Menuju konten utama

Mahfud Jelaskan Soal Aturan Mundurnya Setnov dari Ketua DPR

Dalam aturan di UU MD3 memang tidak mengharuskan Setya Novanto untuk mundur dari jabatannya.

Mahfud Jelaskan Soal Aturan Mundurnya Setnov dari Ketua DPR
Ketua Umum DPP Partai Golkar Setya Novanto (tengah) seusai memberikan keterangan pers terkait hasil rapat pleno tertutup di Kantor DPP Partai Golkar, Palmerah, Jakarta, Selasa (18/7). ANTARA FOTO/Aprillio Akbar

tirto.id - Pakar hukum tata negara, Mahfud MD, menilai mundurnya Setya Novanto dari jabatannya sebagai Ketua DPR RI masih harus menunggu putusan dari KPK yang memiliki kekuatan hukum tetap atau inkracht. Dan hal itu, kata Mahfud, lumayan membutuhkan waktu yang cukup lama.

“Satu kasus itu bisa satu tahun sampai inkracht. Malah lebih kali. Toh, udah mau pemilu juga kan,” kata mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini saat menghadiri rapat dengar pendapat umum (RDPU) di ruang rapat KK 1, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (18/7/2017).

Seperti yang tertera dalam aturan di UU MD3, kata Mahfud, memang tidak mengharuskan Setya Novanto untuk mundur dari jabatannya. Namun dari segi keetisan, ada baiknya Setya Novanto mundur dari jabatannya.

Kendati demikian, lanjut dia, hal ini juga tidak bisa dipaksakan oleh siapa pun, karena secara hukum yang berlaku Setya Novanto masih punya hak untuk menjabat. “Tapi kalau secara etis dan tidak mengganggu DPR sebagai lembaga, mungkin secara etis ya (Novanto) bagus mundur juga,” jelasnya.

Sementara itu, anggota Majelis Kehormatan Dewan (MKD) di DPR, Muhammad Syafi’i atau kerap disapa Romo mengatakan sampai saat ini, Setya Novanto masih bebas melaksanakan hak dan kewajibannya sebagai Ketua DPR.

MKD, kata dia, belum bisa memberikan respons sepanjang status tersangka Novanto tidak meningkat menjadi terdakwa dan memiliki kekuatan hukum tetap. Novanto sendiri belum memenuhi berkas pengaduan resmi P21. Menurut politisi dari partai Gerindra ini, data-data pendukung Novanto harus dilengkapi terlebih dahulu.

“Kalau sudah terdakwa baru ada proses untuk non-aktif sementara,” kata dia kepada Tirto.

Lebih lanjut, Romo menjelaskan bahwa ada standar pengerjaan di MKD yang harus dipatuhi oleh anggota MKD. Salah satunya adalah syarat pemberhentian bagi pelanggar kode etik. Menurut Romo, apabila sudah inkracht, maka status Novanto tidak perlu dipertanyakan lagi, Setnov akan langsung diberhentikan.

Pasalnya, kata dia, Indonesia menganut asas hukum praduga tak bersalah yang memungkinkan Novanto mengajukan proses pra peradilan. “Tapi kalau nanti keputusan sudah inkracht, itu baru, diadukan atau tidak diadukan yang bersangkutan (Novanto) bisa diberhentikan,” kata dia.

Romo menandaskan bahwa MKD tetap tidak akan bergeming meskipun ada banyak tuntutan masyarakat yang meminta Novanto mundur dari jabatannya. Anggota Komisi III DPR RI ini juga berharap masyarakat bisa patuh pada hukum yang berlaku dan mengawal proses hukum sesuai aturannya.

“Contoh macam Ahok misalnya, dia pun malah sudah terdakwa Gubernur, bisa tetap menjabat. Didemo jutaan orang lagi. Itu malah melanggar hukum,” tegasnya.

Di kesempatan berbeda, Sekretaris Jenderal Partai Golkar, Idurs Marham menyatakan pihaknya akan mengkaji lebih lanjut proses penetapan status Setya Novanto sebagai tersangka. Dalam rapat pleno fraksi Golkar tadi pagi, Idrus mengaku bahwa pihaknya akan melakukan kajian terlebih dahulu apabila KPK sudah memberikan surat penetapan resmi untuk status tersangka Setya Novanto sebelum mengajukan pra peradilan.

“Kalau mau melakukan pra peradilian, kita pastikan menang,” tegas Idrus.

Langkah Untuk Menyelamatkan Novanto

Setya Novanto mengaku akan menghargai proses hukum yang ada dan taat pada proses hukum sesuai sistem perundang-undangan yang berlaku. Namun, sampai hari ini ia mengaku belum mendapat surat penetapan resmi dari KPK.

“Saya tadi pagi sudah mengirimkan surat kepada pimpinan KPK untuk segera dikirim putusan saya sebagai tersangka, dan setelah saya menerima saya akan merenung dengan baik-baik dan saya akan konsultasikan dengan kuasa hukum,” kata Novanto saat memberikan keterangan resmi di depan awak media di Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (18/7).

“Insya Allah apa yang dituduhkan itu semuanya tidak benar,” lanjut dia.

Terkait dengan penetapannya sebagai tersangka, Partai Golkar mengaku solid dan akan mendukung penuh advokasi kepada Setya Novanto yang kini menjabat sebagai Ketua Umum Partai Golkar. Dalam pembentukan tim advokasi ini, Idrus Marham menyatakan Golkar telah menunjuk ketua bidang hukum dan HAM untuk mengikuti perkembangan kasus ini.

Dalam waktu dekat, Idrus mengaku akan mengumumkan nama-nama pengacara yang mengawal Setya Novanto. Kendati demikian, Idrus belum dapat memastikan siapa saja nama-nama yang akan terlibat. Pasalnya, banyak pengacara yang diakui Idrus bersedia untuk menjadi tim advokasi Setya Novanto, termasuk pengacara pribadi Ketua DPR RI itu.

“Mungkin hari ini akan diputuskan atau besok akan diputuskan siapa yang mendampinginya,” jelas Idrus.

Idrus mengungkapkan bahwa pembentukan tim advokasi untuk kasus Setya Novanto ini bukan untuk mencari benar dan salah dalam dugaan korupsi yang dilakukan Novanto. Idrus menjelaskan bahwa pihaknya hanya berusaha mengikuti aturan yang berlaku. Idrus mengklaim Golkar tetap akan mengedepankan kepentingan rakyat daripada partai atau perorangan.

“Bukan persoalan itu (percaya Setya Novanto benar atau salah). Persoalannya kita ikut aturan, karena yang menilai benar salah kan di proses pengadilan,” jelas Idrus kepada Tirto.

Sementara Johnson Rajagukguk menerangkan bahwa dalam UU MD3 atau UU Nomor 17 Tahun 2004 Pasal 87 ayat (2), pemberhentian pimpinan DPR sudah diatur secara jelas dan tegas. Pertama, meninggal dunia. Kedua, adanya pengunduran diri dari pejabat yang bersangkutan. Dan yang ketiga adalah diberhentikan. Johnson menilai bahwa untuk sementara, Novanto memang tidak bisa diberhentikan karena belum terkena putusan inkracht dengan ancaman pidana hukuman 5 tahun atau lebih.

“Karena ini masih tersangka, tentu tidak ada pengaruh terhadap kedudukan pak Novanto selaku Ketua DPR,” tegas Johnson.

Baca juga artikel terkait KORUPSI E-KTP atau tulisan lainnya dari Alexander Haryanto

tirto.id - Hukum
Reporter: Felix Nathaniel
Penulis: Alexander Haryanto
Editor: Alexander Haryanto