Menuju konten utama

Menlu AS Temui Duterte Bahas Laut Cina Selatan

Sejak Duterte terpilih dalam pemilihan umum pada Mei, Menlu AS John Kerry mengunjungi Filipina guna membicarakan agenda prioritas pemerintahan Duerte. Selain itu, Kerry juga menyatakan dukungan kembali dibukanya dialog antara Filipina dan Cina.

Menlu AS Temui Duterte Bahas Laut Cina Selatan
Menteri Luar Negeri John Kerry. Reuters/Kevin Lamarque.

tirto.id - Menteri Luar Negeri (Menlu) Amerika Serikat John Kerry menemui Presiden Filipina Rodrigo Duterte di Manila, Rabu (27/7/2016), guna membahas agenda prioritas pemerintahannya beserta kemungkinan dialog dengan Cina untuk meredakan ketegangan di Laut Cina Selatan.

Kerry merupakan salah satu pejabat tertinggi AS yang mengunjungi Filipina sejak Duterte terpilih dalam pemilihan umum pada Mei, pascapertemuan para menteri luar negeri negara kawasan Asia Tenggara di Laos pekan ini.

"Kami akan mendengar agenda prioritas pemerintahan [Duterte], dan berusaha mengenalnya lebih dekat," kata seorang pejabat pemerintah AS jelang pertemuan.

"Kami juga akan membahas agenda kerja sama kedua negara berikut bidang yang nantinya jadi sasaran." Duterte akan menjamu Kerry di istana presiden untuk santap siang resmi.

Penyambutan itu dinilai pejabat AS sebagai "langkah yang belum pernah dilakukan, dan jamuan di istana presiden baru menandai betapa pentingnya hubungan dan aliansi" dengan AS.

Kerry menerangkan, Selasa (26/7/2016), ia mendukung kembali dibukanya dialog antara Filipina dan Cina untuk membahas hasil persidangan internasional terkait sengketa di Laut Cina Selatan, diputuskan awal bulan ini.

Cina menolak keputusan Pengadilan Permanen Arbitrase (PCA) pada 12 Juli di Den Haag, pasalnya Filipina memenangkan perkara atas perairan tersebut.

Dalam pertemuan di Vientiane, Menteri Luar Negeri Cina Wang Yi meminta agar Kerry mendukung adanya dialog bilateral guna memulihkan hubungan Manila dan Beijing.

"Harapannya, pertemuan ini dapat lebih mengeksplorasi pertanyaan tentang seperti apa langkah positif, membangun, damai dan sesuai hukum yang akan diambil di masa depan," kata pejabat pemerintah AS itu. Ia menambahkan, Filipina telah mampu menahan diri sejak ditetapkannya hasil persidangan.

Pihak itu turut menjelaskan, Kerry akan mengungkap keprihatinannya atas "sejarah kelam" pembunuhan di luar proses persidangan (ekstrayudisial) dan kekerasan terhadap jurnalis yang banyak terjadi di Filipina.

"Kami berharap dapat lebih memahami pemikiran Presiden Duterte mengenai perlindungan hak asasi manusia (HAM), hak sipil, dan jaminan bahwa penegakan hukum tetap dilakukan sesuai aturan yang berlaku," tambahnya.

Pembelaan Duterte terhadap pembunuhan ekstra-yudisial telah membuat komunitas internasional khawatir, termasuk diantaranya Amerika Serikat.

Peningkatan kerja sama militer kedua negara menjadi salah satu agenda yang dibahas dalam pertemuan tersebut, terangnya.

Filipina merupakan salah satu sekutu tertua AS di Asia. Negara itu sempat mendirikan pangkalan militer tetap di Filipina, tetapi hanya bertahan hingga 1992.

Kesepakatan pendirian itu berakhir setelah anggota dewan memerintahkan pasukan AS keluar dari negara itu pada 1991.

Namun, Menteri Pertahanan AS Ash Carter menjelaskan, tentara dan perlengkapan militer AS akan dikirim dalam rotasi rutin di Filipina mengingat kedua negara telah memulai patroli gabungan di Laut Cina Selatan.

Baca juga artikel terkait POLITIK

tirto.id - Politik
Sumber: Antara
Penulis: Yuliana Ratnasari
Editor: Yuliana Ratnasari