tirto.id - Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengklaim minyak goreng (migor) curah lebih mahal dari minyak goreng kemasan. Hal tersebut menjadi salah satu alasan Kemendag melarang penjualan minyak goreng curah mulai Januari 2020.
“Ada yang khawatir harga [karena] harga minyak goreng curah lebih murah. Ternyata fakta di lapangan, yang curah lebih mahal, daripada [migor] kemasan,” kata Enggar usai membuka The Association of Natural Rubber Producing Countries (ANRPC) Annual Rubber Conference 2019 di Yogyakarta, Senin (7/10/2019).
Menurut Enggar, pemerintah tengah mencarikan solusi kepada produsen agar harga migor curah yang dikemas nanti tak mahal ke depannya. “Negosiasi [dengan produsen] terus berjalan,” ujar dia.
Namun demikian, toh klaim Enggar terkait migor curah lebih mahal dari migor kemasan ternyata tidak terbukti di lapangan, setidaknya di DKI Jakarta dan Jawa Tengah.
Berdasarkan pantauan harga di Jawa Tengah, Senin (7/10/2019), paling mahal harga migor curah per liter Rp10.500. Sedangkan, rerata harga migor curah di DKI Jakarta sebesar Rp11.893 per liter.
Harga migor curah di dua provinsi itu lebih rendah ketimbang harga migor kemasan merek Masku dan Bimoli sekitar Rp13.000-Rp14.000 per liter.
Enggar mengklaim produsen migor curah telah diajak bicara dan sepakat mendukung kebijakan. Ke depan, sambungnya, diharapkan tak ada lagi produsen yang memasok migor curah tanpa kemasan.
“Kebijakan itu sudah sekian tahun saya sampaikan. Kita harus menjaga kesehatan. Minyak curah sebagian recycling dari minyak bekas. Dari segi kesehatan tak terjamin, juga segi halal [tak ada],” katanya.
Meski begitu, Enggar belum menyiapkan sanksi terkait praktik penjualan migor curah usai 1 Januari 2020. Pria yang sempat bergabung dengan Partai Nasdem ini justru menyerahkan sepenuhnya soal sanksi itu kepada masyarakat.
“Kalau masih ada yang jualan, seharusnya rakyat protes. Mereka [produsen dan penjual] sudah diingatkan. Mereka juga sepakat menghentikan,” ujarnya.
Penulis: Zakki Amali
Editor: Ringkang Gumiwang