tirto.id - Fulus eks narapidana korupsi proyek Wisma Atlet SEA Games Palembang, Nazaruddin, hinggap di agenda Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat pada 5 Maret lalu yang mengangkat Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko sebagai ketua umum—mendongkel Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
Informasi ini berawal dari keterangan seorang mantan kader partai, Gerald Piter Runtuthomas. Ia mengatakan diajak ikut memenangkan Moeldoko dalam KLB di Deli Serdang Sumatera Utara dengan iming-iming uang Rp100 juta pada 18 Februari lalu oleh seorang eks kader partai bernama Vecky Gandey. Saat itu Gerald menjabat Wakil Ketua DPC Kotamobagu Sulawesi Utara.
“Saya ikut karena diiming-imingi uang besar. 100 juta rupiah. Kalau tiba di lokasi akan dapat 25 persen. Setelah KLB, dapat sisanya,” kata Gerald. Namun ternyata janji tersebut jauh dari kenyataan. “Nyatanya cuma lima juta rupiah.”
Sebelum itu Partai Demokrat kubu AHY memang sudah menuding ada bagi-bagi dana sebesar Rp100 juta per DPC jika mau ikut KLB.
Ketua Organizing Comitte (OC) KLB di Deli Serdang Ilal Ferhard membenarkan jika pihaknya memberikan uang Rp5 juta. Dana itu adalah uang ganti operasional para peserta termasuk untuk tiket pesawat, hotel, hingga uang saku. Karena peserta banyak yang protes, uang ditambah lagi menjadi total Rp10 juta per orang.
Menurut Ilal, apa yang disampaikan Gerald justru meruntuhkan tudingan Partai Demokrat kubu AHY mengenai iming-iming Rp100 juta.
“Ada hikmah juga itu diviralkan. Kami patahkan fitnah secara langsung apa yang disampaikan kubu sebelah. Siapa yang mulai Rp100 juta, OC pun enggak pernah dengar. Tidak pernah ada tertulis iming-iming Rp100 juta. Rp10 juta totalnya per orang. Itu masih wajar dana politik. Tapi kalau Rp25-Rp100 juta, enggak ada,” kata Ilal saat dihubungi wartawan Tirto, Selasa (9/3/2021) sore. “Sangat jelas kami tidak bermain uang,” tambahnya.
Ilal juga yang mengatakan bahwa salah satu penyumbang dana untuk KLB di Deli Serdang adalah Muhammad Nazaruddin, eks Bendahara Partai Demokrat di era Ketua Umum Anas Urbaningrum. “Bukan donatur tunggal, hanya sumbangsih. Jika peserta merasa kurang, beliau tambahin,” katanya.
Kata Ilal, mau bagaimanapun Nazar masih bagian dari Partai Demokrat yang merasa dizalimi di masa lalu dan akhirnya ikut mendukung blok KLB. “Beliau merasa keluarga besar Partai Demokrat, membesarkan partai di zamannya Anas. Beliau mau enggak mau merasa [memiliki] juga dan mengeluarkan isi kantong.”
Moeldoko juga berjanji ikut menyumbang dana sebagai tanda terima kasih setelah terpilih sebagai ketua umum. “Masih statement, belum keluarin cek. Berapa nominal saya belum tahu,” katanya. “Nanti apa kira-kira yang kurang, saya akan bantu,” Ilal mengulang janji Moeldoko.
Jejak Nazaruddin
Nazaruddin masuk ke dalam struktur kepengurusan DPP Partai Demokrat periode 2010-2015 sebagai bendahara umum. Ketika itu ketua umumnya adalah Anas Urbaningrum. Sementara Jhoni Allen Marbun dan Max Sopacua, inisiator KLB yang memenangkan Moeldoko, menjabat sebagai wakil ketua umum. Dengan begitu bisa dibilang para inisiator dan penyumbang dana KLB adalah kubu lama.
Selain itu Nazar juga merupakan pengusaha dan anggota DPR RI periode 2009-2014.
Namun kiprahnya tak berlangsung lama baik sebagai fungsionaris partai atau anggota dewan. Pada 2011, ia ditetapkan sebagai tersangka kasus suap Wisma Atlet untuk SEA Games ke-26. KPK menduga ada penggelembungan harga yang mengakibatkan kerugian negara Rp25 miliar.
Nazar sempat menjadi buron dan beritanya saban hari menghiasi televisi Indonesia. Ia akhirnya ditangkap saat berada di Kolombia.
Setelah serangkaian persidangan, Nazar akhirnya divonis enam tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider satu tahun kurungan. Hakim menyatakan Nazar terbukti menerima gratifikasi dan melakukan tindak pidana pencucian uang.
Beberapa pihak lain yang juga divonis adalah anggota DPR dari Partai Demokrat Angelina Sondakh, Direktur utama PT DGI Dudung Purwadi, dan Ketua Komite Pembangunan Wisma Atlet Rizal Abdullah.
Dari Manajer Pemasaran PT DGI Idris, Nazaruddin diduga menerima Rp 23.119.278.000. Nazaruddin, dalam kapasitasnya sebagai anggota DPR, terbukti membantu meloloskan PT DGI sebagai pemenang proyek. Idris sendiri divonis dua tahun penjara ditambah denda Rp200 juta subsider enam bulan kurungan.
Sementara Angelina divonis 12 tahun penjara pada 2013. Belakangan ia mengajukan Pengajuan Kembali ke Mahkamah Agung dan vonisnya dipangkas menjadi kurungan 10 tahun penjara ditambah denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan.
Masuknya Kembali Gerbong Anas
Setelah memberikan uang, jejak Nazaruddin di Partai Demokrat mungkin akan tersambung lagi. Ilal mengatakan saat ini Moeldoko, Sekretaris Jenderal Jhoni Allen Marbun, dan Ketua Dewan Pembina Marzuki Alie masih menyusun tim formatur dan struktur kepengurusan. Mungkin di kepengurusan nanti ada nama Nazaruddin.
“Itu haknya ketua umum. Apakah [jabatannya] wakil ketua umum, atau yang lain,” kata dia.
Ilal sendiri mengaku tak masalah jika Nazar menjabat kembali meski mantan koruptor. Kata dia, Nazaruddin hanyalah korban orang-orang lama di partai. “Siapa pun yang dibilang koruptor, mereka hanya korban orang yang lama,” kata dia.
Anas Urbaningrum juga termasuk korban orang lama, katanya. “Beliau bagian dari korban juga. Korban perasaan. Merasa terdzolimi,” kata dia. Oleh karena itu pula Anas menurutnya mendukung KLB. Ia membenarkan ada komunikasi via telepon antara pihak panitia KLB dengan Anas yang masih mendekam di penjara.
Salah satu pendiri Partai Demokrat kubu KLB Hengky Luntungan juga tak merasa perlu mempermasalahkan kehadiran Nazaruddin. Menurut dia, hal senada juga bisa diutarakan kepada Partai Demokrat kubu AHY.
“Kalau dia koruptor, Andi Mallarangeng koruptor atau bukan?” kata Hengky. Andi ada di kubu AHY dan mengatakan AHY adalah “kader terbaik Partai Demokrat.”
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Rio Apinino