tirto.id - Selasa, 20 Juni 2017, menjadi hari yang menegangkan bagi keluarga Titin Suprihatin. Ibu rumah tangga ini bersama anaknya merasakan untuk kali pertama mudik dari Jakarta ke Tasikmalaya menggunakan pesawat.
“Agak tegang lantaran pesawatnya terbang rendah. Atap-atap rumah sepanjang perjalanan kelihatannya langsung dari pesawat. Biasanya kalau naik pesawat, atap rumah itu ya enggak kelihatan,” katanya kepada Tirto.
Pada hari itu, sekitar pukul 08.00, Titin dan anaknya berangkat dari tempat tinggalnya di Jakarta menuju Bandara Halim Perdanakusuma. Mereka menumpang pesawat Wings Air.
Tidak lama, panggilan masuk ke pesawat terdengar. Sekitar 10.30, pesawat itu lepas landas, lalu mendarat di Bandara Wiriadinata sekitar pukul 11.30. Titin dan anaknya telah ditunggu keluarganya.
Mereka melanjutkan perjalanan menuju Cigeureung. Tepat pukul 12.00, mereka sudah tiba tujuan. Total waktu yang dihabiskan Titin bersama anaknya sekitar 4 jam.
Dari pengalamannya itu, Titin menilai mudik dengan pesawat jauh lebih nyaman dan cepat ketimbang transportasi darat maupun kendaraan pribadi. Biasanya, jika memakai mobil pribadi, waktu yang ditempuh bisa 5-7 jam.
Titin berencana mudik tahun ini menumpangi pesawat lagi, meski harga tiket Jakarta-Tasikmalaya saat ini sudah naik menjadi Rp700.000 per kursi dari harga tiket yang dibayar Titin tahun lalu, sekitar Rp400.000 per kursi.
Alternatif Mudik
Dari sekian banyak alat transportasi, pesawat adalah yang paling berkembang saat ini. Penumpangnya pun tidak lagi terbatas untuk kalangan atas sejak tiket berbujet murah dikenalkan ke Indonesia.
Sayang, perkembangan positif transportasi udara ternyata berdampak terhadap transportasi darat, terutama bus antar-kota antar-provinsi alias AKAP. Kehadiran angkutan udara membuat bus-bus AKAP terpinggirkan.
Penumpang bus AKAP perlahan-lahan beralih menggunakan pesawat. Kondisi itu diperparah ketika bandara-bandara baru bermunculan. Apalagi, lokasi bandara yang dibangun cukup dekat dengan bandara lama.
Alhasil, banyak rute penerbangan saat ini yang hanya memakan waktu perjalanan sekitar satu jam. Contohnya rute Jakarta-Tasikmalaya, Medan-Bener Meriah, dan Surabaya-Banyuwangi.
Kendati waktu tempuh lebih cepat, bukan berarti bus AKAP tidak diminati lagi. Tarif bus AKAP jauh lebih murah ketimbang pesawat. Untuk itu, Tirto membandingkan waktu tempuh dan tarif dari masing-masing moda transportasi tersebut.
Sebagai contoh, rute Jakarta-Tasikmalaya dengan jarak 267 km. Pada rute ini, pilihan moda transportasinya cukup beragam, terutama bus AKAP. Para pemainnya di antaranya Budiman, Primajasa, dan Gapuraning Rahayu.
Tarif yang ditawarkan cukup terjangkau, sekitar Rp60.000-Rp110.000 per kursi, tergantung kelasnya. Ada Ekonomi AC, Bisnis AC, Eksekutif AC, hingga Super Eksekutif AC. Adapun lama perjalanannya sekitar 5 jam.
Beroperasinya Bandara Wiriadinata secara komersial pada tahun lalu turut menambah pilihan moda transportasi pada rute tersebut. Hanya saja tarif yang ditawarkan terbilang cukup tinggi, sekitar Rp700.000 per kursi.
Selain itu, kapasitas kursi yang disediakan pesawat masih terbatas. Saat ini, penerbangan langsung Jakarta-Tasikmalaya baru dilayani Wings Air dengan jadwal penerbangan satu kali dalam sehari. Adapun kapasitasnya cuma 72 kursi penumpang.
Meski demikian, waktu perjalanan udara Jakarta-Tasikmalaya tidaklah lama, cuma 55 menit. Ditambah 1 jam untuk boarding, total kurang lebih 2 jam. Relatif lebih cepat ketimbang bus yang rentan terkena macet.
Contoh rute lain adalah Surabaya-Banyuwangi berjarak 299 km. Apabila pemudik menggunakan pesawat, harga tiketnya sekitar Rp500.000-Rp600.000 per kursi, dan waktu tempuhnya sekitar 50 menit.
Sementara jika menggunakan bus, pemudik hanya perlu merogoh kocek sekitar Rp95.000-Rp100.000 per kursi. Namun, waktu tempuhnya sekitar 8 jam.
Di luar Jawa, ada rute Medan-Bener Meriah, Aceh. Pemudik yang menggunakan pesawat wajib menyiapkan duit Rp800.000 per kursi. Nantinya, pemudik dilayani Wings Air yang menempuh durasi sekitar 1 jam.
Seperti rute-rute yang disebutkan sebelumnya, rute Medan-Bener Meriah ini juga dilayani bus AKAP. Tarifnya agak lebih mahal yakni Rp150.000-Rp160.000 per kursi mengingat jarak rute itu mencapai 413 km. Waktu perjalanan diperkirakan 9 jam.
Peminat Bus Masih Ada
Kendati pesawat memiliki banyak kelebihan ketimbang bus, Ikatan Pengusaha Otobus Muda Indonesia (IPOMI) optimistis peminat bus AKAP masih ada. Pada masa mudik ini, tingkat keterisian bus bisa mencapai 100 persen.
“Saya pikir pertumbuhan penumpang bus pada mudik Lebaran tahun ini masih ada, tapi tidak sampai membeludak. Banyak faktor yang memengaruhi,” kata Kurnia Lesani Adnan, Ketua Umum IPOMI kepada Tirto.
Faktor-faktor tersebut antara lain banyak program mudik gratis dari pemerintah maupun perusahaan swasta. Sebagai contoh, kuota mudik gratis Kementerian Perhubungan tahun ini naik dua kali lipat.
Selain dari kementerian, program mudik gratis juga diselenggarakan BUMN dan perusahaan swasta. Bahkan, partai-partai pun tidak ketinggalan menggelar mudik gratis. Contohnya saja, PDI Perjuangan.
Tak hanya itu, kehadiran bandara-bandara di kota-kota kecil juga secara tidak langsung turut menggerus pangsa pasar bus AKAP. Namun demikian, IPOMI tidak menentang kehadiran bandara itu, justru mendukung.
“Jadi [bandara-bandara baru] bukan ancaman, ini menjadi tantangan saja buat kami. Kami justru senang karena ini menjadi indikator bahwa pemerintah memang membuka seluas-luasnya aksesbilitas,” tutur Kurnia.
Faktor yang menjadi kendala bus AKAP dalam mengambil pangsa pasar justru berasal dari akses terminal yang buruk. Lihat saja Terminal Pulogebang di Jakarta Timur, lokasinya yang jauh membuat masyarakat tidak berminat menggunakan bus.
Masing-masing moda transportasi memang memiliki kelebihan dan kekurangannya. Tentu saja, pilihan ada di tangan para pemudik. Jika ingin harga murah, pilihlah bus, namun jika ingin cepat, pilihlah pesawat.
Penulis: Ringkang Gumiwang
Editor: Fahri Salam