Menuju konten utama

Momentum dari Sang Pembocor

Kesaksian Freddy Budiman yang disampaikan kepada Haris Azhar harusnya justru menjadi momentum untuk membongkar kebobrokan oknum aparat penegak hukum. Dukungan untuk KontraS agar membuka tabir kasus ini terus mengalir.

Momentum dari Sang Pembocor
Koordinator KontraS Haris Azhar menghadiri pernyataan sikap sejumlah aktivis yang tergabung dalam Gerakan Indonesia Berantas Mafia Narkoba terkait pelaporanHharis Azhar ke Bareskrim di gedung PP Muhammadiyah Jakarta, Kamis (4/8). [antara foto/wahyu putro a/foc/16]

tirto.id - Kasus yang menjerat Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Haris Azar, bukan yang pertama kali terjadi. Haris masuk daftar ketujuh dari nama-nama orang yang pernah terjerat Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) via Facebook di 2016. Padahal seharusnya, apa yang disampaikan Haris bisa menjadi celah untuk membongkar kebobrokan oknum aparat penegak hukum.

Wakil Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Bidang Strategi dan Mobilisasi, Puri Kencana Putri, menegaskan bahwa kesaksian yang diberikan Freddy Budiman kepada Koordinator Kontras Haris Azhar, seharusnya menjadi momentum yang tidak boleh diabaikan negara. Momentum itu berupa melakukan perbaikan institusi.

Selama ini, menurut perempuan peraih pendidikan master di Department of Global Politics & Political Science Ateneo de Manila University, Filipina itu, negara hanya mengambil jalan pintas dengan memvonis pelaku kejahatan tanpa mengindahkan Hak Asasi Manusia (HAM), yaitu dengan diberlakukanya hukuman mati.

“Tidak lama setelah kesaksian Haris Azhar, Kontras menerima banyak laporan bahwa praktik-praktik tersebut sudah lama terjadi meskipun yang disampaikan Haris Azhar cerita besar yang tidak pernah didengar,” kata Puri kepada tirto.id, di sela-sela kesibukannya, pada Minggu (7/8/2016).

Posko Darurat Bongkar Aparat

Sejak Haris dilaporkan karena dianggap mencermarkan nama baik, dukungan semakin meluas. Pada Jumat (15/8/2016), Kontras membuka “Posko Darurat Bongkar Aparat”. Posko tersebut diperuntukkan bagi siapapun yang ingin menggugat praktik buruk perlakuan aparat, terutama institusi kepolisian tentang penanganan hukum kasus narkotika.

Sejauh ini, ada lebih dari 21 laporan dari DKI Jakarta, Jawa Barat, Jambi dan Sumatera Utara. Rata-rata laporan menyoal pemerasan yang dilakukan aparat kepolisian dan tidak dilanjutkannya aduan publik atas keberadaan bandar narkoba di suatu wilayah.

Tujuan menghimpun keluhan masyarakat itu, sebagai bahan koreksi aparat penegak hukum dan keamanan Indonesia. Hal itu bertujuan agar aparat dan penegak hukum bersikap profesional, independen, tunduk pada hukum, dan mau menjalankan koreksi dengan melibatkan ruang partisipasi publik seluas-luasnya.

Anggota Komisi III DPR RI Fraksi Hanura, Syarifudin Sudding mendukung tindakan KontraS untuk membongkar perilaku aparat penegak hukum yang mengambil untung dari bisnis narkotika. Dia berharap aparat penegak hukum di Indonesia independen dan bebas dari mafia peradilan.

“Saya lihat dengan apa yang disampaikan Haris Azhar lewat rilisnya, medsos. Kita berharap aparat menjadikannya entry point untuk melakukan pengusutan pihak-pihak, oknum yang diduga terlibat narkoba dengan Freddy Budiman. Paling tidak, ada saksi-saksi sebagai bukti petunjuk awal. Lebih menguatkan dengan laporan masyarakat dengan kasus narkoba lain,” kata Sudding.

Senada dengan Sudding, Wakil Ketua Komisi III DPR RI Fraksi PDIP Trimedya Panjaitan juga mendukung langkah KontraS. Menurutnya, buruknya independensi aparat dan penegak hukum sudah menjadi rahasia umum. “Bagus, karena narkoba dan prostitusi sudah pasti jadi rahasia umum, bekingnya aparat. Posko tersebut bisa bongkar jaringan-jaringan mafia narkoba,” kata Trimedya.

Selain membuat “Posko Darurat Bongkar Aparat”, KontraS dan berbagai LSM juga ikut membentuk gerakan “Indonesia Berantas Mafia Narkoba”. Bahkan Puri Kencana pun membuat postingan pernyataan sikap dari jaringan soldaritas tersebut di change.org.

Pada Minggu (7/8/2016), dukungan terhadap gerakan itu sudah ditandatangani 24.591 pendukung. Petisi berisi desakan kepada Presiden Joko Widodo untuk membentuk tim independen memberantas mafia narkoba. Sebab, kasus ini diduga melibatkan institusi penegak hukum.

“Ada beberapa upaya penggalian fakta dan informasi yang sedang dilakukan oleh KontraS. Kami tidak bisa memberikan pada badan-badan terkait yang namanya ada dalam ceritanya Freddy. Harus dibentuk tim yang imparsial,” tutur Putri.

Sebuah tim independen yang memiliki standar akuntabilitas dan mampu melibatkan ruang partisipasi publik seluas-luasnya. Tentu akan lebih baik jika langsung di bawah kontrol presiden.

Baca juga artikel terkait UU ITE atau tulisan lainnya dari Arbi Sumandoyo

tirto.id - Hukum
Reporter: Arbi Sumandoyo & Dieqy Hasbi Widhana
Penulis: Arbi Sumandoyo
Editor: Kukuh Bhimo Nugroho