Menuju konten utama
Kasus Sifilis di Indonesia

Kenapa Kasus HIV-Sifilis RI Didominasi Kaum Ibu & Tanggapan Ahli

Berikut ini penjelasan mengapa kasus HIV-Sifilis RI didominasi oleh ibu rumah tangga dan tanggapan dari ahli.

Kenapa Kasus HIV-Sifilis RI Didominasi Kaum Ibu & Tanggapan Ahli
Ilustrasi sifilis. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Kasus penyakit menular seksual, HIV dan sifilis di Indonesia mengalami peningkatan pada tahun 2023 ini yang mayoritas kasusnya didominasi oleh ibu rumah tangga (IRT).

Data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mencatat, jumlah ibu rumah tangga yang terinfeksi HIV mencapai 35%.

Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan kasus HIV pada kelompok lainnya seperti suami pekerja seks dan kelompok MSM (man sex with man).

Dikutip laman resmi Sehat Negeriku Kemkes, penyebab tingginya penularan HIV pada ibu rumah tangga karena minimnya pengetahuan akan pencegahan dan dampak penyakit HIV.

Penyebab lainnya, karena mereka juga memiliki pasangan dengan perilaku seks berisiko.

Ibu rumah tangga yang terinfeksi HIV berisiko tinggi untuk menularkan virus kepada anaknya. Penularan bisa terjadi sejak dalam kandungan, saat proses kelahiran, atau saat menyusui.

Secara umum, penularan HIV melalui jalur ibu ke anak menyumbang sebesar 20-45% dari seluruh sumber penularan HIV lainnya seperti melalui sex, jarum suntik dan transfusi darah yang tidak aman.

Dampaknya, sebanyak 45% bayi yang lahir dari ibu yang positif HIV akan lahir dengan HIV, sehingga sepanjang hidupnya akan menyandang status HIV Positif.

Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin dari Departemen Dermatologi dan Venerologi FKKMK UGM, dr. Satiti Retno Pudjiati mengatakan, kenaikan kasus infeksi menular seksual berkaitan dengan program skrining terhadap kelompok yang berisiko atau rentan HIV maupun sifilis yang juga meningkat.

"Kemenkes memiliki program triple eliminasi yang harus diatasi untuk ibu hamil yaitu HIV, sifilis, dan Hepatitis B. Nah peningkatakan kasus ini karena ada peningkatan skrining oleh pemerintah secara proaktif beberapa tahun lalu. Jadi kesannnya naik karena dulu tidak ada skrining," ujar Satiti melalui keterangan tertulisnya yang diunggah Tirto, Rabu (17/5/2023).

Upaya skrining, lanjutnya, dilakukan demi mencegah penularan penyakit menular seksual dan Hepatitis B dari ibu ke janin yang dikandung. Skrining sejak dini juga diharapkan dapat mencegah infeksi pada bayi.

"Ketiga penyakit ini menular lewat darah dan dikhawatirkan jika jumlah kuman di ibu banyak bisa menular ke janin," terang Satiti.

Infeksi sifilis pada bayi bisa berakibat kecacatan pada organ hingga kematian. Demikian halnya dengan hepatitis B bisa meningkatkan kematian pada bayi karena adanya gangguan pada liver.

Sementara itu, infeksi HIV menjadikan bayi mudah sakit atau rentan terhadap berbagai infeksi karena lemahnya kekebalan tubuh.

Satiti menjelaskan, upaya skrining dengan melakukan tes dapat dilakukan diberbagai layanan kesehatan tanah air secara gratis.

Selain ibu hamil, kelompok rentan lain seperti pekerja seks komersil, lelaki seks dengan lelaki juga perlu melakukan skrining penyakit menular seksual.

Lebih lanjut Satiti mengimbau warga untuk menghindari perilaku seksual berisiko agar bisa mencegah penularan penyakit seksual menular.

Hal pencegahan lainnya yang bisa dilakukan adalah dengan tidak melakukan hubungan seksual sebelum menikah. Sebab penyakit menular seksual penularan utamanya melalui kontak seksual.

Baca juga artikel terkait SIFILIS

tirto.id - Kesehatan
Sumber: Siaran Pers
Penulis: Dhita Koesno
Editor: Iswara N Raditya