tirto.id - Politikus sekaligus calon presiden (capres) Prabowo Subianto sering dikaitkan dengan kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM). Baru-baru ini Prabowo ditanya langsung soal pendapatnya terkait pelanggaran HAM penculikan aktivis era 1997/1998.
Hal itu terjadi saat acara debat capres jelang Pemilu 2024 yang berlangsung di Kantor KPU Jakarta, Selasa (12/12/2023). Pada sesi debat segmen kelima, Prabowo ditanyai capres Ganjar terkait kasus 12 pelanggaran berat di Indonesia, salah satunya penculikan para aktivis di rezim Orde Baru.
Ganjar menyinggung bahwa pada 2009 telah keluar empat rekomendasi dari DPR untuk menyelesaikan masalah HAM itu. Rekomendasi DPR yang dimaksud Ganjar meliputi membentuk pengadilan HAM Ad Hoc, menemukan 13 korban penculikan, memberikan kompensasi dan pemulihan, dan meratifikasi konvensi penghilangan paksa sebagai upaya pencegahan.
"Kalau Bapak ada di situ (sebagai presiden) apakah akan mengadakan pengadilan HAM dan membereskan rekomendasi DPR? Pertanyaan kedua, di luar sana banyak menunggu ibu-ibu, apakah Bapak bisa membantu menemukan kuburnya yang hilang agar mereka bisa berziarah?" kata Ganjar.
Prabowo lantas memberikan jawaban yang diplomatis. Ia mengklaim bahwa setiap lima tahun saat dirinya ikut pilpres pertanyaan yang sama terus menerus disinggung kepadanya. Prabowo turut berseloroh jika dirinya sangat keras dalam membela HAM.
"Nyatanya, orang-orang yang dulu ditahan, tapol-tapol, yang katanya saya culik, sekarang ada di pihak saya dan membela saya. Jadi masalah HAM jangan dipolitisasi," jawab Prabowo.
Klaim Prabowo soal isu lima tahunan pelanggaran HAM itu tentu menimbulkan tanda tanya publik. Jika Prabowo menepis dirinya terlibat dalam penculikan, maka mengapa ia terus dikaitkan dengan kasus tersebut dan bagaimana faktanya?
Dugaan Keterlibatan Prabowo Subianto dalam Pelanggaran HAM
Isu yang menjerat Prabowo terkait pelanggaran HAM muncul sejak lama. Prabowo diduga ikut terlibat dalam kasus Tim Mawar yang terjadi dua bulan sebelum Orde Baru runtuh pada 1998.
Kasus Tim Mawar sendiri adalah tim khusus yang dibentuk untuk menculik aktivis mahasiswa pro reformasi. Dugaan Prabowo terlibat dengan Tim Mawar dibeberkan oleh mantan aktivis yang pernah menjadi korban penculikan.
Salah satu aktivis tersebut adalah Andi Arief yang kini menjadi politisi Partai Demokrat. Andi sempat dikabarkan menghilang pada 28 Maret 1998.
Dia diciduk Tim Mawar dari Komando Pasukan Khusus (Kopassus). Posisi Prabowo saat itu baru dilantik sebagai Panglima Kostrad setelah sebelumnya menjabat Danjen Kopassus.
Merujuk buku Kalau Prabowo Menjadi Presiden karya A. Pambudi, Tim Mawar telah menangkap dan menculik 9 aktivis mahasiswa. Andi Arief salah satunya dan kala itu menjadi aktivis Solidaritas Mahasiswa untuk Demokrasi (SMID). SMID merupakan elemen yang turut mendirikan Partai Rakyat Demokratik (PRD)
Melalui wawancara majalah D&R edisi 25 Juli 1998, Andi menyatakan telah diculik di Lampung. Mahasiswa Ilmu Sosial dan Politik Universitas Gadjah Mada (UGM) ini diboyong ke Jakarta dan dilimpahkan ke polisi pada 17 April 1998. Namun, Andi Arief dibebaskan.
Menurut Andi Arief, peristiwa penculikan yang terjadi di akhir rezim Orde Baru tersebut terjadi secara sistematis dan melibatkan tidak hanya satu kesatuan. Ia mengklaim bahwa model penculikan serupa kemungkinan juga dilakukan pada peristiwa lainnya seperti pasca-kerusuhan Tanjuk Priok 1984 atau kala Peristiwa 27 Juli 1996.
Ada pun dugaan keterlibatan Prabowo, menurut Andi Arief terletak pada sosok pemberi perintah. Pilihannya ada Prabowo, atau sosok dengan pangkat lebih tinggi.
“Bisa dijawab dari Panglima Tertinggi ABRI (saat itu dijabat Wiranto). Tapi, bisa juga ditafsirkan lain, mengingat nama Benny Moerdani begitu sering disebut (oleh para penculik)," tutur Andi.
Dengan demikian, menurut Andi tidak bisa begitu saja Prabowo bisa disalahkan. Di sisi lain, posisi Prabowo bukan lagi Danjen Kopassus sewaktu penculikan terjadi. Pihak yang terlibat tidak mungkin berdiri sendiri.
“Tidak fair kalau hanya menyalahkan Prabowo. Betul ia terlibat, tapi tak mungkin sendiri,” sebut Andi Arief.
Penulis: Ilham Choirul Anwar
Editor: Iswara N Raditya & Yonada Nancy