Menuju konten utama

MA Tolak PK Ahok, Masa Depan Karier Politik Ahok Tertutup?

Ahok punya elektabilitas sebagai calon Wakil Presiden 2019 setidaknya menurut lembaga survei pada tahun lalu.

MA Tolak PK Ahok, Masa Depan Karier Politik Ahok Tertutup?
Basuki Tjahaja Purnama saat menjalani pelantikan sebagai Gubernur DKI Jakarta di Istana Negara, Jakarta, Rabu (19/11/2014). ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf.

tirto.id - Mahkamah Agung (MA) menolak permohonan pengajuan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan oleh terpidana perkara penistaan agama Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), pada Senin (26/3/2018). Keputusan ini memunculkan pertanyaan bagaimana kans karier politik Ahok selanjutnya?

Popularitas Ahok tak pudar meski mendekam di penjara setelah diputus bersalah dalam kasus penistaan agama. Nama Ahok masih punya elektabilitas politik yang lumayan besar setidaknya versi lembaga survei.

Menurut Manajer Riset Poltracking Faisal Arief Kamil, nama Ahok sempat masuk dalam daftar calon presiden dan calon wakil presiden (cawapres) Pilpres 2019.

Dalam sigi yang dilakukan Poltracking pada November 2017, Ahok masuk dalam 10 besar kandidat cawapres. “Cuma kondisi sosial politik sepertinya tidak memungkinkan lagi Ahok untuk ikut di gelanggang Pilpres 2019," kata Faisal saat dihubungi Tirto, Selasa, (27/3/2018).

Pada riset Poltracking November 2017, Ahok tercatat berada di peringkat ke-8 sebagai calon presiden. Ia mengantongi 0,4 persen dari total 2.400 responden saat ditanya “top of mind responden siapa capres dan cawapres yang layak di 2019.” Angka yang diperoleh Ahok hanya berselisih 0,1 persen di bawah Anies Baswedan yang kini menjadi Gubernur DKI Jakarta yang memeroleh angka 0,5 persen.

Sebagai cawapres, Ahok masuk dalam tiga besar dari 10 kandidat yang disurvei saat itu. Mantan politikus Golkar dan Gerindra ini mengantongi angka 7,3 persen dari total 2.400 responden. Ahok unggul terhadap Anies yang meraih 6,5 persen, dan berada di bawah Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yang berada di angka 7,7 persen.

Namun, torehan ektabilitas Ahok dalam konteks survei tahun lalu, berbanding terbalik dengan peluang yang bakal didapat. Ahok dipastikan tak akan bisa menjadi pendamping siapa pun dalam pemilu presiden 2019 karena terhalang UU tentang Pemilihan Umum. Aturan di pasal itu tidak memberi ruang bagi narapidana untuk maju sebagai presiden dan wakil presiden.

Apakah karier politik mantan Bupati Belitung ini tamat setelah dia dipenjara dan upaya membebaskan diri melalui jalur peninjauan kembali ditolak MA?

Masih Bisa Menjadi Pejabat

Ahli hukum administrasi negara Universitas Atmajaya Riawan Tjandra mengatakan putusan MA yang menolak upaya peninjauan kembali dari Ahok tak berarti membuat karier politik Ahok berakhir. Ahok masih bisa kembali berpolitik dan kembali mendapatkan haknya selepas bebas dari tahanan.

Menurut Riawan, putusan MA yang menolak PK berarti Ahok harus tetap menjalani masa penahanannya di dalam penjara. “Kalau PK ditolak berarti [Ahok harus] menjalani hukuman sesuai dengan masa hukuman dijatuhkan,” kata Riawan.

Riawan mengatakan Ahok hanya tak memiliki hak dipilih dalam penjara. Hak tersebut kembali pulih, selepas Ahok terbebas dari hukuman. “Siapa pun yang sudah selesai menjalani masa hukuman pidana ya hak-haknya pulih kembali,” kata Riawan.

Fajri Nursyamsi, ahli Hukum Tata Negara dari STH Jentera, punya penilaian serupa dengan Riawan. Fajri mengatakan Ahok masih bisa mengikuti proses politik di Indonesia, tapi memang tak bisa menjadi presiden, wakil Presiden, atau menteri. Ini sudah ditegaskan pada Pasal 169 huruf p UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, dan Undang-undang Nomor 39 Tahun 2008 Tentang Kementerian Negara.

Namun, bila mengacu kepada dua peraturan tersebut, Ahok masih bisa menjadi legislatif atau menjadi gubernur. Ketentuan tentang mantan narapidana maju sebagai legislatif diatur dalam Pasal 182 huruf g untuk DPD dan Pasal 240 huruf g UU No 7/2017 untuk DPR dan DPRD.

“Dalam kedua aturan tersebut menyatakan seorang mantan narapidana bisa menjadi legislatif bila tidak pernah diancam pidana 5 tahun penjara atau mendeklarasikan diri sebagai mantan narapidana,” kata Fajri.

Sementara untuk calon gubernur atau calon wakil gubernur, Fajri menyebut, pemerintah mengatur dalam Pasal 7 ayat 2 huruf g Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali kota Menjadi Undang-Undang.

Menurut Fajri, aturan tersebut mensyaratkan seseorang boleh menjadi kepala daerah apabila tidak pernah dinyatakan sebagai terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. “Atau bagi mantan terpidana telah secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana,” ucap Fajri menirukan isi pasal 7 ayat 2 huruf g.

Masih terbukanya peluang Ahok untuk kembali ke kancah politik dengan menjadi kepala daerah atau anggota legislatif memunculkan pertanyaan baru. Apakah Ahok masih dilirik partai?

Menakar Peluang Ahok Kembali Berpolitik

Manajer Riset Poltracking Faisal Arief Kamil menyebut hanya Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dan Partai Nasional Demokrat (Nasdem) yang berpotensi melirik Ahok. Kedua partai itu diprediksi menjaring pemilih yang loyal dengan Ahok “untuk mendongkrak perolehan suara partai.”

Pada sisi lain, Ahok harus berhadapan dengan resistensi dari kalangan yang menolaknya. Resistensi ini bakal membuat peluang Ahok kembali ke kancah politik selepas keluar dari rumah tahanan menjadi sulit terealisasikan dalam waktu dekat.

Menurut Faisal, tokoh-tokoh yang dekat dengan Ahok termasuk Presiden Joko Widodo yang sedang berusaha merangkul pemilih Islam, yang merupakan basis massa lawan Ahok dalam Pilgub DKI 2017.

Pendapat Faisal ini didukung Direktur Eksekutif Populi Center Usep M. Akhyar. Akhyar menyebut Ahok memang masih mempunyai kekuatan politik lantaran publik masih mengingatnya sebagai seorang pejabat publik berkinerja baik, tapi resistensi terhadap Ahok juga teramat besar.

“Kalau di politik, itu resistennya masih sangat tinggi," kata Akhyar kepada Tirto.

Resistensi ini tampak saat mantan Gubernur DKI Jakarta itu mengajukan PK ke MA. Sejumlah massa dari organisasi masyarakat berunjuk rasa menentang PK yang diajukan Ahok seperti yang terjadi pada Senin, 26 Februari 2018.

“Mereka menolak Ahok bebas sebelum menjalani hukuman hingga usai,” kata Akhyar.

Adanya peluang buat Ahok yang dibarengi dengan resistensi tentunya menjadi tantangan buat Ahok untuk kembali maju dalam kancah politik. Sejauh ini, Ahok dan tim kuasa hukum belum bersikap atas peluang yang dimilikinya.

Namun, Josefina A. Syukur selaku tim penasihat kuasa hukum Ahok, mengatakan sejauh pembicaraannya dengan Ahok, mengaku tidak pernah membicarakan soal wacana kembali ke dunia politik.

“Saya tidak tahu, karena saya hanya kuasa hukum saja,” kata Josefina.

Sementara itu, Ketua Persaudaraan Alumni 212 Slamet Maarif enggan menanggapi peluang dan wacana Ahok kembali maju sebagai kepala daerah. Persaudaraan Alumni 212 ini merupakan wadah buat kelompok yang menjadi penentang Ahok di masa Pilgub DKI 2017 lewat aksi 212. Slamet justru berdoa agar Ahok bisa menjalani hukuman dengan baik.

“Biar Pak Ahok jalani hukuman dulu dan urus masalah keluarganya kita doakan saja yang terbaik,” kata Slamet kepada Tirto.

Baca juga artikel terkait SIDANG PK AHOK atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Politik
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Mufti Sholih