Menuju konten utama
Korupsi LNG Pertamina

Menilik Penyebab Karen Agustiawan Jadi Tersangka Korupsi LNG

Herry Gunawan menilai aksi korporasi oleh eks Direktur Utama PT Pertamina Karen Agustiawan atas pengadaan gas alam cair atau LNG memenuhi unsur korupsi.

Menilik Penyebab Karen Agustiawan Jadi Tersangka Korupsi LNG
Karen Agustiawan. tirto.id/Avia

tirto.id - Pengamat Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Herry Gunawan menilai aksi korporasi oleh eks Direktur Utama PT Pertamina Karen Agustiawan atas pengadaan gas alam cair atau Liquefied Natural Gas (LNG) pada 2011-2021 memenuhi unsur korupsi.

"Betul bahwa yang dilakukan bu Karen itu aksi korporasi, tapi pertanyaannya apakah aksi korporasi itu memenuhi unsur korupsi atau tidak, kan bisa saja," jelas Herry kepada Tirto, Rabu (20/9/2023).

Herry menilai ada beberapa tahapan yang tidak dijalankan oleh Karen saat membuat keputusan.

"Memang betul bu Karen itu melaksanakan keinginan pemerintah untuk memenuhi pasokan gas di dalam negeri, yang dikhawatirkan terjadi shortage, tapi persoalannya kalau berdasarkan yang saya baca di banyak informasi bahwa ada tata kelola yang tidak dilaksanakan oleh bu Karen, misalnya, bu Karen tidak melapor, ini kan aksi strategis, aksi ini biasanya minta persetujuan dewan komisaris," tambahnya.

Herry menuturkan, dewan komisaris mempunyai Komite Pemantau Risiko yang bertugas melakukan analisis atas rencana strategis. Hal itu supaya memitigasi risiko yang akan muncul dari tindakan yang ditentukan.

"Karena Karen tidak minta persetujuan RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham), maka di sini kemungkinan besar itu Komite Pemantau Risiko tidak bekerja," kata Herry.

"Kenyataannya bu Karen itu kan melakukan tindak kerja sama vendornya, salah satunya perusahaan Amerika," lanjutnya.

Melalui kerja sama dengan pihak Amerika Serikat, kata Herry, ada hal yang ganjil. Pertama, perusahaan Amerika melakukan kajian tentang kebutuhan gas di Tanah Air, semestinya analisis kajian dilakukan oleh pihak lain secara independen.

"Mestinya kajian itu bisa dilakukan oleh pihak lain, pihak independen, atau oleh pertamina sendiri, sehingga bisa dipetakan kebutuhan LNG dilihat dari mana, harganya rasional apa gimana dan sebagainya," katanya.

Karen melalui aksi korporasi yang dilakukan, juga dinilai tidak melibatkan analisis potensi produksi untuk kebutuhan dalam negeri, sehingga terjadi oversupply yang merugikan negara.

"Yang menjadi concern-nya KPK, barang itu, gas itu menjadi oversupply, karena oversupply, sehingga dijual kembali dengan harga yang jauh lebih rendah, nah di sini ada potensi kerugian negara," jelasnya.

"Ya ini aksi korporasi yang berdampak hukum," tambahnya.

Sebelumnya, Tersangka kasus korupsi pengadaan liquefied natural gas (LNG) PT Pertamina, Karen Agustiawan menampik pengadaan LNG tidak mendapat restu dari pemerintah saat itu. Menurutnya, kebijakan pengadaan LNG tersebut atas sepengetahuan Menteri BUMN 2011-2014, Dahlan Iskan.

"Ini atas sepengetahuan Dahlan Islan. Dia jadi penanggungjawab proses tersebut sesuai Inpres Nomor 14 tahun 2014," ujarnya usai ditetapkan sebagai tersangka di Gedung Merah Putih, Jakarta, Selasa (19/9/2023).

Dirinya menyebut bahwa ada bukti berupa tanda tangan Dahlan Iskan dalam disposisi. "Itu jelas banget. Tanyakan saja ke Pertamina. Di situ jelas ada targetnya," sebutnya.

Karen juga menolak pernyataan KPK yang menyebut ia membuat kontrak tanpa kajian. Menurutnya, ia sudah berkonsultasi dan melakukan pendalaman dengan para direksi di Pertamina sebelum membuat keputusan itu.

"Pengadaan itu telah disetujui oleh seluruh direksi secara kolektif kolegial dan secara sah karena kami ingin melanjutkan proyek strategis nasional," ucap Karen.

KPK menetapkan Karen sebagai tersangka dalam kasus pengadaan LNG di Pertamina. Ia disebut membuat kontrak dengan produsen dan supplier LNG asing, Corpus Christi Liquefaction (CCL) asal Amerika Serikat secara sepihak dan tanpa melakukan kajian secara menyeluruh.

Selain itu, Karen disebut tidak melakukan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dengan pemerintah sehingga tindakannya tidak mendapatkan restu dari pemerintah saat itu.

Akibat dari perbuatannya, seluruh kargo LNG milik PT Pertamina yang dibeli dari perusahaan CCL LLC tidak terserap di pasar domestik sehingga terjadi oversupply.

"Atas kondisi oversupply tersebut, PT Pertamina harus menjualnya dengan kondisi merugi di pasar internasional," ujar Ketua KPK, Firli Bahuri.

Pengadaan LNG oleh Pertamina tersebut diduga menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar 140 juta dolar AS (Rp2,1 triliun).

Karen disangkakan melanggar pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU Republik Indonesia Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dalam UU RI No. 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Baca juga artikel terkait KAREN AGUSTIAWAN atau tulisan lainnya dari Faesal Mubarok

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Faesal Mubarok
Penulis: Faesal Mubarok
Editor: Anggun P Situmorang