Menuju konten utama

Larangan ASN Bukber Tak Sejalan dengan Narasi Pemulihan Ekonomi

Ekonom menilai aturan larangan seluruh pejabat dan ASN menyelenggarakan buka puasa bersama tidak konsisten dengan narasi pemulihan ekonomi 2023.

Larangan ASN Bukber Tak Sejalan dengan Narasi Pemulihan Ekonomi
Ilutrasi Buka Bersama di Hotel. foto/Istockphoto

tirto.id - Pemerintah melarang seluruh pejabat dan aparat sipil negara (ASN) menyelenggarakan acara buka puasa bersama pada Ramadan dan open house saat Hari Raya Idul Fitri 1444/2023. Aturan itu terutang dalam Arahan terkait Penyelenggaraan Buka Buasa Bersama nomor R 38.Seskab.DKK.03.2023 yang dikeluarkan Sekretaris Kabinet Pramono Anung.

Dalam peraturan tersebut berisi arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk diterapkan di seluruh kementerian/lembaga dan seluruh instansi pemerintahan daerah. Terkait hal itu, Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik Narasi Institute, Achmad Nur Hidayat menilai, aturan tersebut tidak konsisten dengan narasi pemulihan ekonomi tahun 2023. Dia menilai perputaran uang cepat di bulan suci menjadikan perekonomian menjadi lebih baik.

"Jika publik bisa melakukan kegiatan secara normal tentunya ini akan meringankan pemerintah dalam upaya pemulihan ekonomi," kata Nur dalam keterangan tertulis, Jumat (24/3/2023).

Larangan para ASN untuk melakukan buka puasa bersama sudah disampaikan tahun 2022 lalu dimana Kementerian Agama (Kemenag) menerbitkan edaran pedoman penyelenggaraan ibadah Ramadan dan Idulfitri 1443 H. Edaran No. SE 08 Tahun 2022 yang ditandatangani Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas pada 29 Maret 2022 berisi anjuran pelaksanaan ibadah Ramadhan dengan protokol kesehatan. Namun tahun 2022 kekhawatiran terhadap COVID19 lebih tinggi dibandingkan tahun 2023.

Dia menuturkan, pelarangan acara buka puasa bersama pada saat Ramadan dan open house tidak dibangun dengan narasi publik yang komprehensif tahun 2023 ini. Nur menilai pemerintah perlu melakukan koreksi terkait aturan tersebut, sebab tidak sejalan dengan narasi yang digaungkan tentang pelonggaran dan pemulihan ekonomi.

"Bila ada data penyebaran COVID-19 meningkat tajam seharusnya pemerintah membukanya dengan transparan. Namun bila tidak data yang mendukung sebaiknya larangan tersebut dicabut karena larangan tersebut membatasi warga negara khususnya ASN untuk saling dekat dengan rakyat dan juga tidak mendukung narasi pemulihan ekonomi," tegasnya.

Tidak hanya itu, dia juga merasa aneh terkait aturan yang dikeluarkan pemerintah. Pertama, tujuan meminimalisir potensi penularan COVID-19. Dia mengungkapkan mengapa hanya kalangan PNS, padahal negara harus melindungi seluruh masyarakat Indonesia tidak hanya kalangan tertentu.

"Hal ini tentu membuat publik merasa diperlakukan tidak adil," katanya.

Kedua, ASN dilarang kumpul bersama pada bulan Ramadan namun ribuan perangkat desa hadir di GBK dan diizinkan menggunakan fasilitas negara pada minggu lalu. Ribuan undangan juga hadir pada acara nikahan putra Presiden Joko Widodo. Termasuk, konser-konser musik seperti Blackpink dan Dewa 19 yang mendatangkan ribuan orang.

Ketiga, tujuan meminimalisir potensi penularan COVID-19, namun kunjungan Presiden Jokowi ke berbagai pelosok yang melibatkan ASN dan pejabat terus terjadi. Media-media bahkan memberitakan bagaimana kumpulan masa yang timbul dari kunjungan-kunjungan tersebut.

"Melihat tiga keanehan tersebut, jelas ini sebuah inkonsistensi pemerintah yang membuat publik bertanya kenapa seolah-olah pemerintah menerapkan double standar atau lain muka bila terkait dengan kegiatan keagamaan khususnya Umat Islam," katanya.

Dia menilai kebijakan ini hanya membuat kaum muslimin merasa didiskriminasi. Padahal, kata Nur tahun baru dan hari raya agama lain pun tidak ada himbauan serupa.

"Tentunya hal ini pun memunculkan asumsi dari sebagian kaum muslimin bahwa ada stereotip di kalangan pemerintah terhadap kaum muslimin dan juga kental dengan unsur politis apalagi menjelang pemilu 2024," pungkasnya.

Baca juga artikel terkait LARANGAN BUKA PUASA BERSAMA PEJABAT atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Intan Umbari Prihatin