Menuju konten utama

Menkeu Sri Mulyani Waspadai Pelemahan Ekonomi AS dan Cina

Perlambatan ekonomi Amerika Serikat (AS) dan Cina dikhawatirkan akan mengganggu pemulihan ekonomi dalam negeri.

Menkeu Sri Mulyani Waspadai Pelemahan Ekonomi AS dan Cina
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memberikan keterangan pers usai menutup pertemuan pertama tingkat Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral atau Finance Ministers and Central Bank Governors Meeting (FMCBG) di Jakarta Convention Center, Jakarta, Jumat (18/2/2022). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/POOL/rwa.

tirto.id - Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mewaspadai dampak ekonomi yang terjadi akibat pelemahan ekonomi Amerika Serikat (AS) dan Cina. Perlambatan ekonomi dua negara maju itu, dikhawatirkan akan mengganggu pemulihan ekonomi dalam negeri.

"Pelemahan ekonomi di negara besar seperti Amerika bahkan di Cina ini semua akan menyebabkan pelemahan ekonomi," jelasnya, dalam acara Pengarahan Kepada Penjabat Gubernur dan Penjabat Bupati/Penjabat Walikota di kantor Kementerian Dalam Negeri, Jakarta, ditulis Jumat (17/6/2022).

Dalam laporan Bank Dunia menyebutkan AS yang tumbuh pada 2021 sebesar 5,7 persen harus rela turun menjadi 2,5 persen tahun ini. Pelemahan ekonomi negeri Paman Sam tersebut disebabkan oleh lonjakan inflasi yang kini sudah mencapai 8,6 persen (year on year/yoy) yang diatasi dengan kenaikan suku bunga acuan secara agresif.

Sementara Cina, perlambatan ekonominya dipicu oleh penyebaran kasus COVID-19 yang meningkat sejak awal tahun. Beberapa kota dikunci alias lockdown, salah satunya Shanghai yang merupakan penopang ekonomi negeri tirai bambu tersebut.

Bank Dunia memperkirakan ekonomi Cina hanya tumbuh 4,3 persen pada 2022, jauh lebih rendah dibandingkan 2021 yang mencapai 8,1 persen. Dia menuturkan pelemahan ekonomi di dua negara tidak bisa dianggap sepele. Sebab ini bisa berdampak kepada neraca perdagangan Indonesia ke AS dan Cina.

Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS) negara tujuan ekspor Indonesia yang terbesar sampai dengan Mei 2022 adalah Cina dengan nilai 4,59 miliar dolar AS atau 22,95 persen dari total ekspor. Diikuti India sebesar 2,26 miliar dolar AS (11,27 persen), dan Amerika Serikat sebesar 2,05 miliar dolar AS (10,26 persen).

"Ekspor yang selama ini mencapai surplus juga tidak boleh dianggap terus menerus terjadi," jelasnya.

Baca juga artikel terkait PERLAMBATAN EKONOMI atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Intan Umbari Prihatin