Menuju konten utama

Marunda Kepu Krisis Air Bersih, WALHI Desak Anies Perbaiki Layanan

Potensi gangguan kesehatan mengintai warga, terutama bagi perempuan, anak & kelompok rentan akibat krisis air bersih di Marunda Kepu sebulan terakhir.

Marunda Kepu Krisis Air Bersih, WALHI Desak Anies Perbaiki Layanan
Ilustrasi Air Bersih. foto/istockphoto

tirto.id - Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jakarta menjelaskan sudah satu bulan masyarakat Marunda Kepu, Jakarta Utara yang merupakan pelanggan AETRA tidak dapat menikmati pasokan air bersih akibat terputusnya aliran air ke rumah-rumah warga.

Direktur Walhi DKI Jakarta, Suci F. Tanjung mengatakan, akibat pemutusan pasokan air, aktivitas warga Marunda Kepu menjadi terganggu. Mereka harus meluangkan waktu lebih untuk mencari air bersih dan menggunakannya seirit mungkin.

Selain itu, masyarakat juga harus mengalokasikan dana tambahan untuk membeli air jerigen dengan harga yang tinggi. Potensi gangguan kesehatan juga mengintai warga, terutama bagi perempuan, anak, dan kelompok rentan lainnya.

Atas kondisi tersebut, WALHI Jakarta mendesak Gubernur DKI, Anies Baswedan untuk segera memperbaiki layanan air bersih di Marunda Kepu, Jakarta Utara.

"Segera memperbaiki layanan air bersih di Marunda Kepu dan mengatasi segala hambatan pasokan air bersih bagi warga," kata Suci melalui keterangan tertulisnya yang dikutip, Kamis (19/5/2022).

Suci menuturkan, masyarakat telah berusaha mengadukan keluhannya pada petugas berwenang. Menurut keterangan salah satu warga Marunda Kepu, pasca terputusnya pasokan air bersih, dirinya pernah menegur petugas air bersih yang datang.

Namun, keluhan tersebut tidak direspons dengan baik oleh petugas. Alih-alih menerima keluhan dengan memperbaiki layanan, petugas tersebut justru mengatakan agar warga memutus aliran air jika tidak puas dengan layanan yang ada.

Persoalan air bersih di Marunda Kepu sendiri, kata Suci, tidak terlepas dari buruknya layanan dan diskriminasi pemasangan pipa Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM).

Seperti disebutkan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 16 Tahun 2020 Tentang Tata Cara Penyambungan dan Pemakaian Air Minum, warga yang tidak dapat menunjukan bukti kepemilikan tanahnya seperti warga Marunda Kepu hanya bisa memasang pipa PDAM secara khusus.

Hak atas air bersih adalah hak dasar seluruh masyarakat. Oleh karenanya, pelayanan air bersih tidak boleh diberlakukan secara tebang pilih untuk alasan apapun."

Di lapangan, pemasangan jenis ini banyak memiliki kekurangan, salah satunya layanan yang buruk seperti yang terjadi di Marunda Kepu.

Sejak Sabtu 14 Mei 2020, PDAM sudah mengirim pasokan air bersih darurat sebanyak tiga tangki per hari. Bantuan tersebut belum bisa memenuhi kebutuhan warga Marunda Kepu yang berjumlah sekitar 400 Kepala Keluarga (KK) di mana menurut UNESCO, standar kebutuhan air per orang mencapai 45-60 liter per hari.

"Memasok air bersih darurat dengan memperhatikan rasio jumlah tangki dan kebutuhan air per kapita selama pasokan air masih terhenti," tuturnya.

Lebih lanjut, Suci menilai terputusnya pasokan air bersih di Marunda Kepu adalah bentuk kegagalan negara dalam memenuhi hak setiap warga atas air yang memadai, aman, dan aksesibel.

Pelibatan swasta oleh pemerintah adalah kebijakan yang tidak tepat dan memperburuk kualitas pelayanan air bersih.

"Mitos bahwa swasta mendukung pemenuhan hak masyarakat atas air harus dihentikan. Negara harus memperbaiki kualitas layanan air dimulai dari mengambil alih seluruh pengelolaan air bersih di Jakarta sesuai amanat konstitusi," pungkasnya.

Baca juga artikel terkait KRISIS AIR BERSIH atau tulisan lainnya dari Riyan Setiawan

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Riyan Setiawan
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Restu Diantina Putri