tirto.id - Ketua DPP PAN Yandri Susanto mendesak Wasekjen Demokrat Andi Arief untuk mencabut tuduhan pemberian mahar Rp500 miliar kepada PAN. Mereka pun siap membawa ujaran Andi Arief ke ranah hukum apabila tidak meminta maaf atas cuitannya.
"Kami meminta Andie Arief mencabut penyataan itu dan mengklarifikasi secara terbuka dan minta maaf kepada PAN dan jika tidak dilakukan PAN akan menempuh jalur hukum. Dan pernyataan itu kita yakin adalah penyataan pribadi bukan demokrat," kata Yandri di Hotel Sultan, Jakarta, Kamis (9/8/2018) pukul 11.46 WIB.
Yandri tidak tahu maksud Andi Arief berujar masalah mahar. Akan tetapi, Anggota Komisi II DPR RI itu memastikan koalisi PAN dengan partai-partai tidak terpengaruh dengan ujaran Andi Arief.
"Sekali lagi kalau masalah Andi Arief itu tidak benar dan kami akan menempuh jalur hukum bila tidak meminta maaf," kata Yandri.
Sementara itu, Wasekjen PAN Soni Sumarsono berpendapat, ujaran Andi Arief tidak akan dibahas dalam Rakernas. Soni mengaku ujaran Andi Arief kemungkinan tidak mempengaruhi penentuan arah koalisi.
"Itu nggak jadi satu pertimbangan serius. Ketum juga sudah menyampaikan tidak benar, hoax, termasuk pak Yandri juga sudah menyampaikan bahwa itu tidak benar," kata Soni di Hotel Sultan, Jakarta, Kamis (9/8/2018) sekitar pukul 11.07.
"Saya kira DPW-DPW lebih fokus bagaimana ini lah terkait usulan capres-cawapres bukan isu-isu," lanjut Soni.
Wasekjen Demokrat, Andi Arief menyebut Wakil Gubernur DKI Jakarta, Sandiaga Uno membayar PKS, PAN dan Gerindra sebesar Rp500 miliar untuk mendapatkan jatah cawapres pendamping Prabowo Subianto.
"Di luar dugaan kami ternyata Prabowo mementingkan uang ketimbang jalan perjuangan yang benar. Sandiaga Uno yang sanggup membayar PAN dan PKS masing-masing Rp500 miliar menjadi pilihannya untuk cawapres," kata Andi saat dihubungi, Rabu (8/8/2018) malam.
Atas hal itu, Andi menyebut Prabowo sebagai "jenderal kardus" dan menyatakan Demokrat tidak lagi bersedia berkoalisi dengan PKS, PAN dan Gerindra di Pilpres 2019.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Yantina Debora