tirto.id - Calon Gubernur DKI Jakarta Nomor Urut 1, Ridwan Kamil (RK), menyebut zaman Gubernur Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) paling banyak melakukan penggusuran. Hal ini disampaikan saat menjawab pertanyaan Calon Gubernur DKI Jakarta Nomor Urut 3, Pramono Anung.
"Gubernur yang paling banyak menggusur itu datangnya dari partainya Mas Pram. Pak Ahok itu menggusur 113 kasus. Menurut JJ Riza, gubernur paling brutal menggusur adalah Pak Ahok dari partai Mas Pram dan Bang Doel (PDI Perjuangan)," kata Ridwan Kamil.
Hal itu bermula saat Ridwan Kamil menanyakan koefisien dan efektivitas bangunan milik pemerintah untuk dijadikan hunian bagi warga.
Menjawab pertanyaan itu, Pramono Anung menegaskan akan menggunakan lahan dan bangunan milik Pemprov DKI untuk dimanfaatkan sebagai hunian.
RK mendebat usulan Pramono terkait aset BUMD DKI Jakarta dan Pemprov DKI Jakarta yang dialihfungsikan menjadi hunian. Menurut RK, aset BUMD-Pemprov DKI tak mencukupi kebutuhan hunian di Jakarta.
"Semua lahan pemerintah, lahan BUMD, dihitung tidak akan cukup. Harus kombinasi seperti yang disampaikan, dengan lahan dia atas pasar, TOD [transit oriented development], dan lain-lain dengan densifikasi," ucapnya.
RK lantas menawarkan solusi terkait hunian boleh lebih dari dua lantai. Perizinan pendirian bangunan lebih dari dua lantai dilakukan agar tidak ada penggusuran masyarakat.
Sebelum diserang RK, Pramono berkali-kali menyerang Cagub DKI nomor urut 1 itu dalam debat ketiga. Pramono semula menyebutkan dia lebih terlibat soal pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) daripada RK. Menurut Pramono, dia ikut survei lokasi IKN bersama Presiden ke-7 Joko Widodo dan eks Menteri PUPR Basuki Hadimuljono.
"Kemudian kita juga survei ke Kalimantan Tengah dan sebagainya. Betul, memang di ujung, ketika sudah mulai pembangunan, kurasi dilakukan oleh Bapak Ridwan Kamil," sebutnya.
Selain itu, Pramono mempertanyakan kepentingan RK yang berencana memindahkan gedung Balai Kota DKI yang kini terletak di Jakarta Pusat ke Jakarta Utata. Menurut Pramono, pemindahan gedung itu tak diperlukan lantaran Ibu Kota Negara hendak berpindah.
Penulis: Muhammad Naufal
Editor: Anggun P Situmorang