tirto.id - Film Indonesia harus memiliki imajinasi yang selaras dengan nilai-nilai luhur Indonesia. Untuk itu, peran Lembaga Sensor Film menjadi semakin penting bagi perfilman Indonesia.
Hal ini disampaikan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy di Jakarta pada Sabtu, (19/11/2016).
"Melalui imajinasi ini perlu ditekankan nilai-nilai luhur. Dengan nilai ini imajinasi dapat lebih terarah," ujar Muhadjir seperti dikutip dari Antara.
Mendikbud meminta supaya Lembaga Sensor Film Indonesia dan segenap pemangku kepentingan yang terlibat dalam penyelenggaraan sensor film di Indonesia mewujudkan film sebagai sarana hiburan sekaligus tempat menyampaikan pesan pendidikan.
Ia juga mengajak para pemangku kepentingan penyelenggara sensor film Indonesia yang telah memberikan andil dalam perkembangan film Indonesia mewujudkan film sebagai sarana menyampaikan pesan pendidikan.
Menurut dia, tugas LSF tidak hanya sekedar mengisi kemerdekaan, menjalankan amanat peraturan perundang-undangan yang berlaku, tetapi lebih dari pada itu yakni mengikuti perkembangan teknologi, pengaruh globalisasi dan liberalisasi.
"LSF diharapkan dapat bekerja lebih profesional, transparan, akuntabel, memiliki integritas, dan tidak diskriminatif. Dengan itu, saya yakin LSF dapat benar-benar independen," ujar dia.
Dalam perjalanan 100 tahun Sensor Film di Indonesia menyiratkan nilai-nilai strategis film dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebagai karya seni budaya, film memiliki peran penting dalam meningkatkan ketahanan budaya bangsa, dan kesejahteraan masyarakat.
"Peran LSF dapat sebagai pembuat regulasi dan memberikan kesempatan kepada masyarakat dapat menilai filmnya sendiri. Dengan begitu dapat mewujudkan masyarakat yang sehat, dan mengajak masyarakat dalam memajukan film Indonesia," ujar dia.
Ia juga mengajak kepada insan perfilman untuk mendorong pertumbuhan film ditingkat lokal. "Mari kita dorong pertumbuhan film Indonesia, wujudkan Film Indonesia menjadi tuan rumah di negara sendiri. Mari kita gairahkan nonton bersama film-film Indonesia, dan mari kita gemari film Indonesia".
Ketua Lembaga Sensor Film Indonesia Ahmad Yani Basuki mengatakan keberadaan LSF sebagai pengemban peraturan perundang-undangan, dan sebagai wujud komitmen kehadiran negara dalam melindungi masyarakat dari pengaruh negatif film.
Selain itu juga, menjalankan tugas sensor film dan menetapkan klasifikasi batas umur bagi penonton film, ujar Ahmad.
Ia mengatakan tugas LSF yang sedang dijalankan saat ini adalah mengintensifkan kegiatan sosial dan memberdayakan sensor mandiri, mengintensifkan dialog dengan para produser, penulis skenario dan masyarakat perfilman dalam rangka meningkatkan produktivitas film yang berbasis budaya bangsa dengan mengangkat tema bernuansa Indonesia.
Selanjutnya, menurut dia, LSF juga membangun perwakilan di daerah untuk mempercepat proses sensor, guna memastikan film-film yang berbasis budaya daerah dan bermuatan kearifan lokal dapat disensor oleh LSF daerah, sehingga akan benar-benar terjaga nilai budaya dan kearifan lokal.
"Pada kesempatan ini kami mengajak semua pihak untuk bisa berperan serta dalam program sosialisasi budaya sensor mandiri," kata Ahmad.
Pada perkembangannya banyak tokoh-tokoh bangsa yang pernah menjadi anggota Lembaga Sensor Film (LSF) Indonesia, seperti pada tahun 1946 LSF disebut dengan Komisi Pemeriksa Film. Tokoh tersebut diantaranya adalah Ali Sastroamidjojo, Ki Hadjar Dewantara, Mr Soebagio, RM Soetarto, Anjar Asamara, Djajeng Asmara, dan Rooseno.
Penulis: Putu Agung Nara Indra
Editor: Putu Agung Nara Indra