tirto.id - Hampir semua tim redaksi dan kolumnis media arus utama berbahasa Inggris mengamuk menanggapi pidato inaugurasi Donald Trump. Sekali lagi mereka kaget, setelah rangkaian kejutan yang disodorkan Pak Donald dalam setahun terakhir, dan tak bisa menahan diri untuk tidak memuntahkan kemarahan. Kagetan sudah menjadi semacam tren pakaian terbaru di sana, di segala musim.
Padahal, tidak ada yang baru dalam retorika Pak Donald. Ia hanya melanjutkan apa-apa yang keluar dari mulutnya sejak mencalonkan diri menjadi presiden, bahkan memang sudah begitu itulah pikiran dan ucapan (dan tindakan—pendeknya DNA) Pak Donald sejak zaman prasejarah.
Tak ada yang perlu dikejutkan. Pers Amerika tampaknya sulit sekali belajar dari sejarah.
"Hari ini kita bukan hanya mentransfer kekuasaan dari satu pemerintahan ke yang lain, kita sedang mentransfer kekuasaan dari Washington DC dan mengembalikannya kepada Anda--rakyat," kata Pak Donald.
Pidato ini mirip pidato Pak Bane, musuh utama Batman dalam film The Dark Knight Rises—baris terakhirnya persis malah: "Kita ambil-alih Gotham dari makhluk-makhluk korup! Orang-orang kaya! Penindas dari generasi ke generasi yang terus menginjak Anda dengan mitos kesempatan, dan mengembalikannya kepada Anda—rakyat ."
Di mata dewan editorial The New York Times, Pak Donald tak ubahnya penjahat kelas kakap seperti Pak Bane. Dalam tajuk rencana berkepala Apa yang Presiden Trump Tidak Pahami tentang Amerika, mereka menyebut, pada pelantikan itu "Presiden Trump menyajikan visi ahistoris yang mengganggu dan tak tahu malu" dan melempar lebih banyak "keraguan daripada harapan untuk kepemimpinannya."
Alih-alih memuji mimpi-mimpi dan hal-hal ideal Amerika, Pak Donald memang mengumbar sisi lain negeri Paman Sam yang selama ini tak banyak diekspos politikus tingkat atasnya. Pak Donald menampilkan Amerika yang menjadi korban.
"Mulai hari ini dan seterusnya, hanya Amerika yang utama. Amerika yang utama," serunya. "Kita harus melindungi perbatasan kita dari kerusakan sebab negara lain meniru produk kita, mencuri perusahaan kita, dan mengacaukan lapangan pekerjaan kita."
Meski The New York Times mengaku tidak berharap muluk-muluk, pidato itu bagi mereka benar-benar amat-sangat mengecewakan. Ter-la-lu.
"Ia menyesalkan semua kemunduran sebagai pengkhianatan terhadap Amerika, secara implisit ia menjelek-jelekkan empat presiden pendahulunya yang duduk mendengarkan di belakangnya," tulis mereka.
Saking senewennya, mereka sampai menambahkan: "Empat mantan presiden itu, baik Demokrat maupun Republik, pastilah mengutamakan kepentingan Meksiko, atau mungkin Swedia, atau Cina."
Sedangkan The Washington Post, menyoroti absennya kata-kata kunci penting yang selama ini selalu ada dalam pidato pengukuhan presiden: "Kebebasan", "keadilan", "kedamaian", dan sebagai gantinya, Pak Donald memakai "pembantaian", "koyak", "kemalingan" dan "kacau".
Secara keseluruhan, pidato Pak Trump berorientasi ke dalam. Satu-satunya agenda luar negeri yang diutarakannya hanyalah "menyatukan kembali aliansi lama dan membentuk yang baru... melawan terorisme Islam radikal, yang akan kita musnahkan sampai ke akar-akarnya dari muka bumi ini."
Pak Trump bahkan mengkritik para pendahulunya yang terlalu sibuk jadi polisi dunia, "menyubsidi tentara negara lain sementara membiarkan militer kita secara menyedihkan meniris; Kita mempertahankan perbatasan negeri lain sambil menolak mempertahankan perbatasan kita sendiri.”
Pak Vladimir Putin di Rusia tentu girang sekali menyaksikan upacara pengukuhan Pak Donald. Setelah sekian lama ia dan negaranya berlomba-lomba dengan Amerika menjadi penguasa dunia, kini negara saingannya dipimpin oleh seorang miliuner yang kelihatannya hanya akan sibuk mengurusi perut dan dompet rakyatnya saja dan sama sekali tak berniat bikin ulah di tempat lain—seperti yang sudah-sudah.
Pak Putin tiruan langsung tampil tanpa baju di acara televisi Saturday Night Live.
"Saya senang melihat begitu banyak orang yang hadir di pelantikan Anda," kata Pak Putin KW-2. Layar lalu dipenuhi gambar lautan manusia mengenakan topi rajut warna pink.
"Oh, tunggu, itu Pawai Perempuan (Anti-Trump)," koreksi Pak Putin. "Nah, ini baru pelantikan (Anda)." Tampaklah gambar alun-alun depan Gedung Putih yang kosong.
Tiga pekan sebelumnya, kolumnis satire The New Yorker Andy Borowitz menulis: Kremlin menganugerahi Donald J. Trump penghargaan sebagai Pegawai Negeri Terbaik bulan ini. "Tak seorang pun yang bekerja lebih tak kenal lelah untuk Tanah Air daripada Donald Trump," kata Presiden Putin dalam pernyataan resminya. "Ia telah meninggikan standar bagi pegawai Kremlin, dan karena itu, kami angkat topi untuknya."
Menurut sumber Borowitz di Kremlin, untuk meraih penghargaan tersebut Pak Donald harus bersaing ketat dengan Presiden Suriah Bashar Al-Assad dan CEO ExxonMobil Rex Tillerson (kandidat kuat Menteri Luar Negeri AS pilihan Pak Trump). Dan Pak Donald mengaku tersanjung atas kehormatan itu. "Obama jadi presiden selama delapan tahun dan belum pernah memenangkan penghargaan ini," katanya. "Pecundang."
Andy Borowitz ingin mengajak warga Amerika tertawa dengan satirenya, meski kecut. Tapi sepertinya masih saja banyak yang belum bisa menerima kenyataan bahwa Pak Donald adalah presiden mereka setidaknya untuk empat tahun ke depan.
Mungkin Amerika lelah.
Penulis: Arlian Buana
Editor: Arlian Buana