tirto.id - Mahkamah Konstitusi (MK) resmi membentuk Mahkamah Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) setelah sejumlah hakim dilaporkan oleh masyaraat atas dugaan pelanggaran etik. Pelaporan ini buntut dari tujuh putusan MK terkait uji materi syarat usia capres-cawapres dalam UU Pemilu.
Juru Bicara MK bidang hukum, Enny Nurbaningsih mengatakan, MK menerima sekitar 7 aduan dalam berbagai klasifikasi. Sembilan hakim Mahkamah memutuskan membentuk MKMK untuk menangani aduan tersebut. Komposisi MKMK terdiri atas eks Ketua MK Jimly Asshidiqie, hakim konstitusi Wahiduddin Adams, dan akademisi Bintan Saragih.
“Kami menyerahkan sepenuhnya kepada MKMK. Hakim akan konsentrasi sepenuhnya kepada apa yang sedang kami tangani,” kata Enny di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (23/10/2023).
Enny memastikan, kerja MKMK tidak akan bisa diintervensi. Hasil putusan MKMK akan ditandangani oleh hakim ketua Anwar Usman.
Kepala Bagian Humas dan Kerja Sama Dalam Negeri MK, Fajar Laksono Soeroso menambahkan, MKMK memang tidak berlaku permanen. Sebelumnya, MKMK sudah pernah dibentuk untuk menyelesaikan dugaan pelanggaran etik yang juga diajukan masyarakat.
“Sifatnya ad hoc, memang dalam aturan boleh ad hoc atau permanen, dan para hakim memilih ad hoc. Tidak apa-apa yang penting kan permasalahan selesai, karena hakim anggota juga kan ganti-ganti,” ucap Fajar.
Meski demikian, Direktur Eksekutif Public Virtue Research Institute (PVRI) Yansen Dinata mengkritik soal komposisi anggota MKMK. Ia menilai, komposisi keanggotaan majelis etik MK saat ini mengandung potensi konflik kepentingan dari sebagian anggotanya. Salah satunya adalah Jimmly Ashiddiqie.
“Jimmly pernah menemui Prabowo pada awal Mei 2023. Dari pertemuan itu, Jimmly pernah mengakui dukungannya kepada Prabowo dalam Pilpres 2024. Salah seorang anak Jimmly, yaitu Robby Ashiddiqie juga merupakan calon legislator Partai Gerindra pimpinan Prabowo,” kata Yansen.
Dalam kacamata sistem politik ketatatnegaraan, MK berwenang memutus perselisihan pemilu, termasuk ketika pelanggaran presiden berkuasa. PVRI meyakini putusan MK yang berimbas meloloskan putra sulung Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming untuk maju pilpres sudah melanggar aturan.
“Pemilu yang adil memerlukan kekuasaan kehakiman yang berani melakukan check and balances atas penyelenggara negara eksekutif. Dengan kondisi MK saat ini serta komposisi Majelis Kehormatan yang kental konflik kepentingan, sulit berharap adanya putusan yang berkeadilan jika ada sengketa politik peserta Pemilu,” tambah Yansen.
PVRI memperkirakan MK berpotensi memicu konflik politik yang serius dalam Pemilu 2024 dan membuat demokrasi Indonesia berada di ujung tanduk. PVRI menilai pembentukan komposisi MKMK itu menambah daftar pelemahan kredibilitas Mahmakah Konstitusi sebagai pengawal konstitusi dan demokrasi di Indonesia.
Yansen menjelaskan, putusan MK yang meloloskan putra sulung Jokowi melengkapi rangkaian pelemahan demokrasi yang intens selama lima tahun terakhir.
Dalam kesempatan yang sama, pengurus PVRI, Anita Wahid menambahkan, penentuan bacawapres yang dimuluskan MK mengabaikan secara terang-terangan etika politik.
“Ini membuat demokrasi Indonesia ada di ujung tanduk. Kondisi saat ini mengkhawatirkan. Rangkap jabatan kembali lumrah. Pembuatan kebijakan terang-terangan mengabaikan masyarakat. Lembaga pemberantas korupsi dilemahkan dengan retorika anti radikalisme,” kata Anita yang juga putri Presiden ke-4 KH. Abdurrahman Wahid atau Gusdur.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Rizky Argama juga mencatat keberadaan posisi Jimly. Ia mengakui kredibilitas eks Ketua MK itu, tetapi ikut menyoalkan sikap Jimly di Pilpres 2024.
“Dengan situasi hari ini publik juga mengetahui bahwa beliau itu mendukung Prabowo secara terbuka dalam kontestasi pilpres kali ini walaupun mungkin memang secara formal tidak tergabung dalam tim pemenangan atau tim suksesnya, tapi kita tidak bisa menafikan bahwa ada catatan tersebut,” kata Rizky, Selasa (24/10/2023).
Rizky juga mengatakan, ada catatan lain, yakni hakim konstitusi Wahidudin Adams yang akan memeriksa Ketua MK Anwar Usman yang merupakan atasannya. Akan tetapi, hal itu wajar karena MKMK memang harus terdiri atas hakim konstitusi yang sedang menjabat, eks hakim konstitusi, dan akademisi. Komposisi MKMK saat ini sudah memenuhi unsur tersebut. Publik harus menerima selayaknya putusan pengadilan atas ketetapan peserta.
“Jadi komposisi majelis ini bisa jadi tidak ideal, tapi memang kita harus menerimanya dan kedepannya yang kita harapkan dan tentu publik bisa mendesak dari sisi media mungkin, media massa maupun media sosial dan kita terus mendengungkan untuk mendorong supaya majelis kehormatan ini bekerja secara adil dan imparsial serta menghasilkan putusan yang bisa diterima oleh publik karena dianggap adil," kata Rizky.
Oleh karena itu, Rizky menilai, potensi konflik kepentingan mungkin ada, tetapi semua kembali pada proses dan putusan MKMK di masa depan.
Salah satu pelapor dugaan pelanggaran etik dari Pusat Bantuan Hukum Indonesia (PBHI), Julius Ibrani menyayangkan komposisi MKMK yang masih ada potensi konflik kepentingan. Ia menyinggung soal Jimly yang pernah secara terbuka mendukung Prabowo dan anak Jimly, Robby Ferliansyah Ashiddiqie adalah pengurus Partai Gerindra yang masih berafiliasi dengan Prabowo.
"Kami sih dari awal ketika melihat pemilihan MKMK ini tidak dilakukan secara transparan, kami melihat ini ada potensi diarahkan juga konflik kepentingan,” kata Julius, Selasa (24/10/2023).
Julius khawatir MKMK di bawah kepemimpinan Jimly tidak bisa menyorot konflik kepentingan karena tersandung konflik kepentingan. Oleh karena itu, Julius menyarankan, MK sebaiknya menunjuk mantan hakim yang lebih kredibel seperti hakim Maria Farida demi mencegah konflik kepentingan.
“Jadi harapannya sebetulnya komposisi orang-orangnya jangan orang-orang yang bermasalah dan punya potensi konflik kepentingan misalnya tadi tunjuk yang lain. Harusnya sih ini dibongkar ulang," kata Julius.
Respons MK dan Jimly
Ketua MK Anwar Usman yakin kredibilitas MKMK nanti dalam memutus etik. Ia juga memastikan MKMK akan bertindak independen dan bebas kepentingan.
“Enggak ada. Jadi gini, tadi sudah disumpah. Dengar enggak sumpahnya tadi? Tadi disumpah itu loh," kata Anwar singkat usai pelantikan anggota MKMK.
Jimly juga angkat bicara soal tudingan dirinya tidak berintegritas. Ia tidak mempermasalahkan karena situasi saat ini sudah berbeda-beda. Ia pun akan bekerja sesuai sumpah jabatan. Pria yang juga legislator DPD RI ini memastikan independensi bukan hanya ujaran.
“Independensi itu enggak usah diomongin, dikerjain saja. Nanti you nilai kalau sudah diputus. Dari pada retorika 'insyaallah saya independen' enggak gitu. Etika itu bukan hanya soal retorika, dikerjain saja,” kata Jimly usai dilantik.
Jimly memastikan pemeriksaan akan sesuai kode etik yang diatur sejak 2003. Ia akan memberikan sanksi jika memang ditemukan dugaan pelanggaran etik. Sanksi pun akan diberikan sesuai derajat kesalahan.
“Kan, sudah tersedia sanksinya. Yang paling berat diberhentikan dengan tidak hormat. Lalu yang paling ringan diberi teguran. Cuma kan nanti proses diperiksa dulu. Kalau aturan sudah jelas, di PMK,” kata Jimly.
Jimly juga membuka peluang dirinya bisa memberi putusan provisi jika sesuai aturan. “Nanti dibicarakan. Jangan nanya substansi dulu. Baru dilantik, saya ketemu bertiga saja belum,” kata Jimly.
Selain itu, Jimly juga memastikan dirinya akan fokus di MKMK meski berstatus legislator DPD saat ini. Ia mengaku kapok menjadi legislator.
“Itu dia saya kan sudah bilang, cuma karena saya engga nyalon lagi, jadi enggak ada konflik kepentingan. Sudah tobat saya, mau kembali ke jalan yang benar," kata Jimly.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz