Menuju konten utama

Orang Dewasa pun Tetap Butuh Nutrisi Susu

Beberapa mitos bikin orang dewasa enggan minum susu. Padahal, susu tetap bermanfaat asal sesuai dengan kebutuhan asupan harian.

Orang Dewasa pun Tetap Butuh Nutrisi Susu
Ilustrasi Anak Minum Susu. foto/istockphoto

tirto.id - Minum susu adalah rutinitas yang tidak lazim dilakukan orang dewasa di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Ada beberapa mitos yang membikin orang dewasa di negara berkembang enggan meminum susu. Termasuk soal membikin masalah berat badan, dan persepsi bahwa orang dewasa tak perlu lagi minum susu.

Indonesia, memiliki tantangan besar untuk meningkatkan kesadaran masyarakat meminum susu. Angka konsumsi susu nasional Indonesia, tak pernah melampaui 20 kg/kapita/tahun. Dari 2002, konsumsi susu nasional Indonesia hanya bergerak di kisaran angka 12-13 kg/kapita/tahun. Jika dibandingkan negara Asia Pasifik lain, Indonesia menjadi negara dengan tingkat konsumsi susu paling rendah.

Data terbaru dari BPS menyebut konsumsi susu naik menjadi sekitar 16,62 kg/kapita/tahun. Meski demikian, angka ini masih jauh di bawah negara ASEAN lainnya, misal Malaysia dengan 36,2 kg/kapita/tahun, Myanmar 26,7 kg/kapita/tahun, Thailand 22,2 kg/kapita/tahun, dan Philipina 17,8 kg/kapita/tahun.

Konsumsi susu nasional sebesar 5 persen juga tidak sejalan dengan peningkatan produksi susu segar dalam negeri (SSDN) yang baru mencapai 2 persen.

Ada beberapa mitos seputar susu yang beredar dan memengaruhi keinginan orang mengonsumsi produk tersebut. Mitos pertama menyebutkan bahwa produk susu diperuntukkan bagi anak-anak. Orang dewasa tidak butuh susu karena sudah tidak memiliki enzim pencerna susu.

Faktanya, kalsium bagi orang dewasa tak boleh dieliminasi keberadaannya.

“Berdasarkan angka kecukupan gizi (AKG) yang dikeluarkan oleh Permenkes RI No. 75/2013, usia dewasa membutuhkan asupan kalsium 1.000-1.200 mg/hari,” tutur Diana F. Suganda, Dokter Spesialis Gizi Klinis.

Kalsium memang bukan cuma terkandung dalam susu, tapi juga sumber makanan lain, seperti ikan teri, brokoli, dan sayuran hijau gelap. Namun, European Milk Forum menyebutkan jika asupan kalsium pada susu diganti produk lain, asupan nutrisi lain seperti protein, kalium, magnesium, fosfor riboflavin, vitamin A, dan vitamin B12 akan berkurang.

“Tubuh hanya mendapat pengganti kalsium, tapi tidak dengan nutrisi lainnya.”

Merunut Manfaat Lain dari Susu

Selama ini, kita paham bahwa susu merupakan sumber kalsium yang bagus untuk pertumbuhan tulang dan gigi. Namun, apakah berarti kandungan nutrisi dalam susu hanya bermanfaat bagi kesehatan tulang dan gigi saja?

Faktanya, kandungan nutrisi dalam susu bukan cuma kalsium saja. Dalam segelas susu (250 ml) terkandung energi sebesar 146 kkal, makronutrisi berupa karbohidrat 12,8 gr (sekitar 4 persen dari kebutuhan harian), protein 7,9 gr (16 persen kebutuhan harian), lemak total 7,9 gr (12 persen kebutuhan harian).

Susu juga mengandung banyak mikronutrisi seperti vitamin A, vitamin D, riboflavin, asam folat, kalsium, magnesium, fosfor, dan kalium. Selain itu, juga terdapat asam lemak esensial seperti omega-3 dan omega-6.

Konsumsi susu disertai diet rendah garam dapat membantu menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi. Manfaat tersebut didapat dari kalium dan magnesium pada susu.

"Mikronutrisi ini meski sedikit tapi perananannya penting, kalau tidak ada ya metabolisme tidak jalan," kata Diana.

Sebuah penelitian yang terbit dalam Journal of Clinical Nutrition (2015) pada orang lanjut usia (65 tahun ke atas) juga menyatakan bahwa mereka yang rutin minum susu punya antioksidan glutathione di otak yang lebih tinggi.

Glutathione merupakan antioksidan pelindung otak dari reactive oxygen species (ROS) dan radikal bebas yang membikin stres oksidatif. ROS dan radikal bebas yang menumpuk di otak berhubungan dengan penyakit fungsi otak, seperti parkinson, alzheimer, dan dimensia.

“Mitos ketiga menyangkutpautkan susu dengan masalah obesitas. Padahal, obesitas terjadi lantaran total asupan harian yang melebihi kebutuhan.”

Infografik Susu

Infografik Susu. foto/Fuad

Bagaimana Soal Intoleransi Laktosa?

Banyak orang juga menghindari susu lantaran khawatir membikin diare atau intoleransi laktosa dalam bahasa medisnya. Padahal, penelitian oleh Savaiano dkk. yang dipublikasikan di Journal of Nutrition (2006) membantah mitos tersebut. Peneliti menganalisis 21 sampel penelitian tentang intoleransi laktosa dari 1966 hingga Januari 2002.

Mereka lalu membandingkan efek susu dengan placebo pada individu tanpa gangguan pencernaan. Ternyata laktosa bukan penyebab masalah saluran cerna seperti diare. Ada banyak penyebab diare, misalnya akibat infeksi atau iritasi.

Susu dapat menyebabkan diare hanya pada individu yang mengalami intoleransi laktosa. Susu segala rasa maupun produk susu lain bisa membikin diare pada individu dengan kondisi tersebut.

“Kalau diare hanya karena minum susu putih, itu bukan intoleransi laktosa, karena semua susu punya laktosa. Produk susu yang difermentasi justru digunakan untuk terapi diare,” ucap Diana.

Mitos kelima, soal pilih-pilih jenis susu karena menganggap hanya jenis tertentu yang baik untuk tubuh. Banyak orang menghindari susu full cream karena dianggap terlalu gurih dan berlemak. Mereka lebih memilih susu skim atau susu rendah lemak.

Faktanya, hasil penelitian yang terbit dalam Skandinavian Journal of Primary Health (2013) menyatakan susu tinggi lemak dikaitkan dengan risiko obesitas lebih rendah dibanding susu rendah lemak. Hipotesisnya, susu tinggi lemak menciptakan rasa kenyang sehingga asupan makanan lain jadi berkurang.

“Jadi, jangan takut minum susu full cream. Asalkan sesuaikan dengan asupan total harian.”

Jangan lupa juga, konsumsi susu harus diimbangi dengan olahraga seimbang. Hentakan kaki atau tarikan otot berperan dalam pertumbuhan tulang, dengan dukungan kalsium sebagai bahan pembentuk tulang. Asupan kalsium tanpa ditunjang olahraga hanya sia-sia belaka.

Baca juga artikel terkait SUSU atau tulisan lainnya dari Aditya Widya Putri

tirto.id - Kesehatan
Penulis: Aditya Widya Putri
Editor: Fadrik Aziz Firdausi