Menuju konten utama

(Lagi-lagi) Ultimatum untuk Lion Air

Kementerian Perhubungan kembali memberikan ultimatum kepada Lion Air atas pelayanan yang dinilai buruk. Ultimatum tersebut merupakan hasil dari rapat tertutup antara Kemenhub dengan Lion Air, Senin (3/4) lalu.

(Lagi-lagi) Ultimatum untuk Lion Air
Lion Air [Foto/Shutterstock]

tirto.id - Lion Air kembali bermasalah dalam seminggu terakhir. Menindaklanjuti sejumlah masalah operasional yang dialami Lion Air dalam kurun waktu kurang dari seminggu terakhir, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) telah memanggil pihak maskapai penerbangan Lion Air untuk melakukan pertemuan pada Senin (3/4) lalu di Kantor Kementerian Perhubungan, Jakarta. Adapun pemanggilan oleh Kemenhub tersebut dipenuhi oleh Managing Director Lion Group, Daniel Putut Kuncoro Adi.

Direktur Jenderal Perhubungan Udara Agus Santoso dalam konferensi pers seusai pertemuan mengungkapkan, setidaknya ada dua hal yang disorot dalam pertemuan tersebut. Kedua hal itu adalah masalah kelebihan pengisian bahan bakar atau avtur pesawat Lion Air di apron Bandara Juanda, Surabaya, pada Sabtu (1/4), dan keterlambatan (delay) dalam jadwal penerbangan Lion Air.

Untuk itu, Agus mengatakan pihaknya telah memberi ultimatum kepada Lion Air untuk berbenah. Agus sendiri tidak secara gamblang menjelaskan tolak ukur dari bentuk pengawasan dan sanksi seperti apa yang akan diberikan apabila maskapai tersebut tidak berhasil berbenah. Akan tetapi, Agus memberi sinyal bukan tidak mungkin Lion Air akan kembali mendapat sanksi pembekuan rute maupun penghentian izin terbang .

“Lion Air sudah janji untuk berkomitmen secara serius dalam memperbaiki manajemennya. Kami beri tenggat waktu 2 bulan, hingga akhir Mei, untuk memenuhi semua persyaratan yang telah kami berikan. Jika melewati itu, maka sanksi akan dijatuhkan tergantung sesuai dengan SOP (prosedur operasi standar), bisa suspend (dibekukan), dan sebagainya,” kata Agus di kantornya.

Adapun sanksi semacam itu sebenarnya bukan hal baru bagi Lion Air. Tahun lalu, mereka sempat mendapat sanksi pembekuan izin ground handling di Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng serta pembekuan permohonan izin rute baru selama enam bulan. Lion Air pun sempat merasa tidak terima dan mengajukan laporan kepada pihak kepolisian.

Sementara itu, pada 2015, Lion Air juga pernah dikenai hukuman pembekuan rute karena hampir sebanyak 100 penerbangan Lion Air mengalami penundaan penerbangan saat itu.

Seperti diungkapkan Agus, sejumlah arahan diberikan secara langsung oleh Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi yang hadir dalam pertemuan tertutup itu. “Untuk alasan keselamatan dan keamanan, Menteri Perhubungan tidak akan memberi toleransi,” ujar Agus.

“Kami menginstruksikan Direktur Keselamatan untuk melakukan investigasi dalam kasus kelebihan pengisian avtur. Apakah kasus ini hanya terjadi pada Lion Air saja, atau memang pada semua pesawat jenis itu. Kalau memang pada jenis itu, kami akan membuat advice circular, sehingga pesawat lain dapat mengantisipasinya,” ucap Agus.

Terkait masalah kelebihan pengisian avtur, Agus mengatakan hal tersebut dapat langsung diatasi dan tidak menimbulkan dampak berkelanjutan yang merugikan. “Begitu avtur membleber, langsung dengan cepat dibersihkan, jadi tidak ada potensi kebakaran. Kondisi pun kembali seperti sedia kala,” ujar Agus.

Menanggapi peristiwa itu, Daniel Putut Kuncoro Adi yang turut hadir dalam konferensi pers mengatakan pihaknya akan melakukan inspeksi bersama Direktorat Kelaikudaraan dan Pengoperasian Pesawat Udara Kemenhub untuk memeriksa 108 unit pesawat Lion Air berseri Boeing 737-900.

“Minggu ini kami berkomitmen akan memproses ini dan bertemu dengan Boeing dan Airbus untuk mengkaji soal keselamatan. Ke depannya, setiap minggu kami akan mengadakan safety review management meeting,” ujar Daniel.

Daniel menambahkan prioritas yang akan diperbaiki dalam dua bulan ke depan. “Tentunya perbaikan dari sisi sistem. Karena untuk dapat mengatur 600 rute, Lion Air harus mengganti sistem, seperti (sistem) untuk rotasi pesawat maupun awak pesawatnya,” kata Daniel.

“Karena waktu beli sistem ini, frekuensi kami berkisar pada 350 sampai 400. Namun karena sekarang kami sudah ada 600 rute, maka dengan sistem yang ada, yang ditawarkan oleh vendor hanya lebih ke optimalisasi. Oleh karena itu, kami harus memilih vendor yang tepat saat ini. Karena kami enggak lagi bicara 600, tapi 1.000 frekuensi dalam satu harinya,” tambahnya.

Masih dalam kesempatan yang sama, Kemenhub juga memberikan beberapa rekomendasi kepada Lion Air.

“Beberapa keterlambatan dikarenakan pesawat sedang mengalami gangguan. Kami merekomendasikan harusnya ada pesawat yang standby, untuk mencegah hal seperti itu. Kami meminta jadwal rotasi kru, sehingga masing-masingnya tidak melampaui jam kerjanya. Manajemen kru penerbangan perlu ditata, sehingga tidak terjadi keterlambatan penerbangan,” ucap Daniel lagi.

Sementara itu, Ketua Komisi V Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Fary Djemi Francis mengungkapkan dukungannya terhadap langkah yang dilakukan Kemenhub.

“Saya kira itu memang kewajiban (Kemenhub) untuk memonitor dan memantau kinerja dari maskapai penerbangan. Karena tidak hanya Lion Air, tapi seluruh maskapai. Kalau ada pelanggaran, dievaluasi, dan diberi waktu untuk berbenah,” ujar Fary ketika dihubungi Tirto pada Selasa (4/3) pagi via telepon.

Ketika disinggung mengenai Lion Air yang sudah beberapa kali tersandung kasus tetapi seakan terus-terusan lolos dari sanksi, Fary mengungkapkan itu karena pihak terkait telah melakukan upaya-upaya perbaikan.

“Di Lion Air sendiri memang ada beberapa temuan terkait SOP (prosedur operasi standar) terhadap layanan penumpang, mengenai pesawat cadangan, dan shift yang masih belum dipenuhi. Namun karena tugas kami adalah menegakkan fungsi pengawasan yang tertera dalam Undang-Undang Penerbangan, hal-hal semacam itu tentu akan ditindaklanjuti, terus diingatkan, dan apabila terbukti, pasti akan dipanggil,” kata Fary lagi.

Fary berharap agar ultimatum yang diberikan kepada Lion Air selama dua bulan ini supaya dijalankan terlebih dulu.

“Itu yang kami minta kepada Kemenhub untuk dilaksanakan. Setiap ada perkembangan pasti kami dapat informasinya. DPR pun ada kunjungan spesifik, seperti mengunjungi Pusat Pelatihan Penerbangan dan juga Pengembangan SDM (Sumber Daya Manusia) Lion Air. Mereka pun telah berjanji untuk memperbaiki kekurangan-kekurangan,” ungkap Fary.

Di luar masalah keterlambatan penerbangan dan kelebihan pengisian avtur yang menjadi sorotan oleh Kemenhub, sebenarnya ada serentetan kasus yang terjadi pada maskapai penerbangan milik Rusdi Kirana ini dalam waktu berdekatan.

Pada Rabu (29/3) pekan lalu misalnya, penumpang penerbangan dari Bandar Udara Changi, Singapura ke Bandar Udara Soekarno-Hatta, Cengkareng dan juga sebaliknya, dialihkan penerbangannya ke Bandar Udara Senai, Johor Bahru, Malaysia.

Menurut informasi yang dihimpun Tirto, setidaknya tiga penerbangan, yakni JT-158 (Cengkareng-Singapura), JT-151 (Singapura-Cengkareng), dan JT-159 (Singapura-Cengkareng) secara mendadak dioper ke Johor Bahru, Malaysia. Padahal para penumpang telah melakukan proses check-in dan boarding untuk penerbangan langsung.

Selain itu, ada juga laporan tentang penumpang yang ditinggal pesawat padahal penumpang tersebut datang sebelum batas check-in. Saat hal tersebut ditanyakan kepada Daniel di Kantor Kemenhub pada Senin lalu, Daniel mengaku baru mendengar tentang kasus tersebut. “Akan kami lakukan investigasi terlebih dahulu soal itu,” katanya.

Sebelumnya, Lion Air pun tercatat sempat mengalami sejumlah masalah seperti salah mendarat di terminal Bandar Udara Soekarno-Hatta pada 2016, terperosok ke laut saat hendak mendarat di Bandar Udara Ngurah Rai, Denpasar pada 2013, maupun tergelincir di Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II, Pekanbaru, dan tanpa sengaja menabrak pesawat Lion Air lainnya di Cengkareng pada 2011.

Tak hanya insiden-insiden yang terbilang besar, peristiwa semacam kabin yang membeku, AC mati, dan menyelipnya penumpang siluman juga dilaporkan beberapa kali terjadi.

Pada 2015, seperti didapatkan informasinya dari situs lapor.go.id, keluhan terkait maskapai Lion Air mencapai 33 kasus. Angka tersebut terbilang besar, pasalnya maskapai lain saat itu, seperti Air Asia dan Garuda Indonesia, masing-masingnya hanya memperoleh laporan sebanyak 8 kasus, serta Sriwijaya Air sebesar 5 kasus. Dari 33 kasus, 23 laporan di antaranya terkait dengan keterlambatan jadwal penerbangan.

Lemahnya regulasi dan lembeknya pemerintah dalam menindak pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan Lion Air, disebut sebagai penyebab lolosnya Lion Air dari sanksi. Di samping itu, posisi Rusdi Kirana yang saat ini menjabat sebagai anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) dan Wakil Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) juga dinilai berpengaruh terhadap impunitas.

“Kementerian Perhubungan itu memble kalau menghadapi Lion Air, apalagi sekarang Rusdi Kirana jadi Wantimpres. Selama ini pengaduan konsumen banyak dari Lion Air. Kami sudah hubungi Lion Air, tapi jarang direspon,” kata Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi, pada 2016 lalu.

Menanggapi pemanggilan yang telah dilakukan Kemenhub, konsumen moda transportasi udara menyatakan dukungannya terhadap langkah tersebut. Meskipun menyayangkan kenapa pemanggilan baru dilakukan sekarang, namun seorang pengguna bernama Jazman Barizi (24) menyatakan harapannya agar ultimatum tersebut menjadi momen bagi Lion Air untuk berbenah.

“Semoga benar-benar dikasih poin-poin yang jelas, mana saja kekurangan yang perlu dibenahi. Meskipun harga terjangkau, tapi bukan berarti boleh seenaknya delay juga. Karena sebagai orang awam, saya enggak paham apa yang sebetulnya membuat Lion Air menjadi sebegitu parah,” kata Jazman.

Baca juga artikel terkait LION AIR atau tulisan lainnya dari Damianus Andreas

tirto.id - Bisnis
Reporter: Damianus Andreas
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti