tirto.id - Direktur Jenderal (Dirjen) Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kemenkes, Anung Sugihantono menyampaikan, pemerintah kesulitan untuk mengakses obat HIV atau antiretroviral (ARV) yang dikhususkan untuk anak.
"Obat untuk anak sudah ada, sirup sudah ada, pada dasarnya ada, walaupun impor. Tapi karena jumlahnya tidak terlalu banyak [yang dibeli], tidak cukup menarik bagi importir memasukkan ke Indonesia," ujar Anung saat ditemui di Kemenkes, Jakarta, Rabu (27/11/2019).
Terkait dengan banyaknya anak yang akhirnya mengkonsumsi obat untuk dewasa, dengan cara dipatahkan, Anung menilai sama saja, jika pemotongannya benar.
"Ya pasti sama karena isinya sama, hanya lebih ke presisi dari dosis yang ada," ujar Anung.
"Itulah yang harus disempurnakan ke depan baik cara memotong [obat], atau menyediakan untuk anak agar anak mau minum," lanjutnya.
Kemudian, Anung pun menyampaikan terkait dengan rencana Kemenkes, lewat arahan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto.
"Sebagaimana Pak Menkes dorong mengupayakan produsen di dalam negeri itu mampu memproduksi hal semacam itu [ARV], termasuk obat yang jarang," ujar Anung.
"Sebenarnya persoalannya kan bukan hanya obat HIV pada anak, tapi obat yang jumlahnya sedikit dibutuhkan masyarakat. Itu bagi importir tidak menjanjikan dalam aspek-aspek ekonominya," imbunya.
Anung juga berharap ARV dapat diproduksi di Indonesia melalui BUMN bidang farmasi, tetapi tidak menutup bila diproduksi oleh pihak swasta.
"Langkah yang sedang diupayakan oleh Bapak Menkes melalui berbagai kemudahan investasi dan regulasi," ujar Anung.
Berdasarkan data dari UNAIDS, salah satu badan di PBB, pada 2019 ada anak yang terinfeksi HIV di Indonesia berada pada level yang statis, yakni sekitar 3.000 anak per tahunnya.
Kebanyakan dari mereka tertular melalui transmisi dengan ibunya, atau mother-to-child transmission (MTCT). MTCT dapat terjadi saat kehamilan, proses lahiran, atau menyusui.
Penulis: Fadiyah Alaidrus
Editor: Zakki Amali