Menuju konten utama

First Travel Hingga Hannien Tour: Kenapa Penipuan Umrah Berulang?

Kasus First Travel dan Hannien Tour tidak akan terjadi jika sejak awal ada antisipasi dan tindakan konkret yang dilakukan  regulator.

First Travel Hingga Hannien Tour: Kenapa Penipuan Umrah Berulang?
Ilustrasi. Umat muslim melaksanakan ibadah Haji di Mekkah. FOTO/Istock

tirto.id - Izin operasional PT Biro Perjalanan Wisata Al-Utsmaniyah Tours atau yang lebih populer dengan nama Hannien Tour resmi dicabut oleh Kementerian Agama. Ia terbukti melakukan pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 65 huruf a Peraturan Pemerintah No. 79 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji.

Pencabutan izin operasional tersebut tertuang dalam Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 941 Tahun 2017 tentang Penjatuhan Sanksi Administratif Pencabutan Izin Penyelenggaraan PT. Biro Perjalanan Wisata Al-Utsmaniyah Tours sebagai Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU).

Dengan sanksi itu, Hannien Tour tidak memiliki hak lagi untuk menjual paket umrah, menerima pendaftaran, dan memberangkatkan jemaah umrah. Sebaliknya, Hannien Tour tetap berkewajiban mengembalikan seluruh biaya yang telah disetorkan jemaah atau melimpahkan jemaahnya yang telah terdaftar kepada PPIU lain untuk diberangkatkan.

Namun, langkah pencabutan izin operasional Hannien Tour tersebut dinilai terlambat. Ketua Umum Himpunan Penyelenggara Umrah dan Haji (Himpuh) Baluki Ahmad menyatakan, semestinya sejak adanya indikasi penipuan, Kementerian Agama selaku regulator bertindak cepat, tidak perlu menunggu jatuhnya korban.

Selama ini, kata Baluki, upaya preventif kerap dilupakan, bahkan Kementerian Agama hampir tidak pernah memberdayakan asosiasi penyelenggara haji dalam melakukan pengawasan. Kasus First Travel dan Hannien Tour tidak akan terjadi jika sejak awal ada antisipasi dan tindakan konkret yang dilakukan pihak regulator.

“Kami sudah sampaikan sejak jauh-jauh hari [adanya indikasi pelanggaran], tapi tidak diperhatikan,” kata Baluki kepada Tirto, Rabu (3/1/2018).

Padahal sebagai regulator, kementerian agama juga harus melakukan pengawasan, tidak hanya membuat aturan. “Pengawasan regulator sangat lemah. Begitu ada informasi [dugaan penipuan] seharusnya langsung diproses,” kata Baluki menambahkan.

Terkuaknya kasus First Travel tahun lalu, kata Baluki, seharusnya menjadi pelajaran bagi regulator untuk meningkatkan pengawasan dan melakukan upaya pencegahan. Hal ini penting dilakukan agar biro perjalanan umrah menaati aturan dan kasus penipuan jemaah tidak terulang kembali.

Selain itu, calon jemaah juga perlu ikut andil agar tidak mudah tergiur oleh iming-iming promo umrah yang tidak masuk akal. Apalagi, Kementerian Agama sempat membuat kesepakatan dengan penyelenggara umrah soal standar biaya minimum berangkat umrah sebesar 1.700 dolar AS atau sekitar Rp23 juta. Namun, di lapangan kesepakatan soal tarif ini sering diabaikan.

Hal senada juga diungkapkan Bungsu Sumawijaya, Ketua Bidang Organisasi, Keanggotaan & Kelembagaan DPP Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (Amphuri). Kasus penipuan oleh travel umrah terjadi karena modal yang diterapkan oleh mereka adalah skema ponzi.

“Yang sering bermasalah selama ini adalah travel yang menerapkan skema ponzi. Kalau travel umrah biasa tidak ada masalah,” kata Bungsu, kepada Tirto, Rabu (3/1/2018).

Terkait kasus Hannien Tour ini, Bungsu mengakui perusahaan yang terlibat kasus ini pernah tercatat sebagai anggota Amphuri. Namun, keanggotaan Hannien Tour sudah dicabut seiring dengan terungkapnya kasus penipuan yang dilakukan terhadap para jemaahnya.

Menurut Bungsu, Amphuri telah memberikan rambu-rambu kepada para anggotanya yang tidak menaati aturan, termasuk PPIU yang menerapkan skema ponzi. Sayangnya, kata Bungsu, Amphuri tidak bisa berbuat banyak, hanya bisa mengimbau dan melakukan pembinaan.

“Kalau masih ada yang melanggar, kami tidak memiliki wewenang apa-apa,” kata Bungsu.

Bungsu menambahkan, Kementerian Agama pun selaku regulator juga tidak bisa berbuat banyak. “Sebelum ada kasus penipuan, belum bisa diproses,” kata dia.

Kasus Hannien Tour, misalnya, mulai ramai dibicarakan dan Kementerian Agama mencabut izin operasional setelah terjadinya kasus penipuan dan sudah ditangani pihak kepolisian.

Berawal dari Laporan Jemaah

Kasus penelantaran jemaah umrah Hannien Tour mulai terungkap pada April 2017, dengan adanya pengaduan masyarakat baik secara langsung kepada Kementerian Agama maupun melalui media massa. Dalam kasus ini, Kemenag pun telah memanggil pihak perusahaan travel untuk diminta klarifikasi.

Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus Kementerian Agama, M Arfi Hatim mengatakan, pihaknya telah melakukan mediasi antara Hannien Tour dengan jemaah. Dalam upaya mediasi tersebut, Hannien Tour menyatakan dua komitmen, yaitu: akan memberangkatkan jemaah dan mengembalikan biaya kepada mereka yang ingin menarik kembali uangnya.

Namun demikian, kata Arfi, dua komitmen tersebut belum sempat ditunaikan oleh Hannien Tour. Sebagian jemaah bahkan telah melaporkan pimpinan PT Al-Utsmaniyah ini kepada pihak kepolisian.

Kepala Polres Kota Surakarta, Kombes Pol Ribut Hari Wibowo mengatakan, jumlah korban kasus penipuan dana yang dilakukan oleh biro umrah Hannien Tour untuk sementara terungkap sebanyak 1.800 orang dengan total kerugian mencapai Rp37,8 miliar.

“Jumlah itu, masih bisa bertambah karena tim penyidik Satuan Reskrim Polres Kota Surakarta terus mengembangkan dengan meminta masyarakat yang merasa dirugikan segera melapor polisi,” kata Ribut, seperti dikutip Antara, 30 Desember 2017.

Menurut Ribut, jumlah korban yang tertipu biro umrah tersebut tersebar di 10 kantor cabang di seluruh Indonesia, antara lain: Surabaya, Tasikmalaya, Bandung, Jakarta Timur, Cibinong, Jawa Barat, Makassar, Tangerang, Pekanbaru, dan Solo.

Buntut dari kasus penipuan dana umrah tersebut, polisi telah menangkap dua tersangka, yakni Farid Rosyidin (45) selaku Direktur Utama PT Ustmaniyah Hannien Tour, dan Avianto Boedhy Satya, selaku Direktur Keuangan. Keduanya ditangkap di ruko Jalan Tegar Beriman Cibinong Bogor, pada Jumat, 22 Desember 2017.

Pihak Hannien Tour diduga melakukan penipuan dengan cara menawarkan promo paket umrah murah. Pelaku melakukan strategi pemasaran tertentu yang dapat menarik minat masyarakat untuk mendaftarkan umrah melalui biro travel mereka.

Atas perbuatan kedua tersangka tersebut dijerat dengan Pasal 378 dan atau 372 KUHP tentang Tindak Pidana Penipuan dan atau Penggelapan dengan ancaman hukuman paling lama empat tahun. Pelaku juga dijerat Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Upaya Preventif

Marak kasus penipuan oleh travel umrah dalam setahun terakhir ini mendapat sorotan dari Amphuri dan Himpuh. Kedua organisasi itu menekankan adanya upaya preventif yang dilakukan oleh pemerintah dalam melakukan pengawasan terhadap biro perjalanan umrah.

Ketua Umum Himpuh, Baluki Ahmad berharap pemerintah bisa menggandeng asosiasi untuk melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap biro umrah. “Upaya preventif harus dikedepankan. Ajak asosiasi,” kata Baluki.

Sementara, Ketua Bidang Organisasi, Keanggotaan & Kelembagaan DPP Amphuri, Bungsu Sumawijaya mengatakan, Kementerian Agama perlu melakukan pembinaan terhadap biro umrah. Ia berharap, tidak ada penambahan PPIU baru, sebelum pemerintah melakukan pengawasan secara masif terhadap praktik usaha travel umrah ini.

Selain itu, sistem penerimaan jemaah umrah juga harus diatur, jangan sampai menunggu hingga satu tahun. Jeda waktu menunggu terlalu lama ini, kata Bungsu, kerap disalahgunakan oleh penyelenggara umrah.

“Paling lama menunggunya cukup tiga bulan saja,” kata dia.

Semenjak kasus First Travel mencuat, sempat muncul gagasan badan khusus pengawas kegiatan penyelenggaraan umrah. Namun, setelah muncul kasus Hannien Tour, apakah ide itu hanya akan menjadi wacana saja?

Baca juga artikel terkait HANNIEN TOUR atau tulisan lainnya dari Abdul Aziz

tirto.id - Hukum
Reporter: Abdul Aziz
Penulis: Abdul Aziz
Editor: Abdul Aziz