Menuju konten utama
Reshuffle Kabinet

Siapa Mentan yang Tepat Pengganti SYL di Tengah Masalah Pangan

Tantangan jangka pendek mentan baru yang perlu segera diselesaikan adalah dampak El Nino yang berimbas ke produksi pangan, salah satunya masalah beras.

Siapa Mentan yang Tepat Pengganti SYL di Tengah Masalah Pangan
Presiden RI Joko Widodo didampingi Menteri Sekretaris Negara Pratikno menerima kedatangan mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo di Istana Merdeka, Jakarta Pusat, pada Minggu malam (8/10/2023). ANTARA/Mentari Dwi Gayati.

tirto.id - Presiden Joko Widodo belum menentukan nama menteri pertanian definitif pengganti Syahrul Yasin Limpo atau SYL yang mundur sejak 5 Oktober 2023, karena tersandung kasus korupsi. Saat ini Jokowi baru menunjuk Kepala Badan Pangan (Bapanas) Arief Prasetyo Adi sebagai Plt Mentan.

Saat ditanya soal mentan definitif, Jokowi enggan menjawabnya. Eks gubernur DKI Jakarta itu juga tidak mau menjawab apakah kursi mentan tersebut akan diisi orang berlatar belakang partai politik seperti SYL, yang notabene kader Partai Nasdem, atau dari kalangan profesional.

“Secepatnya kita siapkan,” kata Jokowi singkat.

Pemilihan mentan baru tentu menjadi tantangan berat. Hal ini tidak lepas dari situasi global yang tidak menentu, ditambah perubahan iklim ekstrem yang belakangan ini terjadi. Selain itu, berdasarkan catatan Tirto dari beberapa sumber, masih terdapat catatan kinerja Kementan di era SYL yang perlu dibenahi.

Pertama, SYL gagal mengatur sistem perkebunan kelapa sawit. Hal itu terbukti dalam kasus krisis minyak goreng pada 2022. Kedua, pemerintah masih mengalami tantangan dalam ketersediaan pupuk di masyarakat. Hingga saat ini, pupuk masih langka. Hal ini tidak lepas dari kondisi kelangkaan pupuk di dunia global yang berimbas ke Indonesia.

Ketiga, Indonesia masih memiliki masalah dari produksi beras. Angka produksi beras dalam tiga tahun terakhir tidak mengalami kenaikan secara signifikan, Mengutip data BPS, produksi beras Januari-Desember 2022 berada pada angka 31,54 juta ton. Angka ini naik sebesar 184,50 ribu ton (0,59 persen) dibandingkan dengan produksi beras 2021.

Produksi beras di 2023 diproyeksi akan turun di angka 29,46 juta ton. Angka ini sangat dekat dengan angka konsumsi beras Indonesia yang rerata tembus 2,51 hingga 2,53 juta ton per bulan selama 2022. Jika dikalkulasi, total kebutuhan konsumsi beras Indonesia di 2022 sudah tembus 30,2 juta ton beras.

Sejumlah pemerhati lantas menyebut permasalahan beras tidak lepas dari masalah perubahan iklim, ketersediaan pupuk yang sulit, penurunan area tanam karena konversi, serangan hama, rusaknya lahan pertanian dan masalah lain. Hal ini lantas dikaitkan dengan kebijakan impor beras.

"Kita berharap setidak-tidaknya menteri yang baru nanti bisa mengatasi tantangan jangka pendeknya, yaitu bagaimana mengatasi persoalan pangan, suplai pangan di tengah permasalahan El Nino, keterbatasan produksi supply agar supaya tidak memunculkan gejolak di tahun politik,” kata Piter.

Direktur Eksekutif Segara Research Institute, Piter Abdullah menilai, mentan baru akan menghadapi tantangan besar dalam jangka pendek setelah dilantik. Tantangan tersebut antara lain masalah pangan, dampak El Nino pada pangan, kenaikan harga pangan hingga upaya stabilisasi harga pangan. Tantangan-tantangan itu akan menjadi tantangan jangka pendek yang harus segera diselesaikan mentan baru.

Di sisi lain, mentan baru tidak akan banyak bekerja untuk penyelesaian persoalan jangka panjang. Ia beralasan, mentan baru tidak memiliki waktu banyak untuk menyelesaikan masalah jangka panjang.

“Ini hanya caretaker saja untuk melaksanakan sisa waktu dari masa pemerintahan Jokowi, tetapi tentunya kita berharap setidak-tidaknya menteri yang baru nanti bisa mengatasi tantangan jangka pendeknya, yaitu bagaimana mengatasi persoalan pangan, suplai pangan di tengah permasalahan El Nino, keterbatasan produksi supply agar supaya tidak memunculkan gejolak di tahun politik,” kata Piter kepada reporter Tirto, Rabu (11/10/2023).

Piter mengatakan, tantangan jangka pendek yang harus diselesaikan adalah dampak El Nino yang berimbas pada produksi pangan, salah satunya masalah beras. Mentan terpilih tidak akan bisa melakukan pekerjaan langsung untuk menangani sektor pertanian usai dilantik.

Menurut Piter, menteri pertanian baru kemungkinan akan lebih koordinatif, sinergis dan bekerja sama dengan menteri lain untuk menangani masalah kelangkaan suplai pangan saat ini. Mentan akan bertugas untuk menjaga agar inflasi tidak muncul dari sektor pangan.

Selain itu, pekerjaan rumah yang mungkin harus diselesaikan mentan baru adalah masalah data. Ia melihat pekerjaan mentan lama, Syahrul Yasin Limpo masih belum menyelesaikan masalah data produksi pangan. Ia melihat data Kementerian Pertanian, Kementerian Perindustrian hingga BPS masih berbeda. Hal itu membuat pemerintah sulit membuat kebijakan.

Siapa yang Layak menjadi Mentan Pengganti SYL?

Piter menilai, mentan ke depan tidak lagi pada persoalan kader partai politik atau profesional. Sebab, kata Piter, siapa pun yang ditunjuk Jokowi, mereka tidak akan bisa berbuat banyak karena waktu tugas sangat sedikit.

“Saya kira kalau antara profesional dengan politikus yang sekarang ini enggak jauh beda karena waktunya singkat banget. Kita taruh orang profesional seperti apa pun, dia tidak akan bisa menyelesaikan semua permasalahan," kata Piter.

Piter menambahkan, “Jadi pertimbangan politik jauh lebih besar sekarang ini bagaimana Pak Jokowi menempatkan menterinya itu yang lebih kondusif untuk secara politik terutama di dalam langkah kita menyelesaikan masa akhir dari Presiden Jokowi, kan agar supaya meninggalkan legacy yang terbaik.”

Piter mencontohkan, profesional butuh waktu untuk mempelajari masalah dan implementasi penyelesaian masalah yang bersifat perubahan besar. Ia menduga profesional pun akan berupaya mengerjakan sesuatu yang sudah digariskan.

Akan tetapi, Piter menekankan, bukan berarti Jokowi akan lebih pro politikus, melainkan mantan Wali Kota Solo itu akan mencari orang yang bisa diterima semua pihak daripada mempertimbangkan latar belakang kandidat.

“Profesional atau politikus? Dia (Jokowi) akan lebih mempertimbangkan kira-kira siapa yang secara politik bisa diterima karena kita tahu sekarang Pak Jokowi ini lebih memainkan posisi politiknya,” kata Piter.

Menurut Piter, kalau Jokowi kembali menunjuk mentan dari Partai Nasdem tidak mungkin. “Tapi ini, kan, apa yang dia taruh di situ bisa menjadi sinyal dari Pak Jokowi ke arah mana dia. Itu pasti akan menjadi pertimbangan Pak Jokowi dan menurut saya itu sah-sah saja karena Pak Jokowi pasti akan lebih mempertimbangkan dampak politik dari penunjukan menteri itu,” kata Piter.

Hal senada disampaikan analis politik dari Universitas Padjajaran, Kunto Adi Wibowo. Ia melihat Jokowi akan mengisi mentan dengan kalkulasi politik karena waktu kepemimpinannya akan berakhir.

“Mau enggak mau pasti akan [mempertimbangkan faktor politis], apalagi kan tinggal beberapa bulan lagi kerjanya,” kata Kunto, Rabu (11/10/2023).

Kunto menilai, permasalahan seperti beras tidak bisa ditangani oleh mentan saja. Oleh karena itu, pertimbangan politik akan lebih kuat daripada sekadar latar belakang kebutuhan profesional.

"Tentu saja hak prerogatif ada di Pak Jokowi dan kursi mentan ini strategis untuk dijadikan bargaining politik Pak Jokowi menjelang 2024," kata Kunto.

Dari sisi perhitungan politik, Kunto yakin Jokowi akan memilih mentan yang tidak akan memicu konflik dengan PDIP saat ini. Sebab, relasi Jokowi dan PDIP memang disebut tidak baik-baik saja karena mantan Wali Kota Solo itu lebih condong ke Prabowo daripada bacapres PDIP, Ganjar Pranowo.

Karena itu, kata Kunto, Jokowi tidak akan memilih mentan dengan berlatar belakang partai politik, terutama dari Partai Nasdem lagi.

“Yang jelas, kan, pasti bukan dari Partai Nasdem, dari partai lain ini, kan, kemudian akan menunjukkan Pak Jokowi lebih condong ke Ganjar atau Prabowo. Dari sini bisa jadi bacaan-bacaan politik yang lain,” kata Kunto.

Kunto menilai, pemilihan mentan dari kalangan profesional akan lebih menguntungkan bagi Jokowi. Ia akan memiliki lebih kecil risiko politik karena faktor hubungan dengan PDIP serta tidak akan mengganggu posisi mantan Gubernur DKI Jakarta itu sebagai kingmaker.

Selain itu, kata Kunto, Jokowi bisa membangun kepercayaan publik dan bisa mengirim hasil kepercayaan tersebut kepada kandidat yang didukung di Pemilu 2024. Oleh karena itu, pemilihan mentan akan mempengaruhi situasi nasional.

“Tentu saja hak prerogatif ada di Pak Jokowi dan kursi mentan ini strategis untuk dijadikan bargaining politik Pak Jokowi menjelang 2024," kata Kunto.

Baca juga artikel terkait RESHUFFLE KABINET atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Politik
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz