tirto.id - Menteri Keuangan Sri Mulyani menuturkan, pelaksanaan APBN pada 2022 membuahkan hasil yang positif serta sejalan dengan perekonomian domestik yang berangsur membaik. Hal ini adalah sebagai modal awal yang kuat untuk menghadapi 2023.
Terkendalinya COVID-19 menjadi faktor yang mendukung pencapaian sasaran target pembangunan, meredam dampak gejolak ekonomi global, dan menjaga tingkat kesejahteraan masyarakat.
Kinerja APBN yang baik di 2022 dan momentum pertumbuhan ekonomi yang terus berlanjut diharapkan dapat menjadi modal kuat bagi APBN dalam menjalankan fungsinya di tengah ketidakpastian ekonomi di 2023.
“Kalau kita lihat dari situasi pelemahan global yang menjadi tren, kita di Indonesia di sisi lain harus bersyukur melihat momentum pemulihan ekonomi kita masih terjaga. Meskipun memang kita tidak sama sekali immune, atau dalam hal ini tidak terpengaruh dari suasana global, pasti ada pengaruhnya. Namun, daya tahan perekonomian kita nampaknya cukup baik, dengan pertumbuhan yang tetap terjaga dan kita lihat di kuartal keempat ini, kondisi dari kegiatan ekonomi juga masih relative baik,” tutur Sri Mulyani pada press conference Kemenkeu APBN kita 2023, Jakarta, Selasa (03/01/2023).
“Ini tentu memberikan suatu optimisme kepada kita semuanya, ada confidence. Namun kita hati-hati karena memang imbas dan gelombang gejolak dunia itu begitu sangat dahsyatnya,” tambah Sri Mulyani.
Perekonomian 2022 pada triwulan III telah tumbuh kuat 5,72% (YoY) atau secara kumulatif sampai dengan triwulan III-2022 tumbuh 5,4%, sejalan dengan ekspansi perekonomian domestik yang terus berlanjut dan dukungan sektor eksternal yang mencatatkan surplus dalam 31 bulan terakhir.
Kemudian, kebijakan fiskal maupun moneter, serta sektor keuangan mampu menjaga stabilitas makro ekonomi dengan baik. Peran shock absorber APBN juga mampu mengendalikan tekanan inflasi domestik, sekaligus menjaga daya beli masyarakat meskipun dihadapkan pada tekanan harga komoditas dunia.
Hasil positif dari kinerja APBN pada 2022 menunjukkan kondisi fiskal yang semakin sehat dengan realisasi defisit sebesar 2,38% PDB, lebih cepat satu tahun dalam pencapaian defisit maksimal 3% dari PDB sesuai amanat UU nomor 2 tahun 2020.
Selama 2022, APBN berhasil menjadi faktor stabilisasi dalam melindungi masyarakat serta mendukung gerak dunia usaha dan sektor prioritas, serta mendorong pertumbuhan ekonomi.
Kerja keras APBN berhasil diwujudkan melalui peningkatan dan akselerasi belanja negara yang tumbuh 10,9% dari tahun 2021 dan sekitar 99,5% dari pagu pada Perpres 98/2022, untuk mendukung peningkatan kualitas pendidikan dan kesehatan masyarakat serta percepatan pembangunan infrastruktur dan konektivitas.
Dalam rangka melindungi daya beli masyarakat dan stabilitas perekonomian, pemerintah memberikan berbagai subsidi nonenergi, subsidi energi, dan kompensasi kepada masyarakat dan dunia usaha.
Kinerja Ekonomi Makro
Pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2022 diperkirakan mampu mencapai targetnya pada kisaran 5,1 sampai 5,3 persen, meskipun di tengah dinamika perekonomian global yang sangat volatile. Hal ini sejalan dengan tren penguatan pemulihan ekonomi yang konsisten di atas 5 persen dalam 3 kuartal pertama 2022.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia terutama didorong oleh tingkat konsumsi domestik yang stabil, serta kinerja positif perdagangan internasional Indonesia yang mencatatkan surplus neraca perdagangan dalam 31 bulan terakhir.
Tingkat inflasi domestik tahun 2022 bergerak moderat dan tetap terkendali di tengah tekanan lonjakan inflasi dunia akibat tingginya harga komoditas pangan dan energi. Inflasi Indonesia diperkirakan mencapai 5,5 persen didukung oleh kebijakan stabilisasi serta berfungsinya peran APBN sebagai shock absorber.
Keberhasilan dalam menjaga supply dan distribusi kebutuhan pangan serta energi nasional, termasuk dari subsidi dan kompensasi energi dan pangan, berperan dalam menjaga tingkat inflasi, terutama inflasi harga pangan.
Sementara itu, rata-rata harga minyak Indonesia (ICP) pada 2022 mencapai 97 dolar AS per barel. Kondisi ini terutama dipengaruhi oleh eskalasi konflik geopolitik yang menyebabkan terjadinya gangguan rantai supply komoditas energi dan pangan dunia.
Namun, tren ICP cenderung mengalami penurunan seiring dengan proyeksi perlambatan perekonomian dunia yang berpengaruh terhadap penurunan harga minyak dunia.
Penulis: Hanif Reyhan Ghifari
Editor: Anggun P Situmorang