tirto.id - Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan menyatakan akan mengaudit lembaga swadaya masyarakat (LSM) di Indonesia karena menurutnya ada LSM yang menyebarkan informasi tidak benar.
Hal itu dilontarkannya atas temuan Forest Watch Indonesia perihal deforestasi di negara ini. Temuan itu menyebutkan laju deforestasi di Indonesia pada tahun 2000-2009 sebesar 1,4 juta hektare/tahun. Pada periode selanjutnya (2009-2013) berkurang menjadi 1,1 juta ha/tahun.
Laju deforestasi di Indonesia kembali meningkat pada periode selanjutnya (2013-2017) menjadi 1,4 juta ha/tahun. Jika diilustrasikan, kecepatan kehilangan hutan di Indonesia setara dengan 4 kali luas lapangan sepak bola setiap menitnya.
Dari data FWI, mulai dari 2000-2017 tidak ada perubahan yang signifikan dari kecepatan kehilangan hutan. Walaupun sempat mengalami penurunan sekitar 350 ribu ha/tahun pada periode kedua (2009-2013), laju deforestasi kembali naik pada periode selanjutnya.
“Yang bikin NGO-NGO ini dari mana data dia? Kita kan yang membuat bukan hanya kita, internasional. Dan sekarang satelit itu tidak bisa dibohongi, tidak bisa. Maka NGO-NGO ini kami mau audit [oleh pemerintah]. Jadi jangan menyebarkan berita-berita tidak benar," kata Luhut.
Bahkan Luhut mengklaim pemerintah berani adu data dengan temuan-temuan LSM. Menanggapi pernyataan Luhut soal audit LSM, Kepala Greenpeace Indonesia Leonard Simanjuntak mengatakan pihaknya telah ada sistem audit secara terbuka ke publik.
“Pak Luhut mungkin sedikit emosional. Keuangan kami diaudit secara berkala oleh akuntan publik yang independen dan kami melaporkannya secara terbuka kepada publik setiap tahun, sejak Greenpeace Indonesia berdiri,” ujar dia dalam konferensi pers daring, Senin (15/11/2021).
Mengaudit sebuah lembaga, sepengetahuan Leonard, harus ada perintah pengadilan dan bukan hanya berasal dari kekuasaan eksekutif semata. Perihal data-data, Kiki Taufik, Kepala Kampanye Hutan Global Greenpeace untuk Indonesia, mengatakan pihaknya menggunakan data resmi dari pemerintah.
“Semua data soal deforestasi, data perizinan, kami minta resmi melalui jalur resmi (yakni) berkirim surat ke pemerintah. Perbedaannya adalah cara menganalisis,” ujar Kiki. Misalnya, pemerintah mengaku angka deforestasi turun dalam 20 tahun terakhir, akan tetapi Greenpeace tak menemukan hal serupa.
Setiap pemerintahan yang berkuasa, siapa pun presidennya, maka berwenang untuk pengelolaan hutan di Indonesia. Kalau dari awal pemerintah menyatakan ingin melakukan langkah korektif maka LSM juga bisa menemukan hal lain. “Sebenarnya data yang kami gunakan sama.”
Sementara, Wakil Koordinator II Kontras Rivanlee Anandar berpendapat organisasi memang memiliki kewajiban untuk dilakukan audit tanpa harus menunggu pernyataan Luhut.
“Masalahnya, Luhut merespons ini setelah LSM mencoba membuka dugaan praktik konflik kepentingan yang menyangkut dirinya. Semestinya dalam hal itu, dia dan perusahaannya yang harus membuka diri untuk diaudit baik secara resmi maupun menerima ‘audit publik’ dalam bentuk kritik atas dugaan konflik kepentingan yang menyangkut dirinya,” kata dia kepada Tirto, Senin (15/11/2021).
Pernyataan Luhut untuk mengaudit LSM justru berpotensi penyalahgunaan wewenang karena mengabaikan proses yang ada terkait audit keuangan yayasan. Rivanlee menduga Luhut melontarkan pernyataan itu mungkin saja karena selama ini kritik dianggap sebagai serangan personal terhadap pejabat tertentu, padahal tujuannya mengkritik kebijakan.
Luhut pun pernah menunjukkan dugaan penyalahgunaan wewenang pejabat, yaitu dalam kasus dirinya mengajukan somasi terhadap Koordinator Kontras Fatia Maulidiyanti. Penyebabnya, si pejabat publik merasa pernyataan Fatia dalam tayangan Youtube tidak benar dan tidak berdasar.
Meski surat somasi sudah dilayangkan dan tidak mendapat tanggapan maka Luhut mengadukan Fatia dan Haris Azhar kepada Polda Metro Jaya.
Kepala Kantor Staf Kepresidenan Moeldoko juga melayangkan somasi kepada Indonesia Corruption Watch (ICW) lantaran menudingnya perihal perburuan rente dalam peredaran Ivermectin dan ekspor beras antara Himpunan Kerukunan Tani Indonesia dengan PT Noorpay Nusantara Perkasa. Ia telah tiga kali mengirimkan surat somasi kepada organisasi sipil tersebut.
Dua somasi yang dilayangkan oleh dua pejabat aktif era Presiden Joko Widodo ini menunjukkan potensi kemunduran demokrasi. Somasi tersebut, kata Direktur Eksekutif The Indonesian Institute Adinda Tenriangke Muchtar, kepada Tirto, 1 September 2021, mencerminkan ketidakkonsistenan antara presiden dan para bawahannya. Padahal Kepala Negara, ketika memberikan sambutan peluncuran Laporan Tahunan Ombudsman Republik Indonesia Tahun 2020, mengklaim bahwa pemerintah membuka diri terhadap masukan dari masyarakat.
Presiden menegaskan bahwa “masyarakat harus lebih aktif menyampaikan kritik masukan ataupun potensi maladministrasi dan para penyelenggara pelayanan publik juga harus terus meningkatkan upaya-upaya perbaikan.” Namun menurut Adinda, presiden dan pembantunya tidak sejalan. Apalagi selama era reformasi catatan kebebasan berekspresi di Indonesia buruk.
Aturan Audit LSM Sudah Ada di UU Yayasan
Setiap LSM yang berbadan hukum yayasan menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan memang wajib menjalani audit tahunan.
Pada pasal 52 ayat (3) UU Yayasan menyebutkan laporan keuangan yayasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), wajib diaudit oleh akuntan publik, seperti dikutip dari laman JDIH.
Hasil audit terhadap laporan keuangan yayasan disampaikan kepada Pembina Yayasan yang bersangkutan dan tembusannya kepada menteri dan instansi terkait.
“Yayasan memang wajib menjalani audit tahunan. Hanya saja audit ini dilakukan oleh akuntan publik yang independen dan tersumpah. Tujuannya untuk melihat apakah prinsip-prinsip pengelolaan keuangan yang transparan dan akuntabel dijalankan oleh lembaga tersebut,” terang kriminolog dari Australian National University Leopold Sudaryono, kepada Tirto, Senin (15/11/2021).
Tujuan audit bukan untuk menyerang laporan maupun temuan yang dirilis oleh LSM. Jika menurut pemerintah ada persoalan dengan metodologi dari penelitian yang dilakukan, maka yang dapat dilakukan adalah memeriksa sumber data dan metode analisis yang digunakan.
“Saya melihat pemerintah reaktif dengan ide audit ini, tapi tidak akan benar dilakukan,” tegasnya.
Anggota Komisi IV DPR Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Daniel Johan menyoroti rencana Luhut. "Audit apa tidak jelas. Tapi bila dianggap data tidak benar, sampaikan saja data yang benar. Saya rasa saling memperkuat persoalan data sangat penting sehingga kami bisa membuat perencanaan secara lebih akurat. Kalau audit menantang agar data yang muncul lebih akurat, ya, bagus,” ucap dia ketika dihubungi Tirto, Senin.
Sementara, Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman menyambut usulan Luhut, bahkan pihaknya terbuka dengan ide tersebut dan bersedia membuka semua hal yang diperlukan terkait kinerja dan keuangan. Ia berkata audit yang dilakukan oleh pemerintah sebagai bentuk saling mengontrol karena LSM tidak boleh merasa hebat dan tidak mau dikontrol.
“LSM dalam geraknya adalah mengontrol pemerintah, sehingga sebaliknya LSM harus bersedia dikontrol pemerintah sebagai bentuk checks and balances. Audit ini bukan sebagai bentuk intervensi terhadap independensi kerja-kerja LSM. MAKI tidak akan risih jika dilakukan audit oleh pemerintah. Kalau bersih, kenapa takut?” kata dia dalam keterangan tertulis, Sabtu (13/11/2021).
MAKI justru memahami audit yang dilakukan pemerintah akan kredibel karena dilakukan oleh pihak luar LSM, jika audit dilakukan oleh LSM sendiri maka publik diperkirakan meragukannya. Kata Boyamin, MAKI akan senang hati jika dapat penilaian apapun berdasar hasil audit pemerintah, baik positif dan negatif demi perbaikan kinerjanya.
Boyamin melanjutkan, pihaknya sangat terbuka terkait sumber keuangan dan penggunaannya karena selama ini MAKI sepenuhnya hanya mendapat subsidi dari kantor hukum Boyamin Saiman, tidak ada pendanaan dari pemerintah atau lembaga donor dalam negeri maupun luar negeri. MAKI hanya akan sangat tertutup terkait sumber-sumber informasi terkait pengungkapan kasus-kasus korupsi yang selama ini dikawal oleh organisasi itu.
“Sebagai bentuk keseriusan MAKI minta audit oleh Luhut, kami akan berkirim surat resmi kepada Luhut. Jika MAKI tidak dilakukan diaudit maka akan gugat Luhut ke Pengadilan Tata Usaha Negara karena tidak menerbitkan Surat Keputusan perintah audit kepada MAKI,” jelas Boyamin.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Maya Saputri