tirto.id - Ratusan mahasiswa dan elemen masyarakat lainnya melakukan unjuk rasa di depan Gedung DPRD Kota Bandung, Jawa Barat, pada Senin (26/8/2024). Aksi tersebut bertajuk "Aksi Rakyat Menggugat Negara: Teruntuk Aku, Kamu, Kalian dan Cinta."
Muhammad Zakky, mahasiswa dari Sekolah Tinggi Hukum Bandung sebagai koordinator lapangan, menyampaikan bahwa tujuan utama aksi ini adalah menentang propaganda negara yang dinilai telah berusaha memecah belah gerakan rakyat.
"Aksi ini merupakan respons terhadap propaganda negara yang berusaha mengagitasi masyarakat bahwa gerakan perlawanan ini hanya milik mahasiswa saja. Padahal, isu-isu yang diangkat, seperti RUU Pilkada, hanyalah satu dari sekian banyak masalah yang dihadapi bangsa ini," ujar Zakky kepada Tirto.
Zakky juga menegaskan bahwa meskipun telah ada titik terang terkait RUU Pilkada, kemenangan ini hanya merupakan kemenangan kecil bagi masyarakat. Masih banyak permasalahan yang belum terselesaikan, seperti RUU TNI-POLRI, RUU Penyiaran, dan lainnya. Yang diibaratkan hanya seperti puncak dari gunung es.
Zakky menambahkan, permasalahan utama yang masyarakat Indonesia hadapi adalah posisi Indonesia yang dijadikan 'dapur' bagi negara-negara imperium dan kapitalisme birokratis yang hanya melanggengkan kekuasaan dan kepentingan elit ekonomi-politik.
"Peraturan perundang-undangan yang dibuat berlandaskan otoritarianisme hanya untuk mengamankan kepentingan para elit ekonomi-politik. Sosok yang diklaim berasal dari rakyat ternyata hanya menutup omong kosong dengan omong kosong lainnya," tegasnya.
Ia menyampaikan harapan agar semangat perjuangan tidak padam dan dapat menjadi kesadaran bagi masyarakat luas.
"Perubahan tidak bisa terjadi hanya oleh mahasiswa saja, tetapi juga oleh elemen-elemen penting lainnya seperti buruh dan tani yang memegang alat produksi, serta masyarakat umum yang tertindas," jelas Zakky.
Aksi ini dihadiri oleh berbagai elemen masyarakat, termasuk pelajar, pekerja swasta, lembaga-lembaga independen di Bandung, dan tentunya mahasiswa. Selain itu, terlihat pula buruh harian lepas, pedagang kecil, bahkan seorang lansia berusia 70-an bernama Siti Marifah yang ikut mengungkapkan aspirasinya terkait keadaan demokrasi di Indonesia saat ini. Siti menyoroti soal harga pangan yang melonjak tinggi, kebijakan pemerintah yang terkesan ugal-ugalan dan banyak menyengsarakan rakyat.
"Kita rakyat itu dibuat seperti budak, jangan didik kita jadi pengemis! Saya sudah mengalami beberapa zaman, dan ini yang paling brutal karena semua lembaga ditabrak," tegasnya.
Penulis: Dini Putri Rahmayanti
Editor: Anggun P Situmorang