tirto.id - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mendesak Kementerian Agama (Kemenag) untuk membentuk "crisis center" kasus Hannien Tour, mengingat banyaknya korban dan sebaran korban di seluruh Indonesia.
"'Crisis center' ini sangat penting untuk proses pendataan korban karena itu layak segera dibentuk," kata Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi dalam siaran pers di Jakarta, Rabu (3/1/2018).
Penegasan tersebut terkait telah dicabutnya izin operasional biro umroh PT Ustmaniyah Hannien Tour oleh Kementerian Agama karena terbukti menelantarkan calon jemaahnya.
Bahkan pimpinan Hannien Tour telah dijadikan tersangka oleh pihak kepolisian.
Menurut Tulus, kendati terlambat, upaya Kemenag dan pihak kepolisian dalam menangani kasus Hannien Tour layak dan patut diberikan apresiasi.
"Terlambat, karena ribuan masyarakat telah menjadi korban ulah Hannien Tour. Terbukti, Bidang Pengaduan YLKI pada 2017 telah menerima pengaduan korban Hannien Tour sebanyak 1.821 pengaduan, dari total pengaduan soal umrah sebanyak 22.613 kasus (per 22 Juli 2017)," kata Tulus.
Namun, pencabutan izin operasional dan pemidanaan pada pimpinan Hannien Tour, kata Tulus, tidaklah cukup untuk mengembalikan hak-hak keperdataan calon jemaahnya yang dilanggar oleh Hannien Tour.
Selain itu, tambah Tulus, Kementerian Agama juga layak melakukan pendampingan korban calon jemaah untuk mendapatkan hak-hak keperdataan dari Hannien Tour, misalnya proses pengembalian dana milik calon jemaah dan lainnya.
"Terpenting juga, Kemenag dan Kepolisian untuk melakukan penegakan hukum dan pengawasan pada biro-biro umroh yang lain. Aksi nakal dari biro umroh lain masih sangat banyak dan berpotensi besar merugikan calon jemaah berikutnya," kata Tulus.
Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus, M Arfi Hatim sebelumnya mengatakan, pencabutan izin operasional tersebut tertuang dalam Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 941 Tahun 2017 tentang Penjatuhan Sanksi Administratif Pencabutan Izin Penyelenggaraan Hannien Tour Sebagai Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah.
Menurut dia, Hannien terbukti telah melakukan pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 65 huruf a Peraturan Pemerintah No.79 Tahun 2012.
Aturan tersebut merupakan petunjuk pelaksana Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji. Sanksi atas pelanggaran penelantaran yang mengakibatkan gagal berangkat adalah pencabutan izin penyelenggaraan sebagaimana diatur pada Pasal 69 PP 79 tahun 2012, dikatakan Arfi dalam siaran persnya di Jakarta, Ahad (31/12).
Dengan sanksi tersebut, Arfi mengatakan, Hannien Tour tidak memiliki hak lagi untuk menjual paket umrah, menerima pendaftaran dan memberangkatkan jamaah umrah. Tidak hanya itu, dia menuturkan, Hannien Tour jug tetap berkewajiban mengembalikan seluruh biaya yang telah disetorkan jamaah atau melimpahkan jamaahnya yang telah terdaftar kepada PPIU lain untuk diberangkatkan.
Kasus penelantaran jamaah umrah Hannien Tour mulai terungkap pada April 2017 setelah adanya pengaduan masyarakat baik secara langsung maupun melalui media massa kepada Kementerian Agama. Atas adanya laporan tersebut, Kemenag melakukan pemanggilan terhadap Hannien Tour.
Penulis: Maya Saputri
Editor: Maya Saputri