tirto.id - Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya menelusuri dugaan pencucian uang yang dilakukan oleh PT Naila Syafaah Wisata Mandiri, jasa perjalanan umrah.
Alasannya karena salah satu tersangka, Mahfudz Abdulah, merupakan residivis kasus penipuan jemaah umrah pada tahun 2016 dan dihukum 8 bulan penjara. Ketika itu dia memiliki biro perjalanan bernama PT Garuda Angkasa Mandiri.
Maka untuk memberi efek jera kepada para tersangka saat ini, penyidik menggali dugaan pencucian uang.
"Ini sekali lagi kami akan beri efek jera, nanti kami akan terapkan juga (pasal) pencucian uang. Ini yang akan kami selidiki terkait dengan PT Naila," kata Dirreskrimum Polda Metro Jaya Kombes Pol Hengki Haryadi, di Polda Metro Jaya, Kamis, 30 Maret 2023.
"Modus PT Naila perlu diwaspadai. Karena hasil perhitungan penyidik berdasar laporan yang ada, mendekati atau lebih Rp100 miliar dihitung dengan aset," sambung Hengki.
Jajaran PT Naila Syafaah menggandeng tokoh agama untuk menarik para calon jemaah umrah. Hal itu dilakukan sebagai trik. Pihak pelayanan jasa ke Tanah Suci itu mendatangi pesantren dan pondok taklim untuk mengajak tokoh agama.
Para tokoh agama yang mau bergabung pun dijanjikan bonus uang, rumah, atau mobil jika berhasil mempromosikan program PT Naila Syafaah.
Polisi pun telah menetapkan tiga tersangka yakni pasangan suami istri atas nama Mahfudz Abdulah alias Abi dan Halijah Amin alias Bunda, serta direktur utama perusahaan, Hermansyah.
Mereka dijerat Pasal 126 juncto Pasal 119 A Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah sebagaimana diubah dalam Pasal 126 UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dengan ancaman hukuman 10 tahun penjara.
Para tersangka ini menggelapkan dana jemaah untuk digunakan diri sendiri. Motifnya mencari keuntungan pribadi seperti untuk membeli mobil, tanah, dan rumah.
Berdasar penelusuran polisi, ada sekitar 300 cabang PT Naila Syafaah. Di antara itu hanya 40-an cabang yang telah memiliki izin dari Kementerian Agama. 500 orang diduga menjadi korban penipuan jajaran PT Naila Syafaah.
Abdus, seorang korban, mengisahkan pengalamannya. Ia bersama 63 jemaah lainnya dijadwalkan pulang ke Indonesia pada 18 September 2022, sekitar pukul 17.50 waktu Arab Saudi.
Ketika mereka tiba di bandara, sekira pukul 15.00, rencana kepulangan mereka gagal karena visa dianggap bermasalah. "Keterlambatan pulang ke Tanah Air selama kurang lebih 8 hari. Kami berkirim surat ke Konsulat Jenderal Republik Indonesia baru ada tanggapan, sehingga kami dipulangkan," kata Abdus.
Dari bandara, para jemaah ini diantar ke Hotel Pakons Prime. Mereka di hotel hingga 29 September 2022. Dari 64 jemaah, 16 di antaranya masih menunggu waktu kepulangannya. Jadi tidak semua bisa pulang dalam sekali waktu.
"Kami berharap kepolisian agar betul-betul menindak travel-travel yang nakal, khususnya PT Naila, sehingga tidak ada lagi korban-korban berikutnya," sambung Abdus.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Fahreza Rizky