi lebih mumpuni ketimbang Indonesia. Namun mereka juga akhirnya berpikir ulang soal kebijakan tersebut atas pertimbangan karakteristik varian delta yang lebih menular.
"Atas dasar itu, jangan sampai kebijakan yang diambil pemerintah justru menjadi blunder bagi keamanan dan keselamatan warga dan masyarakat," kata Netty, Selasa lalu.
Sebab selain juga sudah meluasnya varian delta di Indonesia, cakupan vaksinasi masih sangat rendah. Sehingga menurutnya jika diberlakukan dalam waktu dekat akan menjadi persoalan.
"Ketersediaan dan distribusi vaksin belum mencukupi untuk target 208,2 juta orang sehingga total kebutuhan tidak bisa dipenuhi dalam waktu dekat," tuturnya.
Hal ini diperburuk dengan kampanye vaksinasi yang masih rendah dan tata kelola komunikasi publik tentang KIPI yang buruk. Pemerintah juga mesti mempertimbangkan tenaga kesehatan, vaksinator, fasyankes, dan ketersediaan obat dan oksigen.
Penulis: Irwan Syambudi
Editor: Abdul Aziz