Menuju konten utama

Kisah Mie Gaga dan Indomie Serta Profil Pendiri Djajadi Djaja

Sejarah Indomie dan Mie Gaga serta pendirinya Djajadi Djaja.

Kisah Mie Gaga dan Indomie Serta Profil Pendiri Djajadi Djaja
Ilustrasi Indomie. foto/istockphoto

tirto.id - Mie Gaga dan Indomie sedang jadi perbincangan banyak orang usai tersiar sejarah pendirian oleh Djajadi Djaja. Bahkan Mie Gaga jadi trending nomor 1 di media sosial X, menurut pengamatan pada Rabu (30/8/2023) pukul 10.00 WIB. Kenapa Mie Gaga dan Indomie trending?

Rupanya ada kisah unik di balik sejarah pendirian dua merek mie terkenal di Indonesia ini, hingga muncul istilah Djajadi "ditinggalkan" oleh merek buatannya sendiri. Kisah ini berawal dari kerja sama antara Djajadi dengan Sudono Salim untuk membangun PT Indofood Interna.

Sejarah Indomie dan Mie Gaga

Pencipta Indomie adalah Djajadi Djaja Chow Ming Hua. Sebelum terjun ke bisnis mie, ia memulai usaha di bidang penyaluran barang dengan mendirikan firma FA Djangkar Djati bersama teman-teman sekolahnya.

Selain itu, Djajadi juga mendirikan usaha bernama Sanmaru Food Manufacturing bersama Chow Ming Hua, Wahyu Tjuandi, Ulong Senjaya, dan Pandi Kusuma. Djaja menjadi direktur pada tahun 1971-1978.

Sanmaru Food Manufacturing inilah perusahaan yang pertama kali memproduksi mie instan dengan nama Indonesia Mie atau disingkat Indomie.

Mereka juga melakukan ekspor Indonesia ke luar negeri sejak tahun 1982 ke sejumlah negara yaitu Brunei Darussalam, Singapura, Malaysia, beberapa negara di Eropa, Amerika, hingga Australia.

Kemudian pada tahun 1984, Djajadi bekerja sama dengan Salim Group untuk mendirikan PT Indofood Eterna. Djajadi dkk menerima tawaran dari Salim Group untuk memindahkan kepemilikan Indomie.

Salim Group diprakarsai oleh Liem Sioe Liong yang memiliki PT Lima Satu Sankyu dan PT Sarimi Asli Jaya. Mereka menciptakan merek mie Sarimi dan Supermie sejak tahun 1968. Salim Group juga memiliki usaha terigu Bogasari.

PT Indofood Eterna hasil kerja sama Salim dan Djaja kemudian dipimpin oleh orang dekat Djajadi, Hendy Rusli. Berdirinya perusahaan ini juga turut menyatukan Indomie dan Supermie dalam satu rumah yang sama.

Saham PT Indofood Eterna dibagi menjadi dua, yaitu 57,5 persen saham milik Djajadi dan kawan kawan. Lalu, 42,5 persen saham menjadi milik Salim Group.

Meski memiliki saham lebih besar, Djajadi dkk tetap tersingkir dari Indofood saat mereka mengalami masalah keuangan pada 1993. Kepimilikan Indofood kemudian sepenuhnya beralih ke Salim Group.

Menurut Anthony Salim, kepemilikan beralih ke Salim karena Djajadi (dan rekan-rekannya) berkonflik, sehingga Salim mencari peluang dari masalah Djajadi tersebut.

Pada saat itu salah satu partner Djajadi di PT Wicaksana, Pandi Kusuma justru memilih menjadi partner Salim. Namun, ada juga rumor bahwa Salim "memaksa" Djajadi untuk menyerahkan sahamnya, misalnya dengan menghentikan suplai terigu ke pabrik PT Sanmaru.

Selain itu, pada 1993 Salim memutuskan tidak lagi memakai perusahaan Djajadi, PT Wicaksana sebagai distributor, melainkan kini memakai anak usahanya bernama Indomarco Adi Prima.

Walaupun demikian, pihak Salim membantah rumor bahwa Djajadi dan Salim memliki hubungan yang tidak baik dan rumor-rumor negatif tersebut.

Setelah tahun 1992, Djajadi sudah tidak lagi memiliki saham di pabrik Indomie setelah melepas saham miliknya yang tersisa ke Salim.

Pada 1994, PT Indofood Interna dan PT Sanmaru digabung dalam perusahaan baru: PT Indofood Sukses Makmur Tbk (kemudian sejak 2009, produksinya dialihkan ke anak usahanya, PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk).

Profil Djajadi Djaja dan Mie Gaga

Pada 17 Desember 1998, Djajadi menggugat Indofood ke pengadilan, karena ia merasa telah dipaksa menjual sahamnya dan mereknya di PT Indofood Interna dengan harga rendah.

Djajadi juga menuduh Salim telah memanipulasi kepemilikan saham agar sahamnya semakin mengecil. Menuntut ganti rugi Rp 620 miliar, Djajadi kalah sampai banding di Mahkamah Agung.

Kalah dari Salim, Djajadi lebih memilih untuk melanjutkan bisnis pabrik mi instan baru yang sudah dirintisnya sejak Mei 1993, di bawah PT Jakarana Tama yang memproduksi mi Gaga dan dulu pernah mengedarkan produk bermerek Michiyo.

PT Jakarana Tama berdiri pada 20 Juni 1980 sebagai perusahaan distribusi regional di Medan, Sumatera Utara. Perusahaan ini memproduksi sejumlah produk, seperti mi instan, makanan kalengan, sosis siap makan, hingga bumbu penyedap.

Produk mi instan buatan PT Jakarana Tama kemudian diberi nama dengan Mie Gaga. Perusahaan di bawah pimpinan Djajadi ini juga memiliki beberapa merek lain seperti, 100, 1000, Mie Gepeng, Mie Telor A1, Otak-otak, dan Sosis Loncat.

Pada situs Gaga Food, Djajadi menyebut ketertarikannya pada industri makanan karena pengalaman hidupnya saat kecil.

"Saya berasal dari latar belakang keluarga yang sangat miskin. Saya ingat, makanan yang biasa saya makan adalah bubur dengan garam dan sesekali telur rebus. Itu sudah menjadi kemewahan bagi keluarga saya," kata Djajadi.

Dari pengalaman itu, ia bermimpi menghasilkan makanan pokok yang terjangkau dengan nutrisi tepat dan rasa enak. Perusahaan lalu menghadirkan makanan harian terjangkau melalui berbagai produk, termasuk mi instan.

"Saya percaya kelezatan ajaib di setiap produk kami," ujarnya.

Setelah kisah Mie Gaga dan Indomie viral, PT Jakarana Tama enggan memberi tanggapan terkait pemberitaan soal komisarisnya, Djajadi Djaja.

"Djajadi Djaja dan PT Jakarana Tama tidak akan memberi tanggapan apapun sehubungan dengan berita yang tersebar," kata Djajadi dalam keterangan pers pada Jumat (25/8/2023).

Baca juga artikel terkait INDOMIE atau tulisan lainnya dari Dipna Videlia Putsanra

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Dipna Videlia Putsanra
Editor: Iswara N Raditya