tirto.id - Gubernur Lemhannas, Andi Widjajanto resmi menjadi bagian dari Tim Pemenangan Nasional Ganjar Presiden (TPN-GP) pada Pilpres 2024. Ketua TPN-GP, Arsjad Rasjid mengatakan, Andi akan menjabat sebagai deputi politik 5.0, sementara Komjen (purn) Luki Hermawan sebagai deputi kinetik teritorial.
“Ini baru dua deputi yang diumumkan lagi. Untuk deputi lainnya masih nanti, dan saat ini baru Pak Andi dan Luki yang kami umumkan,” kata Arsjad usai rapat mingguan di Gedung High End, Jakarta, Rabu (11/10/2023).
Penentuan nama Andi tentu menjadi pertanyaan publik karena ia tengah menjabat sebagai Gubernur Lemhannas sejak 21 Februari 2022. Andi sendiri merespons pendek saat ditanya soal dirinya menjadi tim pemenangan Ganjar padahal berstatus gubernur Lemhannas. Andi menyerahkan pada ketentuan hukum yang berlaku.
“Disesuaikan dengan aturan yang ada,” kata Andi di Gedung High End, Jakarta, Rabu kemarin.
Andi juga mengaku akan mendiskusikan posisinya sebagai timses Ganjar Pranowo dengan Mensesneg Pratikno. “Nanti akan disesuikan dengan peraturan yang ada. Tentunya, saya akan mengikuti peraturan tersebut,” kata Andi.
Sebagai catatan, dasar pembentukan lembaga Lemhannas adalah Perpres Nomor 98 tahun 2016 tentang Lemhannas. Pasal 5 Perpres tersebut menyatakan sejumlah syarat yang harus dipenuhi ketika seseorang menjadi gubernur dan wakil gubernur lemhannas. Akan tetapi, tidak ada aturan spesifik bahwa harus bebas dari kepentingan politik.
Saat disinggung saat komunikasi dengan Presiden Jokowi, Andi mengatakan dirinya adalah bagian tim 11 bentukan Megawati untuk mendukung pencalonan Jokowi. Ia mengaku ada arahan dari Megawati untuk tetap satu komando.
“Sebetulnya kami dari Tim 11 yang dulu dibentuk oleh Ibu Mega untuk membantu Presiden Joko Widodo, saat itu untuk pencalonan beliau, sudah mendapat arahan untuk tetap berada di garisnya Bu Mega,” kata Andi.
Andi memastikan bahwa dia ada komunikasi dengan Jokowi jika masuk TPN. Namun, ia memastikan langkahnya akan tetap bersama PDIP.
“Pada dasarnya penegasan bahwa garis politik kami merah, sehingga sebetulnya tidak ada pilihan, jadi tidak perlu mikir apa pilihan politik kami ketika bergerak di pilpres,” kata Andi.
Sementara itu, Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto mengaku, sudah ada komunikasi dengan Jokowi dalam penetapan Andi sebagai deputi. Ia mengaku Andi sebelumnya hanya sebagai narasumber hingga akhirnya dipilih sebagai bagian tim pemenangan. Ia juga menjamin Lemhannas netral meski Andi menjadi bagian tim pemenangan.
“Ini merupakan hal yang sangat strategis, sehingga tidak mungkin hal tersebut tanpa dikonsultasikan dengan Bapak Presiden Jokowi sehingga yang penting, mulai hari ini sudah kerja dan Mas Andi tetap akan menjaga dan memastikan bahwa Lemhannas tetap netral, itu yang paling penting,” kata Hasto.
Hasto juga mengaku PDIP sudah komunikasi ke KPU soal nasib Andi yang masih menjabat sebagai gubernur Lemhannas. Ia pun mengaku tidak ada masalah.
“Kami ini taat asas. Kami sudah konsultasi kepada KPU dan sebelumnya Mas Andi Widjajanto juga sudah konsultasi kepada Bapak Presiden," kata Hasto.
Masalah Etik & Potensi Penyalahgunaan Kewenangan
Peneliti kebijakan publik dari Institute for Development of Policy and Local Partnership (IDP-LP), Riko Noviantoro mengkritik soal keterlibatan Andi Widjajanto dalam tim pemenangan capres. Ia sebut, keterlibatan Andi adalah bukti pelanggaran etik pejabat publik sekaligus berpotensi terjadinya penyimpangan kewenangan.
“Standar etik pejabat publik sebenarnya sudah jelas tertuang dalam sejumlah peraturan, antara lain Tap MPR No XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme; lalu UU No 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme,” kata Riko, Kamis (12/10/2023).
Menurut Riko, kedewasaan pejabat publik saat ini kian mengalami degradasi berdasarkan kasus Andi. Ia menyebut kehendak pribadi untuk berpolitik dicampurkan dalam ruang kewenagnan sebagai pejabat publik. Akibatnya berbagai upaya dilakukan pejabat untuk mendapatkan kehendak politiknya.
Riko menambahkan, situasi semakin pelik ketika standar etik pejabat publik yang tertuang dalam peraturan juga dibiarkan terjadi. Bahkan secara terang benderang dilakukan pejabat publik di hadapan masyarakat. Sesuatu yang menjatuhkan martabat dan muruah pemerintahan.
“Ada dua alasan utama etik pejabat publik harus dijaga. Pertama, pejabat publik ada teladan bagi rakyat. Kedua, pejabat publik adalah sumber kepercayaan publik terhadpa pemerintahan,” kata dia.
Dengan kata lain, Riko menegaskan, pelanggaran etik pejabat publik mendorong hilangnya kepercayaan publik terhadap pemerintah, sekaligus merendahkan pribadi pejabat sebagai teladan. Pada akhirnya masyarakat juga akan melakukan hal serupa.
Ketaatan terhadap peraturan, kata Riko, sepatutnya dicontohkan pejabat publik. Bukan sebaliknya pejabat publik justru melanggar peraturan. Apalagi pelanggaran etik itu dapat membuka celah pelanggaran kewenangan yang akhirnya berpotensi korupsi. Karena itu, ia mendorong agar Andi sebaiknya mundur sebagai gubernur Lemhannas.
Analis politik dari Aljabar Strategic, Arifki Chaniago menilai, penempatan Andi dapat dipersepsikan sebagai keberpihakannya pada PDIP atau sikap pribadi. Akan tetapi, Arifki menekankan publik akan menyoroti status Andi sebagai pejabat Lemhannas dan tim pemenangan Ganjar selain kemungkinan PDIP ingin menarik Andi kembali ke pangkuan Mega.
“Bisa jadi ini menjadi ruang bagi PDIP untuk menarik kembali Andi Widjajanto, tetapi tentu akan menjadi multitafsir karena dia masih menjabat sebagai pejabat publik,” kata Arifki, Kamis (12/10/2023).
Arifki mengatakan, upaya menggaet Andi sebagai bagian dari Lemhannas menguntungkan secara politik. PDIP akan memiliki jaringan kuat di sektor politik. Akan tetapi, status tidak netral Andi bisa saja menjadi alat politik untuk membangun persepsi tertentu.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz