tirto.id - Linda, warga Tangerang Selatan salah satu penumpang setia taksi online sejak 2015 lalu. Ia memilih taksi online karena banyak keunggulan daripada taksi konvensional. Tarif taksi online yang tidak lagi semurah seperti dulu tak membuatnya berpaling ke lain hati.
“Saya sih masih pilih taksi online. Lebih secure. Meski tarifnya mau naik atau enggak beda jauh dengan taksi biasa, yah enggak apa-apa, yang penting tahu. Ketimbang khawatir di jalan, was-was nanti bayar berapa,” katanya kepada Tirto.
Salah satu keunggulan ini membuat taksi online mendapatkan tempat bagi konsumen. Di sisi lain, gejolak dan penolakan sopir taksi konvensional sempat mewarnai beberapa waktu lalu. Bila ditilik, apa yang menjadi keresahan sopir taksi konvensional tercermin dari kinerja perusahaan taksi seperti Express dan Blue Bird. Sejak 2016 terjadi penurunan kinerja pendapatan dan laba kedua emiten bursa saham tersebut.
PT Express Transindo Utama Tbk. (TAXI) misalnya, pada kuartal II-2015 masih berhasil meraup pendapatan sebesar Rp254,3 miliar, naik 3 persen dari kuartal I-2015. Namun, pada kuartal berikutnya, pendapatan perseroan melorot 14 persen menjadi Rp220,01 miliar, lalu membaik pada kuartal setelahnya. Bahkan pada kuartal IV-2015, Express sempat kembali membukukan pendapatan Rp248,69 miliar, naik 13 persen dari kuartal sebelumnya.
Namun, bencana justru datang pada tahun berikutnya. Pada kuartal I-2016, Express hanya meraup pendapatan sebesar Rp210,48 miliar, turun 15 persen dari kuartal sebelumnya. Kemudian, pada kuartal berikutnya turun lagi hingga 22 persen menjadi Rp163,58 miliar.
Tren penurunan terus berlanjut di kuartal III. Express kala itu hanya merealisasikan pendapatan sebesar Rp138,51 miliar, turun 15 persen dari kuartal II-2016. Pada kuartal terakhir, Express hanya mencatatkan pendapatan Rp105,63 miliar, turun 24 persen.
Bukannya membaik, kinerja Express justru kian terpuruk pada 2017. Pada kuartal I, perseroan hanya merealisasikan pendapatan sebesar Rp78,31 miliar, melorot 26 persen dari kuartal IV-2016. Namun, titik cerah sempat muncul pada kuartal II-2017, Express sempat tumbuh 2 persen. Sayangnya kinerja Express melorot lagi pada kuartal III hingga 9 persen menjadi Rp72,9 miliar. Capaian kuartal III-2017 ini juga menjadi pendapatan terendah Express sejak 2015.
Baca juga: Pendapatan Taksi Express Anjlok dan Harus PHK 250 Pekerja
Selain Express, pendapatan emiten taksi lainnya yakni PT Blue Bird Tbk. (BIRD) juga sama-sama tergerus. Mirip Express, pendapatan Blue Bird pada 2015 masih mencatatkan kinerja pertumbuhan pendapatan yang cukup baik.
Namun, begitu memasuki 2016, pendapatan Blue Bird terus menurun pada setiap kuartal. Pada kuartal I-2016, pendapatan Blue Bird tercatat senilai Rp1,27 triliun, turun 11 persen dari kuartal IV-2015 sebesar Rp1,43 triliun.
Pada kuartal selanjutnya, pendapatan Blue Bird mencapai Rp1,19 triliun, turun 6 persen dari kuartal I-2016. Pada kuartal III, pendapatan perseroan turun lagi menjadi Rp1,17 triliun. Pada kuartal IV, perseroan meraup pendapatan senilai Rp1,15 triliun, atau turun 2 persen dari kuartal sebelumnya.
Pada awal 2017, tren penurunan pendapatan Blue Bird masih berlanjut. Pada kuartal I-2017, pendapatan perseroan turun 10 persen dengan membukukan pendapatan Rp1,03 triliun. Capaian ini juga menjadi titik terendah sejak 2015.
Namun demikian, tidak seperti Express. Pendapatan Blue Bird justru mulai membaik pada kuartal-kuartal berikutnya. Pada kuartal III-2017, Blue Bird meraup pendapatan sebesar Rp1,05 triliun, naik 1 persen dari kuartal II-2017 sebesar Rp1,04 triliun. Namun capaian positif ini belum bisa menyamai kinerja setahun sebelumnya.
Berharap dari Regulasi
Dari paparan kinerja keuangan dua tahun terakhir kedua emiten taksi itu, memunculkan pertanyaan apakah kuartal III-2017 jadi titik paling rendah kinerja pendapatan Express? Apakah titik terendah kinerja Blue Bird sudah terlewati?
Sulit memang untuk memproyeksikan kapan tren kinerja emiten taksi yang merosot ini dapat rebound atau yang terjadi malah sebaliknya. Apalagi, aturan yang mengatur transportasi online juga timbul tenggelam, dan tidak mudah diimplementasikan di lapangan.
Baca juga:Aturan Baru Taksi Online Resmi Diberlakukan 1 November
Senior Analis PT Binaartha Sekuritas Reza Priyambada mengakui sulit untuk memperkirakan kapan pendapatan emiten taksi akan bangkit. Menurutnya, kondisi itu akan dipengaruhi dari eksternal dan internal perseroan.
“Untuk internal, manajemen dituntut untuk mencari hal-hal yang bisa meningkatkan kinerja pendapatan. Apakah itu dari sisi promosi atau berkolaborasi dengan taksi online, atau hal lain sebagainya,” katanya kepada Tirto.
Dari sisi eksternal, implementasi dari Peraturan Menteri Perhubungan No. 108/2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek juga sangat menentukan tren kinerja emiten taksi ke depannya.
Melorotnya pendapatan emiten taksi konvensional tak terpisahkan karena kalah bersaing dengan taksi online terutama soal tarif. Okupansi taksi konvensional kian tergerus. Selain itu, jumlah perusahaan taksi di Jakarta menyusut dari 32 perusahaan taksi, kini hanya tinggal 4 perusahaan taksi, yakni Blue Bird, Express, Gamya, dan Taxiku.
“Kalau belum ada aturan yang jelas terutama soal tarif, ini akan memberikan ketidakpastian. Tidak menutup kemungkinan, pendapatan emiten taksi yang tergerus masih akan berlanjut ke depannya,” tutur Reza.
Baca juga: Mereka yang Diuntungkan dari Tarif Atas-Bawah Taksi Online
Para emiten taksi memang tidak tinggal diam. Berbagai upaya telah dilakukan perseroan untuk dapat bertahan, di antaranya melakukan terobosan dan kolaborasi dengan perusahaan-perusahaan aplikasi.
Express misalnya, pada Februari 2016, meluncurkan layanan myTrip, sebuah pemesanan taksi secara online dengan aplikasi yang saat ini sudah bisa diunduh di platform android dan di iOS. Blue Bird juga telah memiliki aplikasi mobile sejak 2011. Bahkan tahun ini, Blue Bird kerja sama dengan Gocar, sementara Express dengan Uber.
Baca juga:Duet Blue Bird-Gocar dan Express-Uber
Namun, upaya itu justru belum menyentuh akar persoalan, yakni dari sisi tarif. Nampaknya, tren pendapatan emiten taksi yang tergerus masih akan berlanjut bila tak ada sesuatu yang berbeda dari penerapan regulasi dan strategi perusahaan.
Penulis: Ringkang Gumiwang
Editor: Suhendra