tirto.id - Sejak 1,5 tahun lalu, berkebun telah menjadi aktivitas rutin Edi Faisol (28). Sebenarnya, Edi sudah menyukai hobi itu sejak kecil karena dia tinggal di desa, dan masih bisa beraktivitas di kebun, sawah, dan hutan milik kakeknya.
“Aku mulai berkebun sendiri sejak 1,5 tahun lalu, karena tempat tinggal baruku ada sisa lahan di samping rumah, nggak besar sebenarnya, kurang lebih hanya 6 meter persegi,” kata Edi.
Di sela kesibukannya menjadi editor, Edi selalu menyempatkan untuk menengok kebunnya setiap hari. Biasaya, ia menyiram tanaman di kebunnya tiap pagi dan sore hari, serta mengolah lahan di akhir pekan. Aktivitas itu menjadi hiburan bagi Edi saat sedang jenuh dengan berbagai macam urusan kantor. Mengolah lahan bisa membuat suasana hatinya menjadi senang, bahkan tenang saat sedang terkena masalah.
“Jadi senang aja, jadi lebih profuktif. Selain itu hati jadi damai kalau lihat tanaman setelah rutinitas dan pusing urusan kantor,” tutur Edi.
Di kebunnya, ia sudah pernah menanam berbagai macam sayuran yang bisa dikonsumsi sendiri. Dia pernah menanam kentang hitam, singkong, juga ubi jalar. Meski saat menanam ubi jalar dirinya gagal panen, namun daun ubi jalar yang tumbuh tetap bisa dikonsumsi. Kini, Edi tengah menanam kacang tanah dan sawi.
Manfaat berkebun bagi kesehatan mental juga dirasakan oleh Marina Nasution (26). Bagi wanita yang akrab disapa Nina ini, berkebun dapat menjadi alat untuk mengelola stres. Selain itu, Nina juga merasa semakin dekat dengan lingkungan rumahnya.
“Yang pasti sangat terasa, aku jadi nggak cepat marah,” ujar Nina.
Nina menceritakan, hobinya ini baru ia lakukan sejak Februari 2018 lalu. Ia tertarik untuk memanfaatkan halaman seluas 4 x 3,5 meter persegi di rumahnya itu, setelah bertemu dengan beberapa orang yang suka berkebun. Meski hanya punya akhir pekan untuk merawat kebun, Nina selalu menyempatkan diri untuk melihat tanamannya setiap pagi.
Kini di kebunnya, terdapat berbagai macam jenis tanaman, baik sayuran maupun buah-buahan seperti Okra, segala jenis cabai, terong, daun ubi keriting, daun ubi, daun seledri, daun pandan, daun suji, nanas, markisa, dan pepaya.
Kesempatan Berinteraksi dengan Alam
Dalam artikel "Why Gardening is Good for Your Mind as Well as Your Body", Carly Wood mengungkapkan manfaat berkebun bagi pikiran kita. Pengajar di jurusan Nutrisi dan Ilmu Olahraga, University of Westminster ini bilang bahwa berkebun adalah kesempatan bagi manusia untuk berinteraksi dengan alam, terutama bagi mereka yang tinggal di lingkungan perkotaan.
“Semakin banyak bukti yang menunjukkan bahwa berkebun dapat memberikan kontribusi yang sangat baik terhadap kesehatan dan kebahagiaan kita, bukan hanya sebagai sarana untuk menggerakan tubuh saja, tapi juga untuk meningkatkan kondisi mental,” tulis Wood.
Sebuah studi berjudul “Allotment Gardening and Health: A Comparative Survey Among Allotment Gardeners and Their Neighbors Without an Allotment” (PDF), yang dilakukan oleh Agnes E van den Berg, dkk berkesimpulan bahwa berkebun memiliki efek positif bagi kebahagiaan, kepuasan hidup, serta rasa kesepian.
Dalam penelitian tersebut, Berg, dkk melakukan survei terhadap 121 orang yang berkebun, dan 63 responden yang tak memiliki kebun. Pada survei itu, mereka menggunakan 4 variabel untuk mengukur tingkat kebahagiaan, seperti stres, kepuasan hidup, kesepian, dan kontak sosial dengan lingkungan.
“84% merasa lebih sehat setelah mengunjungi kebun, 91% merasa lebih bahagia, dan 86% merasa berkurang stresnya,” tulis Berg, dkk dalam laporan itu.
Selain Berg, dkk, Masashi Soga dan dua orang koleganya juga pernah melakukan penelitian berjudul “Gardening is Beneficial for Health: a Meta-Analysis” (PDF) terhadap 22 studi kasus yang membandingkan antara orang yang berkebun dan tidak berkebun. Hasilnya, orang yang aktif berkebun memiliki pengaruh positif pada kesehatan.
“Hubungan positif berkebun dapat diamati untuk berbagai hasil kesehatan, seperti berkurangnya depresi dan gangguan kecemasan, stres, gangguan suasana hati, peningkatan massa tubuh, serta meningkatnya kualitas hidup,” tulis Soga dkk.
Sedangkan penulis Sarah Rayner bilang bahwa berkebun baik bagi kesehatan mental karena ia membuat kita memiliki rasa tanggung jawab. Penulis Making Friends with Anxiety (2018) ini menulis bahwa berkebun membuat kita fokus pada kegiatan yang menyenangkan. Kegiatan seperti itu bisa berkontribusi untuk mengurangi depresi. Berkebun juga dapat memberikan rasa damai, karena waktu seolah berhenti dan kita tak lagi dikejarnya.
“Merawat tanaman adalah cara yang baik untuk belajar menjaga dan menghormati makhluk hidup lainnya,” kata Rayner dilasir Psychology Today.
Selain itu, Rayner menulis bahwa berkebun akan memaksa tubuh kita untuk bergerak, sehingga dapat meningkatkan hormon serotonin dan dopamine (hormon yang membuat kita merasa lebih baik), serta mengurangi hormon kortisol (hormon yang menyebabkan stres).
Tak seperti anggapan banyak orang, berkebun tak selalu membutuhkan lahan luas. Menurut Kementerian Pertanian, ada cara untuk melakukan budidaya tanaman sayuran pada lahan sempit, yakni dengan sistem vertikultur. Sistem ini merupakan sistem pertanian vertikal, yang didesain untuk masyarakat perkotaan, dengan lahan terbatas. Sistem pertanian ini memungkinkan kita untuk menanam 20 batang tanaman, pada lahan seluas 1 meter persegi. Umumnya sistem vertikultur berbentuk persegi panjang, segitiga, berundak, atau menggunakan sejumlah rak.
Sistem pertanian ini pun mudah, sebab kita bisa memanfaatkan benda bekas di sekitar kita seperti bambu atau pipa pralon, kaleng bekas, ataupun karung beras. Tanaman yang cukup mudah dibudidayakan dengan sistem vertikultur diantaranya selada, kangkung, bayam, pakcoy, caisim, katuk, kemangi, tomat, atau sayuran daun lainnya.
Jadi, kapan kamu mau mulai berkebun?
Editor: Nuran Wibisono