Menuju konten utama

Mi Instan, Gurih Pasarnya Sengit Persaingannya

Indofood masih menjadi raja mi instan di Indonesia. Sementara Wings Food berusaha keras memperbesar pangsa pasarnya. Peta persaingan industri ini sangat ketat di Indonesia. Namun, pangsa pasarnya secara perlahan tergerus oleh pesaing-pesaing baru. Kehadiran Mayora membuat persaingan semakin sengit.

Mi Instan, Gurih Pasarnya Sengit Persaingannya
Mi instan foto/shutterstock

tirto.id - Seorang remaja wanita Indonesia terlihat mondar-mandir ke berbagai toko di sebuah kota di Italia. Ia terlihat membawa kertas yang bertuliskan nama sebuah produk mi instan. Raut mukanya terlihat kecewa setiap kali ke luar dari toko. Ia tak menemukan satupun mi instan yang dicarinya.

“Waktu gue beasiswa di Rende Italia, yang paling gue kangenin, ya Indomie. Soalnya di sini gue cari kemana-mana nggak ada yang jual! Untungnya ketemu promo ini (tiket pesawat). Gue belain jauh-jauuuuuuuh ke Belanda. Cuma buat beli Indomie. Itu ceritaku. Apa ceritamu?”

Itulah penggalan iklan Indomie yang beredar empat tahun lalu. Pesannya mewakili perasaan kebanyakan orang Indonesia yang sulit berpaling dari mi instan.

Gemuknya Pasar Mi Instan

Mi instan memang sudah menjadi bagian penting dari menu makanan masyarakat Indonesia. Meski sering dianggap tidak sehat, tetapi kebiasaan makan mi instan sepertinya masih sulit dihilangkan. Itulah mengapa penjualan mi instan tak pernah turun.

Berdasarkan data instantnoodles.org, permintaan mi instan di Indonesia mencapai 14,40 miliar bungkus 2010. Angkanya naik lagi menjadi 14,53 miliar bungkus di tahun berikutnya. Permintaan terus naik di 2012 hingga 14,75 miliar bungkus, lalu tembus hingga 14,90 miliar bungkus di tahun berikutnya. Pada 2014, sempat ada sedikit koreksi permintaan menjadi 13,43 miliar bungkus.

Sementara Asosiasi Produsen Roti, Biskuit dan Mie (Arobim) memperkirakan permintaan mi instan di Indonesia tahun ini mencapai 16 miliar bungkus. Artinya, dengan penduduk 250 juta jiwa, maka rata-rata setiap orang Indonesia membeli 64 bungkus mi instan per tahun.

Dengan permintaan mencapai 14 miliar bungkus per tahun, Indonesia masuk dalam daftar negara dengan permintaan mi instan terbesar di dunia. Indonesia hanya kalah dengan Cina, yang permintaannya mencapai 44,4 miliar bungkus.

Jepang ada di peringkat ketiga dengan permintaan 5,5 miliar bungkus, disusul India dengan 5,3 miliar. Vietnam membuntuti di posisi kelima dengan catatan 5 miliar bungkus. Yang menarik, permintaan yang tinggi ini tak berbanding lurus dengan jumlah populasi suatu negara. Amerika Serikat misalnya, meski jumlah penduduknya terbesar keempat dunia, tetapi permintaan mi instannya hanya 4,2 miliar bungkus.

Permintaan yang tinggi secara linier mendorong tingkat penjualan mi instan. Data euromonitor mencatat pada 2003 penjualan mi instan di Indonesia hanya Rp8 triliun, kemudian melejit menjadi Rp13,7 triliun dalam kurun waktu lima tahun. Berselang lima tahun berikutnya, penjualan mi instan membukukan rekor baru Rp22,6 triliun.

Infografik HL MI

Dominasi Indofood

Sampai saat ini, pemimpin pasar mi instan di Indonesia masih dipegang oleh Grup Salim melalui PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. Indonesia-investments.com mencatat Indofood menguasai 72 persen pangsa pasar mi instan Indonesia. Wings Group dengan produk andalannya, Mie Sedaap berada di posisi kedua dengan pangsa pasar 14,9 persen.

Indofood memang masih berjaya. Namun, pangsa pasarnya secara perlahan tergerus oleh pesaing-pesaing baru. Berdasarkan laporan datacon.co.id, Indofood sempat menguasai 90 persen pangsa pasar mi instan pada 2009. Namun, angkanya terus susut hingga kini menjadi hanya 72 persen. Salah satu pesaing utama Indofood adalah produk Wings Food. Namun, perjuangan Wings Food untuk meraih pangsa pasar juga tidak mudah. Sejak Mie Sedaap diluncurkan pada 2003, baru pada 2011 Wings Food bisa merebut pangsa pasar dengan jumlah yang cukup berarti.

Berdasarkan nilai Compound Annual Growth Rate (CAGR), Wings Food mengalahkan Indofood. Selama periode 2003 – 2013, CAGR pendapatan “raja mi instan” hanya 10 persen per tahun. Sementara Wings mencatatkan pertumbuhan lebih signifikan hingga 26 persen. Pemain lain rata-rata hanya tumbuh 7 persen.

Conscience Food (CSF) membuntuti di posisi ketiga setelah Indofood dan Wings Food. CSF yang berbasis di Sumatera Utara melalui produk Alhami, Santremie, Alimi, dan Maitri menguasai pangsa pasar 2,7 persen. CSF memasarkan produk mereka ke Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Barat, dan Sumatera Selatan dengan penjualan masih di bawah 1 miliar bungkus per tahun.

Jurus Bertahan

Munculnya pesaing-pesaing baru tentu saja membuat Indofood ketar-ketir. Pasalnya, mi instan memberikan kontribusi besar pada pendapatan perusahaan. Pada 2015, mi instan memberikan sumbangan hingga 65 persen dari total pendapatan Indofood yang mencapai Rp31,74 triliun.

Indofood mencoba untuk mempertahankan pangsa pasarnya dengan mengeluarkan produk-produk barunya. Indofood tercatat mengeluarkan 19 produk mi instan yang terdiri dari berbagai rasa termasuk mi goreng. Untuk menggaet fans berat Indomie Goreng, Indofood bahkan mengeluarkan varian Chitato rasa Indomie Goreng. Varian baru ini terbukti sukses menggaet para fans Indomie Goreng. Terbaru, Indofood mengeluarkan produk mi kuah tanpa kuah. Varian ini merupakan modifikasi dari mi kuah. Produk ini juga mendapatkan sambutan yang cukup baik. Sementara Wings Food juga mencoba mempertahankan pangsa pasarnya dengan produk-produk baru.

Pemain-pemain baru terus bermunculan. Awal tahun, Grup Mayora masuk dalam kancah makanan cepat saji ini dengan meluncurkan produk mi instan merek "Bakmi Mewah". Kehadiran Mayora yang selama ini lebih banyak memproduksi biskuit membuat persaingan pasar mi instan di Indonesia makin sengit. Saat ini tercatat ada delapan produsen mi instan di Indonesia antara lain Indofood, Wings Food, CSF, ABC, Jakarama Tama, Medco Group, Nissin, dan Delifood.

Meski demikian, Indofood masih menjadi pemain utama pasar mi instan Indonesia. Salah satu keunggulan dari Indofood adalah jalur distribusi yang sudah mumpuni. Mereka sudah mampu masuk ke pasar-pasar ritel hingga pelosok tanah air. Dari warung kecil hingga supermarket besar, semua sudah bisa ditembus. Indomie juga sudah menjadi nama generik dari warung-warung penjual mi instan di pinggir jalan. Meski yang dijual tak hanya produk Indomie, tetap saja nama yang digunakan adalah Warung Indomie.

Tak hanya itu, konsistensi cita rasa dan varian-varian baru membuat masyarakat masih sulit berpaling dari produk mi instan kedua produsen tersebut. Chitato rasa Indomie Goreng adalah salah satu contoh bagaimana masyarakat masih sangat mendamba rasa khas dari Indomie Goreng. Karena itu, produk berbeda dengan rasa yang sama pun menjadi buruan. Ketika awal diluncurkan, Chitato rasa Indomie Goreng ini sempat langka di pasaran. Para penggemarnya pun terpaksa berburu ke penjual-penjual online.

Keunggulan itu dipadukan dengan agresivitas iklan di media massa. Nielsen mencatat, belanja iklan Indofood dan Wings Food sangat besar hingga kuartal I - 2015. Indofood membelanjakan Rp 241,2 miliar, Wings mengekor dengan angka Rp 226,1 miliar.

Para produsen mi instan berusaha keras mempertahankan tahtanya di Indonesia. Mereka tak mau pangsa pasarnya dicuri oleh para pemain-pemain baru. Sementara para pemain baru industri mi instan harus berusaha keras merebut pangsa pasar. Ini mengingat kesetiaan konsumen Indonesia terhadap produk-produk lama mi instan masih sulit goyah. Seperti yang terjadi dalam iklan Indomie. Ketika kita nun jauh dari Indonesia, produk mi instan tetap dirindukan.

Baca juga artikel terkait INDOMIE atau tulisan lainnya dari Suhendra

tirto.id - Bisnis
Reporter: Suhendra
Penulis: Suhendra
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti