tirto.id - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai tukar petani (NTP) nasional pada November 2024 sebesar 121,29 atau naik 0,49 persen dibanding bulan Oktober 2024 senilai 120,70. Hal ini berdasarkan hasil pemantauan harga perdesaan di 38 provinsi.
“Kenaikan NTP terjadi karena indeks harga yang diterima petani naik sebesar 0,86 persen lebih tinggi dibandingkan indeks harga dibayar petani 0,37 persen," kata Plt Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti, dalam rilis BPS di Kantor BPS, Jakarta, Senin (2/12/2024).
Dikutip dari laman BPS, NTP merupakan salah satu indikator untuk melihat tingkat kemampuan/daya beli petani di perdesaan. NTP juga menunjukkan daya tukar (terms of trade) dari produk pertanian dengan barang dan jasa yang dikonsumsi maupun untuk biaya produksi.
Sementara jika dikutip dari laman Kementerian Pertanian (Kementan), NTP merupakan salah satu indikator yang berguna untuk mengukur tingkat kesejahteraan petani karena mengukur kemampuan produk (komoditas) yang dihasilkan/dijual petani dibandingkan dengan produk yang dibutuhkan petani baik untuk proses produksi (usaha) maupun untuk konsumsi rumah tangga petani.
Amalia menjelaskan, kenaikan NTP tertinggi pada subsektor hortikultura sebesar 3,46 persen. Komoditas yang mendorong indeks harga subsektor ini yakni bawang merah, kol, tomat, jeruk, dan kubis.
Sementara itu, Amalia menjelaskan adanya penurunan pada NTP subsektor tanaman pangan sebesar 1,78 persen. Penurunan ini terjadi karena indeks harga yang diterima petani turun sebesar 1,35 persen, sedangkan indeks harga dibayar petani mengalami kenaikan sebesar 0,44 persen.
“Komoditas yang dominan mempengaruhi indeks harga yang diterima petani pada subsektor ini adalah gabah, jagung, dan ketela pohon,” ujar Amalia.
Kemudian, Amalia melaporkan kenaikan NTP tertinggi jatuh kepada Bengkulu yang mengalami peningkatan hingga 4,79 persen. Sementara penurunan terbesar terjadi di Provinsi Gorontalo, yakni hingga 2,64 persen.
“Peningkatan NTP di provinsi tersebut (Bengkulu) didorong oleh kenaikan harga komoditas kelapa sawit, karet, tomat, kol atau kubis, kakao atau coklat biji,” jelas Amalia.
Penulis: Nabila Ramadhanty
Editor: Anggun P Situmorang