tirto.id - Kepatuhan pembayaran iuran sebagai syarat memperoleh layanan publik dinilai mampu mengatasi defisit Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan hal itu menjadi salah satu pokok diskusi dirinya dengan Direktur Utama BPJS Kesehatan, Fachmi Idris pada Jumat lalu bahwa upaya menekan defisit seharusnya melalui tindakan hukum.
“Jika masih ada tunggakan maka mereka akan diminta untuk melunasi terlebih dahulu sebelum melanjutkan proses di layanan publik tersebut. Itu hanya salah satu contoh,” ucap Luhut dalam keterangan tertulis Minggu (25/8/2019).
Luhut mengatakan kalau cara ini seharusnya dapat cukup efektif sebagai salah satu solusi membenahi defisit BPJS Kesehatan. Namun, ia memastikan kalau prosesnya bukan secara pidana, tetapi lebih menyentuh wilayah perdata yakni bekerjasama dengan kepolisian untuk menyasar peserta yang menunggak iuran.
Menurut Luhut, nantinya data para peserta akan dicek setiap mereka ingin mengakses pelayanan publik. Mulai dari pembuatan Surat Izin Mengemudi (SIM) hingga paspor. Bila peserta BPJS Kesehatan bebas dari tunggakan maka layanan publik dapat diberikan oleh pemerintah.
Namun, di sisi lain, Luhut juga menambahkan kalau besaran iuran BPJS perlu dihitung dengan adil. Sebab saat ini iuran BPJS ini masih terlalu kecil untuk orang yang berpenghasilan lebih besar. Padahal kata Luhut seharusnya tidak sama dengan iuran yang dibayar oleh masyarakat berpenghasilan UMR.
“Dengan melakukan sinkronisasi data misalnya jika ada yang orang yang ingin mendapat layanan publik seperti pembuatan SIM atau Paspor, akan dicek dulu apakah ia mempunyai tunggakan pembayaran BPJS,” ucap Luhut.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Nur Hidayah Perwitasari