tirto.id - Majelis Rakyat Papua (MRP) mendesak pimpinan DPR RI tak terburu-buru membahas tiga Rancangan Undang-Undang (RUU) Pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB) Papua pasca terbitnya Surat Presiden (Surpres).
Ketua MRP, Timotius Murib mengatakan, pembahasan beleid DOB Papua yang tergesa-gesa memiliki dampak sosial di akar rumput dan membuat kepercayaan rakyat pada pemerintah semakin memburuk.
"MRP mendesak pimpinan DPR RI agar tidak tergesa dalam membahas tiga RUU Pembentukan DOB di Provinsi Papua," ucap Timotius Murib, via keterangan tertulis, Rabu (18/5/2022).
Dalam pertemuan dengan MRP, Ketua DPRD Kabupaten Yahukimo, Yosias Mirin berujar kehadirannya dan anggota DPRD lainnya untuk menyampaikan penolakan warga Yahukimo terhadap pembentukan DOB dan Otsus jilid 2.
"Aspirasi yang kami sampaikan murni dari tuntutan masyarakat Yahukimo yang disampaikan melalui aksi demonstrasi, dan kami punya tanggung jawab untuk meneruskan kepada DPR Papua dan MRP untuk ditindaklanjuti. Ini harapan dan keinginan masyarakat Yahukimo, MRP tolong suarakan ini ke pusat," ujar Mirin.
MRP berharap DPR dan presiden tidak mengabaikan aspirasi masyarakat Papua. MRP khawatir bila pendapat ini tidak direspons oleh pengambil kebijakan maka benturan sosial di tingkat bawah dan ketidakpercayaan masyarakat terhadap negara akan terus meningkat.
Sejak 2014, pemerintah masih melaksanakan moratorium DOB hingga hari ini. Khusus untuk Papua, tiga tahun belakangan ini pemerintah pusat mewacanakan pemekaran dan rakyat cenderung tidak menerima ide tersebut.
Penolakan itu sejalan dengan penerapan moratorium. Rencana pemekaran di sana diawali dengan revisi Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua –kini menjadi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021--, revisi tersebut tidak berkonsultasi dengan rakyat Papua melalui Majelis Rakyat Papua dan Dewan Perwakilan Rakyat Papua.
Revisi ini telah melanggar Pasal 77 UU Otsus lama. Kemudian, selain menyertakan suara rakyat Papua, Pasal 76 ayat (2) UU Otsus baru menegaskan “Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat dapat melakukan pemekaran daerah provinsi dan kabupaten/kota menjadi daerah otonom untuk mempercepat pemerataan pembangunan peningkatan pelayanan publik, dan kesejahteraan masyarakat, serta mengangkat harkat dan martabat Orang Asli Papua.”
Lalu “kewenangan” pemerintah pusat diperkuat lagi pada ayat (3), yang berbunyi “Pemekaran daerah provinsi dan kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tanpa dilakukan melalui tahapan daerah persiapan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang mengenai pemerintahan daerah.”
Berkaitan dengan revisi UU Otsus, Wakil Ketua I Majelis Rakyat Papua Yoel Luiz Mulait menuturkan pemerintah turut mengabaikan Pasal 18A dan Pasal 18B Undang-Undang Dasar 1945.
“Artinya aspirasi rakyat melalui MRP tidak diakomodasi, pemerintah secara sepihak menetapkan perubahan tersebut,” kata dia dalam diskusi daring, Kamis, 24 Maret 2022.
Sementara, soal DOB, rakyat Papua tak menyambut dengan sukacita, malah ‘merayakannya’ dengan demonstrasi penolakan.
“Untuk DOB, kami minta supaya (pemerintah) menunggu putusan Mahkamah Konstitusi karena kami ajukan judicial review terhadap perubahan UU Otsus yang (diputus) secara sepihak.”
Dilansir dari Antara, Komisi II DPR telah menerima Surpres terkait tindak lanjut pembahasan tiga RUU DOB Papua. Surpres dari Presiden Jokowi diterima DPR pada 12 April 2022 lalu.
Wakil Ketua Komisi II DPR, Junimart Girsang mengatakan pihaknya sedang menunggu penugasan dari Badan Musyawarah (Bamus) DPR untuk memulai pembahasan ketiga RUU tersebut.
"Menunggu penugasan dari Bamus DPR RI. Kami sudah membentuk panitia kerjam tinggal sekarang ini menunggu Bamus saja," jelas Junimart.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Fahreza Rizky