Menuju konten utama

Donald Trump yang Pingsan Lebih Cocok Jadi Presiden

Pertarungan Donald Trump dan Hillary Clinton adalah pertarungan dua pendekar yang—jika usianya dikombinasikan— paling tua dalam sejarah pilpres Amerika. Lebih dari tahun-tahun sebelumnya, pemilih di sana tentu ingin memastikan calon yang mereka pilih sehat walafiat.

Donald Trump yang Pingsan Lebih Cocok Jadi Presiden
Hillary Clinton berbicara kepada pendukungnya dalam reli malam pemilihan California yang diadakan di Brooklyn, New York, Amerika Serikat, Selasa (7/6). antara foto/reuters/shannon stapleton/

tirto.id - Menurut hasil survei terbaru, pemilih Amerika menilai Hillary Clinton dalam keadaan pingsan "secara substansial lebih sehat" untuk menjadi presiden daripada Donald Trump yang mendusin. Disodori pilihan antara Hillary yang tidak sadar dan Donald berkesadaran penuh, responden pemilih Hillary yang lembam unggul sembilan persen atas pemilih Donald yang aktif.

Temuan yang dirilis Senin kemarin ini membuat tim kampanye Hillary bungah. "Kami punya semua alasan untuk percaya Hillary akan menjadi presiden berkesadaran penuh," kata juru bicara tim Hillary. "Bahkan meski tidak, ia tetap pilihan yang jauh lebih baik [daripada pesaingnya]."

Selain itu, survei yang sama juga menunjukkan: Donald Trump yang pingsan lebih cocok jadi presiden daripada yang mendusin.

Jangan girang dulu, berita tiga paragraf di atas adalah artikel satire Andy Borowitz di New Yorker setelah semua media arus utama berbahasa Inggris ramai-ramai mengabarkan isu kesehatan Hillary dan kontroversi yang mengikutinya. Para pendukung Hillary menjadi khawatir akan seperti apa kepemimpinannya, sedangkan para pendukung Trump mendapat amunisi baru untuk menyerang Hillary dan tanpa banyak cingcong langsung mengecamnya dan semakin yakin istri Bill Clinton itu tak pantas jadi presiden. Dan seperti biasa, media sosial riuh-rendah dengan percakapan dan perdebatan mengenainya, media-media sibuk meminta pendapat para pakar mengenai persoalan ini.

Merespons semua keributan itu, Andy menulis humor segar di kolomnya, "The Borowitz Report," yang terkenal sebagai kolom satire kelas satu. Di fanpage-nya, untuk postingan artikel ini, sembilan belasan ribu orang memberi jempol dan tiga ribu di antaranya ikut membagikan kembali dan seribuan orang meramaikan kolom komentar walau hanya dengan satu kata atau emotikon ungkapan bersepakat. Di fanpage tersebut, Andy memang sering melempar komentar sengit tapi lucu untuk Donald Trump sehingga tak heran jika mayoritas para penyukanya adalah juga pendukung Hillary.

Setiap orang Amerika bersama teman-temannya, atau emaknya, atau bapaknya, pakde-bude atau paklik-buliknya, atau oma-opanya, jadi ikut membicarakan kesehatan Hillary seperti membicarakan kesehatan salah satu anggota keluarga sendiri. Ini karena pada acara peringatan tragedi 9/11, Hillary tiba-tiba meninggalkan lokasi dan terlihat sempoyongan saat mau masuk mobil yang mengangkutnya sehingga beberapa pengawal pribadinya harus memapahnya.

Tim kampanyenya beberapa saat kemudian menyatakan, Hillary hanya "kepanasan." Setelah beberapa jam banyak spekulasi beredar, tim kampanyenya mengatakan bahwa ia telah didiagnosis mengidap pneumonia.

Lalu orang-orang mulai bertanya-tanya, mengapa Hillary dan timnya tidak terbuka sejak awal. Ini jelas bukan perkembangan bagus untuk pencalonannya karena di banyak kasus, Hillary kerap dikritik dan dicap terlalu banyak menyimpan rahasia di hadapan rakyat Amerika dan punya masalah besar dengan transparansi.

Pada Senin 12 September silam, dalam wawancara yang disiarkan CNN, Hillary menekankan, bahwa ia dan timnya "punya standar tinggi tentang transparansi" dan menurutnya, pneumonia bukan "masalah besar" untuk langkahnya menuju Kantor Oval di Gedung Putih merebut kursi presiden.

Selanjutnya ia menerangkan, sehari sebelumnya ia hanya merasa pusing dan kehilangan keseimbangan tetapi tidak sampai hilang kesadaran. Ketika dihubungi CNN, ia sudah mendingan dan "merasa jauh lebih sehat."

"Harusnya saya istirahat lima hari, itu yang tim dokter saya bilang Jumat lau, dan saya tidak mengikuti nasihat bijak itu," kata Clinton. "Saya ingin masalah ini cepat selesai dan saya akan kembali memenuhi jadwal kampanye secepat mungkin."

Dalam kesempatan tersebut, Hillary menjawab kritik mengenai transparansi rekam jejak kesehatannya sambil menyerang rivalnya, Donald Trump, capres dari Partai Republik.

"Coba bandingkan segala sesuatu yang Anda ketahui tentang saya dengan pengetahuan Anda tentang lawan saya. Saya pikir sudah waktunya ia membuka sejumlah informasi yang levelnya sama dengan yang sudah saya ungkap selama bertahun-tahun," kata Hillary. "Ini waktu yang tepat baginya untuk memenuhi standar keterbukaan yang sama—bukan hanya kepada saya."

Hillary mulai batuk-batuk di depan kamera sejak pekan lalu. Saat ditanya apakah ia alergi, dengan bercanda menjawab, "ya, alergi Trump."

Namun, tim kampanyenya mengakui, diagnosis pneumonia itu telah mereka dapatkan sejak Jumat dan meminta maaf tidak membukanya langsung kepada khalayak. "Saya pikir seharusnya kami bisa menangani situasi ini lebih baik," kata Brian Fallon, juru bicara Hillary, kepada MSNBC. "Seharusnya kami memberi informasi lebih cepat."

Donald Trump, yang sebelumnya pernah mempertanyakan apakah Hillary cukup sehat untuk menjadi presiden, menanggapi persoalan ini tidak seperti biasanya, ia terlihat lebih tenang dan simpatik. "Saya hanya berharap Hillary lekas sembuh," kata Donald. "Dan kita akan lihat penampilannya dalam debat capres." (Debat yang Donald usulkan tanpa moderator, karena menurutnya sistem itu "tidak adil" dan telah diatur sedemikian rupa untuk menjatuhkannya)

Pertarungan Donald Trump dan Hillary Clinton adalah pertarungan dua pendekar politik—jika usianya dikombinasikan—tertua dalam sejarah pilpres Amerika. Lebih dari tahun-tahun sebelumnya, para pemilih di sana tentu sangat ingin memastikan calon yang akan mereka pilih sehat walafiat seperti kuda liar dari Sumbawa.

Baca juga artikel terkait DEBAT CAPRES AS atau tulisan lainnya dari Arlian Buana

tirto.id - Politik
Reporter: Arlian Buana
Penulis: Arlian Buana
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti