tirto.id - Ombudsman Republik Indonesia (ORI) mengimbau Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin melakukan moratorium pendaftaran umrah selama dua bulan. Hal ini menyusul temuan sejumlah maladministrasi di Kementerian Agama terkait pelaksanaan umrah PT Amanah Bersama Ummat (Abu Tours & Travel).
Komisioner Ombudsman Ahmad Suhaedy berkata, pada masa moratorium ini Kemenag harus melakukan audit menyeluruh terhadap semua Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) sesuai dengan persyaratan. Tujuannya untuk memastikan pelayanan ke masyarakat dilakukan dengan memperhatikan perlindungan hukum.
“Selama moratorium pendaftaran agar dipastikan seluruh jemaah yang telah terdaftar di semua PPIU dijamin keberangkatannya,” kata Suhaedy, di Jakarta, Selasa (17/4/2018).
Selain itu, Ombudsman menyarankan agar Kemenag bisa lebih fokus pada aspek ibadah dan bekerja sama dengan pihak lain yang lebih berkompeten, baik pada aspek bisnis, pengawasan, maupun akreditasi PPIU.
Ombudsman juga mengimbau agar Kemenag membuat aturan terkait status hukum kepada PPIU dan pengelolanya yang melakukan pelanggaran selama audit dan yang izinnya telah dicabut tidak dapat mendaftar kembali.
“Agar mereka tidak dapat mendaftarkan kembali sebagai PPIU di kemudian hari,” kata Suhaedy.
Namun Lukman memastikan pihaknya tidak akan melakukan moratorium pendaftaran jemaah. Lukman berkata, banyak yang mispersepsi dari imbauan ORI terkait moratorium pendaftaran umrah. Lembaga itu disebutnya telah mengambil kesimpulan berdasarkan fakta yang tidak komprehensif.
“Menurut saya ini jump to conclusion. Kalau cara pandangnya hanya satu sudut pandang saja, tidak secara menyeluruh, tentu akan melahirkan kesimpulan yang tak tepat,” kata Lukman, di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Rabu (18/4/2018).
Menurut Lukman ada cara lain yang akan dilakukan Kemenag terkait pembenahan pendaftaran umrah dibanding moratorium.
“Kami lakukan dua langkah besar. Pertama, penguatan regulasi dengan cara merevisi PMA [Peraturan Menteri Agama] terkait umrah. Kedua, mempersiapkan aplikasi berbasis elektronik terkait Sistem Informasi Pengawasan Terpadu Umrah dan Haji Khusus [Sipatuh]” kata dia.
Revisi peraturan yang disebut Lukman adalah PMA Nomor 8 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah (PDF). Aturan itu menggantikan peraturan serupa yang terbit pada 2015.
Kemenag, kata Lukman, juga telah menetapkan referensi untuk digunakan biro umrah menetapkan tarif dengan patokan harga Rp20 juta. Aturan mengenai batas minimal tarif itu terdapat di Keputusan Menteri Agama Nomor 221 tahun 2018 tentang BPIU Referensi.
“Ini akhir April akan kami launching [Sipatuh] karena ini aplikasi untuk mengawasi seluruh proses yang dilakukan para biro travel,” kata Lukman.
Hal senada diungkapkan Kepala Biro Humas dan Informasi Kemenag, Mastuki. Menurut dia, sebagai antisipasi terjadinya penipuan jemaah umrah, pihaknya telah melakukan moratorium PPIU, tapi bukan moratorium pendaftaran jemaah.
“Pendaftaran travel PPIU baru itu sudah kami lakukan sejak dua minggu lalu. Setelah [kasus] Abu Tours, kami Kemenag mengeluarkan moratorium tidak membuka lagi pendaftaran PPIU baru,” kata Mastuki, Rabu (18/4/2018).
Saat ini, kata dia, Kemenag tengah mendata PPIU yang ada. Berdasarkan data terakhir di Kemenag, ada sekitar 906 PPIU aktif di Indonesia. Dari 906, ada sekitar 783 PPIU yang sudah mendaftarkan diri lewat program Sipatuh.
Karena itu, Mastuki berpandangan, Ombudsman tidak perlu meminta moratorium jemaah karena masih ada PPIU yang baik dan tidak ada masalah. “Itu enggak mungkin kami moratorium karena tidak ada alasan untuk memberikan moratorium terhadap jemaah yang sudah akan mendaftar di PPIU yang selama ini kami nilai tidak ada masalah dan seterusnya,” kata Mastuki.
Sementara Ketua Asosiasi Penyelenggara Haji Umrah dan Inbound Indonesia (Asphurindo), Syam Resfiadi mengatakan, pemerintah tidak perlu menerapkan moratorium dalam proses rekrutmen PPIU maupun jemaah umrah. Menurut Syam, kebijakan memoratorium justru mematikan pengajuan izin PPIU baru.
“Saya tidak merekomendasi moratorium itu diberlakukan karena itu sama saja mematikan orang yang sedang mengajukan permohonan izin,” kata Syam kepada Tirto, Rabu.
Syam berpandangan, perbaikan tidak mungkin hanya dilakukan sebentar. Ia memprediksi, pembaruan pelayanan baru optimal setelah satu musim haji selesai. Saat ini, kata dia, pemerintah masih mencari cara terbaik menangani masalah umrah, salah satunya dengan menerbitkan regulasi dan menerapkan Sipatuh.
Menurut Syam, pemerintah seharusnya tidak mengorbankan PPIU yang berjalan dengan baik. Ia tidak ingin para PPIU yang berusaha menjalankan bisnis umrah dengan baik terdampak kelakuan PPIU nakal, seperti First Travel atau Abu Tours. Pemerintah seharusnya berfokus pada penindakan PPIU nakal.
“Buruk satu, seribu disalahkan, kan, enggak benar. Kalau yang buruk ada si Abu [Tours &] Travel, fokusin aja... ngapain ke yang lain-lain,” kata Syam.
Temuan Ombudsman RI
Imbauan komisioner Ombudsman soal moratorium pendaftaran jemaah umrah bukan tanpa dasar. Ombudsman menemukan empat maladministrasi dalam pelaksanaan ibadah umrah yang dilakukan Abu Tours. Hal tersebut terungkap setelah pihak Ombudsman mendapatkan laporan dari sejumlah calon jemaah umrah Abu Tours.
Pertama, Ombudsman menemukan indikasi inkompetensi Kemenag dalam penanganan haji dan umrah. Kemenag dinilai terlambat karena baru bertindak setelah korban penipuan jemaah umrah berjatuhan.
“Kementerian Agama baru melakukan pencabutan setelah muncul korban 86 ribu jemaah dan penggelapan dana sebesar Rp1,8 triliun,” kata Suaedy.
Temuan kedua, Ombudsman menilai Kemenag tidak mengawasi secara efektif PPIU. Mereka menyoroti banyaknya jemaah yang gagal berangkat atau tidak memperoleh penggantian biaya dari PPIU Abu Tours.
Ketiga, kata Suaedy, Kemenag membiarkan penyimpangan prosedur terjadi dalam proses pelayanan haji dan umrah. Kemenag dianggap lalai lantaran membiarkan calon jemaah umrah bertransaksi dengan PPIU tanpa kontrak tertulis. Hal ini menimbulkan potensi kerugian calon jemaah umrah.
Sementara temuan keempat, Ombudsman menemukan dugaan penyalahgunaan wewenang. Salah satu yang menjadi sorotan adalah pemberian izin kepada Abu Tours untuk memberangkatkan para calon jemaah. Padahal, pihak Kemenag sudah mencabut izin umrah Abu Tours.
Terkait temuan Ombudsman tersebut, Lukman mengaku mengapresiasi dan berusaha memperbaiki proses rekrutmen umrah.
“Kami memiliki komitmen yang sama antara kami dan ORI, bagaimana agar manajemen pengelolaan terkait dengan pengawasan penyelenggaraan umrah harus lebih dioptimalkan, ditingkatkan, diefektifkan ke depan,” kata Lukman, di Kantor Ombudsman, Jakarta, Selasa kemarin.
Meski mempunyai komitmen yang sama, Lukman mengoreksi sejumlah temuan Ombdusman. Ia mengingatkan, karakteristik para korban Abu Tours terbagi menjadi 4 kategori. Salah satu kategori jemaah adalah meminta untuk tetap diberangkatkan. Oleh sebab itu, Kemenag akhirnya memberikan solusi dengan mempersilakan para calon jemaah Abu Tours berangkat, tetapi menggunakan travel lain.
Kepala Biro Humas dan Informasi Kementerian Agama, Mastuki menambahkan, pihaknya justru tidak bertindak lambat dalam penanganan kasus umrah Abu Tours maupun First Travel. Ia mencontohkan kasus First Travel yang dicabut izinnya sebelum polisi menangkap pimpinan perusahaan tersebut.
“Pada saat [kasus] Abu Tours juga seperti itu, sebenarnya kami sudah memiliki bukti-bukti berdasarkan hasil audit keuangan Abu Tours, itu sudah memenuhi syarat untuk dicabut,” kata Mastuki saat dikonfirmasi Tirto terkait temuan Ombudsman, Rabu (18/4/2018).
Mastuki menuturkan, berdasarkan hasil kajian penanganan perkara First Travel, misalnya, pihak Bareskrim sempat ada kendala mencari aset perusahaan. Oleh sebab itu, dalam kasus Abu Tours, kata dia, pihak Kemenag menunda pencabutan hingga pihak kepolisian menyatakan pemilik bisnis tersangka. Setelah penetapan tersangka, pihak Kemenag pun langsung mencabut izin Abu Tours.
Saat ini, kasus Abu Tours sedang ditangani Polda Sulawesi Selatan. Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Sulsel, Komisaris Besar Polisi Dicky Sondani mengatakan, pihaknya terus menelusuri aset milik Abu Tours.
“Kami masih mengejar aset-aset Abu Tours yang lain. Asetnya tersebar di 15 provinsi,” kata Dicky saat dihubungi Tirto, Rabu (18/4/2018).
Dicky mengatakan, pihak kepolisian sudah menyita 21 aset tidak bergerak di tiga kota, yakni 17 aset di Makassar, 2 aset di Jakarta, dan 2 di Depok. Menurut dia, pihaknya juga menyita sekitar 16 mobil dan 4 motor di Makassar, 13 mobil di Jakarta, dan 1 mobil di Palembang.
Selain itu, pihak kepolisian juga menyita 33 aset barang elektronik, yakni 24 komputer dan 3 laptop di Makassar, 2 komputer dan 4 kamera di Jakarta Selatan. Mereka juga telah menyita aset berbentuk uang di dua kota. Di Makassar, pihak kepolisian menyita uang 11.250 RIYAL,140 USD, 2.492.000 IDR. Sementara itu, di Depok, kepolisian menyita 43 RIYAL, 7 RINGGIT, 1 DINAR, 1 USD, 62 SGD.
“Estimasi mencapai Rp150 miliar,” kata Dicky.
Dicky menambahkan, pihak kepolisian pun masih menerima laporan dari korban penipuan Abu Tours. Hingga saat ini, kata dia, pihak Polda Sulsel sudah menerima sekitar 10.000 lebih laporan dari korban jemaah Abu Tours.
Penulis: Abdul Aziz
Editor: Abdul Aziz